Sebuah keluarga di Malang kecewa dengan Rumah Sakit Hermina. Mereka menyebut RS Hermina telah menolak ayah mereka yang datang berobat hingga berujung kematian.
Hal itu diceritakan oleh Elia Widiana Putri yang merupakan anak dari Wahyu Widiyanto (63). Putri menuding pelayanan RS Hermina yang buruk menjadi salah satu penyebab kematian ayahnya.
Warga Jalan Bareng Tenes, Kota Malang itu menceritakan menceritakan bahwa ayahnya memang memiliki riwayat penyakit stroke dan diabetes. Namun nyawa ayahnya tak tertolong karena tak ditangani serius saat datang ke IGD RS Hermina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Elia, almarhum sempat dirawat di salah satu rumah sakit Islam di Kota Malang. Namun, baru sehari pulang, almarhum sudah merasa tidak enak badan lagi. Kemudian, petugas puskesmas di sekitar tempat tinggalnya memeriksa kondisi ayahnya, dan disarankan untuk segera dibawa ke rumah sakit terdekat.
Keluarga kemudian membawa Wahyu ke RS Hermina untuk mendapatkan penanganan medis dengan menggunakan bentor (becak motor). Hermina menjadi pilihan terbaik, karena lokasi paling dekat untuk dijangkau dari tempat tinggal Wahyu. Peristiwa itu terjadi pada Senin (13/3), sekitar pukul 18.30 WIB.
Namun, ketika tiba di IGD RS Hermina, pihak rumah sakit malah tidak bisa berbuat apa-apa. Wahyu hanya sempat diperiksa bagian mata saja. Wahyu juga tidak mendapatkan penanganan medis lanjutan.
"Kami datang hanya ingin dicek bagaimana kondisi ayah saya yang sedang kritis. Tapi kata rumah sakit bilang tidak bisa mengeluarkan bed (tempat tidur), katanya penuh, sempat ditunjukkan bahwa semua tempat penuh semua. Kita juga sudah minta tolong untuk ditangani, tetap tidak bisa, jadi bapak (almarhum) tetap di bentor, tidak turun," ujar Elia kepada wartawan di rumah duka, Selasa (12/3/2024).
Anak pertama Wahyu, Romadhoni menambahkan dirinya masih berada di atas bentor saat ayahnya diperiksa pada bagian mata saat tiba di IGD RS Hermina. Saat itu, Wahyu masih berada di pangkuan Romadhoni. Setelah diperiksa matanya, pihak keluarga tidak diberitahu apapun oleh tenaga medis.
Wahyu juga tidak mendapatkan penanganan medis lanjutan. Romadhoni masih berada di bentor. Kakinya tidak sempat menginjakkan kaki di dalam ruangan IGD.
"Waktu itu hanya diperiksa pupil mata dan denyut nadi di tangan. Setelah itu tidak dikonfirmasi apa-apa," imbuhnya.
Pihak keluarga mencoba minta pertolongan agar ada penanganan terhadap Wahyu. Namun upaya yang dilakukan hanya sia-sia. Pihak RS Hermina ngotot tidak mau menangani karena alasan kamar perawatan sudah penuh. Akhirnya dibantu relawan dan mobil ambulans, keluarga selanjutnya memutuskan untuk membawa Wahyu ke RS dr Saiful Anwar (RSSA).
Namun, takdir berkata lain dalam perjalanan menuju RSSA, Wahyu Widiyanto telah berpulang selamanya. Kepastian meninggal tersebut setelah diperiksa oleh salah satu petugas kesehatan dari RSSA.
"Kami hanya merasa kecewa, sakit hati (terhadap pihak RS Hermina), karena orang tua saya kondisinya kritis, nafas pun susah saat di bentor. Kita minta tolong baik-baik, kami hanya ingin mendapatkan pelayanan. Kalau laporan (melanjutkan jalur hukum) enggak," kata Elia.
