Akademisi UB Sebut Hak Angket untuk Sengketa Pemilu Salah Interpretasi

Akademisi UB Sebut Hak Angket untuk Sengketa Pemilu Salah Interpretasi

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Kamis, 22 Feb 2024 22:46 WIB
Rapat RUU APBN 2024 di Gedung DPR RI. (Matius Alfons/detikcom).
Ilustrasi. Ruang rapat Gedung DPR RI. (Foto: Dok. Matius Alfons/detikcom)
Malang -

Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo mendorong partai politik untuk melakukan pengusutan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 dengan menggunakan sejumlah hak istimewa DPR RI. Ganjar juga mengajak paslon 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar mengusulkan hak angket DPR.

Sebagaimana penjelasan dari laman resmi DPR RI, hak angket adalah hak DPR melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan Undang-Undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan hal penting, strategis, dan berimplikasi luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Mengenai ramainya hak angket yang digunakan untuk mengusut kecurangan pemilu, akademisi Universitas Brawijaya (UB) angkat bicara. Dosen Prodi Magister Administrasi Publik UB Prof Drs Andy Fefta Wijaya berpendapat daripada mengajukan hak angket lebih baik mengawasi jalannya rekapitulasi dan mempersiapkan gugatan sesuai jalur-jalur hukum yang disiapkan, yakni melalui Bawaslu, DKPP, maupun MK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menyoroti hak angket yang diluncurkan oleh kandidat-kandidat capres 03 ini membawa konsekuensi yang sebenarnya harus diperhatikan bagaimana positioning daripada lembaga-lembaga yang diperdebatkan itu," kata Andy dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).

"Jadi, kita perlu memetakan posisi atau istilahnya kedudukan daripada lembaga itu jadi daripada lembaga seperti KPU, lembaga yang sejajar dengan MK dan mahkamah-mahkamah lainnya. KPU ini tidak di bawah eksekutif. tidak di bawah presiden. Dia lembaga yang sejajar dengan MK dan lain-lain," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Andy menilai hak angket bukan jalur konstitusional untuk melakukan gugatan kecurangan Pemilu. Menurutnya, kecurangan Pemilu seharusnya dilaporkan kepada Bawaslu atau DKPP.

"Nah kalau hak angket itu adalah lebih kepada ranah politik ya. Jadi bagaimana hak angket itu diangkat sebenarnya untuk mempertanyakan implementasi kebijakan suatu UU dalam lembaga eksekutif dalam hal ini presiden, para menteri, dan lain-lain. Itu ranahnya politik, ya, berbeda dengan KPU ini tadi. Nah ini seyogyanya tidak dicampuradukkan, ini berbahaya sekali kalau interpretasinya dicampuradukan seperti itu. Keluar dari koridor penataan yang ada," ujar pria yang juga menjabat sebagai Prodi Magister Manajemen Pendidikan Tinggi Universitas Brawijaya itu.

Andy menegaskan hak angket DPR RI tidak akan berdampak pada hasil Pemilu. Apabila merasa terdapat kesalahan pada Hasil Pemilu, sambung dia, terdapat mekanisme perselisihan hasil Pemilu di MK.

"Jadi, sebenarnya sudah ada cara memecahkan kalau di situ ada permasalahan. Memang ini ranahnya ranah hukum, kalau mau diselesaikan ya secara hukum. Penyelesaiannya di MK, bukan dibawa ke ranah politik. Nah kalau terjadi seperti ini, ya, agak repot, ya," tuturnya.

Di samping itu, di dalam mengegolkan hak angket ini juga perlu persetujuan-persetujuan yang ada di internal DPR RI yang juga dinilai tidak semudah 'membalikkan telapak tangan'. Demikian juga dengan permasalahannya yang harus berhubungan dengan permasalahan eksekutif.

"Tidak berhubungan dengan ranah KPU yang sebenarnya bukan ranah eksekutif gitu ya, nah ini lah yang mungkin perlu ditempatkan lagi supaya tidak dicampuradukan karena adanya kepentingan. Sehingga memaksakan begitu, ya, asumsinya dan nanti bisa salah kaprah," tutup dia.

Maka dari itu, ia menganjurkan agar siapapun peserta pemilu untuk mengikuti regulasi dan tatanan yang telah ditentukan. Serta, menghormati apapun keputusan dari KPU, Bawaslu, dan beberapa badan penyelenggara pemilu lainnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads