Pemkot Surabaya menganggarkan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) untuk SD dan SMP negeri dan swasta di Surabaya sebesar Rp 500 miliar. Namun Wali Kota Eri Cahyadi meminta sekolah, khususnya sekolah swasta yang mampu atau punya anggaran lebih, tidak menerima BOPDA.
Eri menyampaikan itu setelah bertemu dengan Koordinator Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), guru, dan tenaga pendidik SD dan SMP negeri maupun swasta di Surabaya. Dia berikan arahan tentang peningkatan kualitas pendidikan di Surabaya.
"Saya mengingatkan lagi di tahun 2024, jadi saya bilang tidak ada lagi pungutan apapun. Sudah saya sampaikan sejak 2023, jadi jangan sampai ada lagi," kata Eri di Gedung Sawunggaling, Rabu (3/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eri meminta sekolah mengoptimalkan BOPDA. Bagi sekolah swasta yang mampu diminta sadar, sehingga dananya bisa diberikan kepada sekolah yang tidak mampu untuk mengembangkan dan memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa hingga fasilitas pendidikan.
"Bagaimana sekolah saling melengkapi. Contoh ada sekolah swasta yang menerima BOPDA dan ada yang tidak. Maka sekolah swasta yang sudah mampu harus sadar sehingga BOPDA ini dapat diberikan kepada (sekolah swasta) yang membutuhkan," ujarnya.
Eri berharap sekolah negeri maupun swasta di Surabaya bisa setara. Sebab itulah pemkot meminta adanya kesepakatan bersama antara sekolah negeri dan swasta di Kota Pahlawan.
"Saya meminta disepakati antara sekolah negeri dan swasta, standar minimal Surabaya seperti apa? Bukan saya yang menentukan, tapi duduk bersama. Sekarang ada sekolah yang inden, artinya sudah mampu. BOPDA ini untuk yang tidak mampu," katanya.
Ia menjelaskan juga bahwa sekolah swasta yang memiliki siswa dari keluarga miskin akan mendapatkan BOPDA. Tetapi, bila sekolah dinilai mampu dilihat dari kemampuan membangun gedung, punya jumlah murid yang banyak, hingga ada yang inden, maka BOPDA diberikan kepada sekolah swasta lainnya.
"BOPDA diberikan ke sekolah swasta lainnya yang kelasnya masih sedikit, sehingga sekolah swasta lainnya bisa meningkatkan kemampuannya, akhirnya bisa sederajat. Jadi bukan melarang, tapi kalau sekolah ini sudah mahal biaya SPP-nya, tolong sadar jangan dibebankan ke BOPDA," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Yusuf Masruh mengatakan pihaknya akan mengatur standar minimal pemberian BOPDA. Dispendik akan segera merumuskan dengan MKKS dan K3S.
Alokasi dana BOPDA yang mencapai Rp 500 miliar dimanfaatkan untuk pembiayaan SD dan SMP negeri dan swasta. Rinciannya, sebanyak 350 SD/Mi diberi anggaran Rp 250 M.
Sama halnya dengan 229 SMP/Mts anggaran BOPDA sama Rp 250 M. Formulasi BOPDA itu dihitung berdasarkan rombongan belajar (rombel), yakni untuk jenjang SD/Mi sekitar Rp 3 juta dan jenjang SMP/Mts Rp 5 juta.
"Terkait BOPDA nanti kami bikin standar minimal. Pembiayaan nanti kami sosialisasikan, kami rumuskan bersama K3S dan MKKS swasta. Kami musyawarah, nanti bisa diukur dari SPP-nya. SPP untuk kegiatan apa saja? Misalnya ada akademik, ekstrakurikuler, ada pendampingan. Ini nanti dirumuskan," jelas Yusuf.
Yusuf juga menjelaskan kegiatan apa saja yang ada di sekolah itu, ada atau tidaknya murid inden, hingga bangunan atau gedung sekolah, juga menjadi penentu parameter dalam pemberian BOPDA.
"Kami sampaikan ini secara kekeluargaan untuk saling memotivasi. Targetnya segera di Januari kami sampaikan, kami godok, untuk mencapai win win solution agar semua bisa menerima," katanya.
(dpe/iwd)