Senada juga disampaikan Romadhoni. Ia mengatakan bahwa keluarga tidak ingin memperpanjang masalah yang sudah terjadi. Meskipun Romadhoni menyaksikan bagaimana ayahnya dalam kondisi kritis saat berada di IGD RS Hermina.
"Kita pihak keluarga sebenarnya sudah mengikhlaskan. Tapi cuma kita menyayangkan saja, kalau pihak rumah sakit tidak ada minta maaf ke kita," kata Romadhoni.
Wakil Direktur RS Hermina Yuliningsih mengatakan telah ada penanganan oleh dokter jaga IGD dengan melakukan pemeriksaan terhadap Wahyu Widianto. Pihak rumah sakit mengaku telah menangani tapi memang bahwa bed telah penuh.
"Saya mengucapkan turut berduka cita atas keluarga yang telah wafat. Tetapi pada kesempatan kali ini, saya mau menjelaskan bahwa statement tidak ditangani itu kurang tepat. Karena kami sudah menangani dengan kondisi memang bed kami saat itu full (penuh), dan ada beberapa pasien yang juga duduk," jelas Yuliningsih.
"Sehingga kami harus berkoordinasi untuk melakukan penambahan bed, dari rawat inap yang harus kami turunkan ke IGD. Jadi sesuai dengan keperluan pasien," imbuhnya.
Yuliningsih mengakui pasien (Wahyu Widianto) tiba di IGD RS Hermina dalam kondisi kritis dan dokter jaga langsung melakukan penanganan. Karena waktu itu dinilai Wahyu harus mendapatkan penanganan cepat. Saat itu dokter bahkan sempat memeriksa pupil mata dan bagian nafas.
"Saat datang ke sini (datang ke IGD RS Hermina Malang), kondisinya sudah kritis. Dan dokter kami saat itu, langsung melakukan pemeriksaan. Dan memang kondisinya (Wahyu Widianto) perlu penanganan dengan segera. Bagian pupil mata diperiksa dan dari pemeriksaan nafasnya tidak stabil. Termasuk, saturasinya (saturasi oksigen) berada di angka 77 persen," terangnya.
Namun, pihaknya mengakui membutuhkan waktu untuk menangani Wahyu Widianto. Karena di IGD RS Hermina dalam kondisi penuh. Tidak ada satupun bed untuk bisa menampung pasien baru. Menurut Yuliningsih dalam kondisi tersebut sedang diupayakan penambahan bed dari ruang inap ke IGD.
"Kami sudah menangani, namun kondisi di IGD saat itu penuh dan ada beberapa pasien yang harus duduk. Sehingga, kami harus berkoordinasi untuk melakukan penambahan bed, dari rawat inap yang harus kami turunkan ke IGD. Kemudian agar tidak terjadi salah informasi, pihak keluarga diajak masuk untuk melihat kondisi di IGD," tuturnya.
Ketika tidak ada harapan lagi di RS Hermina, keluarga bersiap memindahkan Wahyu ke RS Saiful Anwar menggunakan bentor (becak motor). Di saat yang sama, tiba-tiba ada ambulans dari komunitas relawan yang mengantar korban kecelakaan ke ruang IGD.
Relawan yang melihat kondisi Wahyu sudah tidak berdaya segera memberikan bantuan dengan mengukur kadar saturasi oksigen dan memasang tabung oksigen. Keluarga selanjutnya memutuskan untuk membawa Wahyu ke RS dr Saiful Anwar (RSSA). Namun, takdir berkata lain dalam perjalanan menuju RSSA, Wahyu Widiyanto telah berpulang selamanya. Kepastian meninggal tersebut setelah diperiksa oleh salah satu petugas kesehatan dari RSSA.
"Saat itu, tim ambulans kami masih menyiapkan segala sesuatunya. Sehingga, kami mengucapkan terima kasih kepada tim relawan (Es Teh Anget) yang telah membantu kami dari sisi kemanusiaan. Artinya, kita sama-sama menolong, sama-sama ingin menolong dengan upaya apa yang kita bisa," pungkasnya.
(abq/iwd)