Kekerasan yang bertahun-tahun terjadi di negara bagian Rakhine-Myanmar membuat etnis Rohingya kabur dan mencari suaka ke negara lain, salah satunya ke Indonesia. Di Jawa Timur, pengungsi Rohingya ditampung di Rusunawa Jemundo, Taman, Sidoarjo.
Ada enam pengungsi Rohingya yang menghuni rumah susun sederhana ini. Semuanya laki-laki. Salah satunya Muhammad Sulton (46) yang masih berharap bisa kembali ke negaranya, Myanmar.
Sulthon mengaku telah tinggal di Sidoarjo hampir 10 tahun. Ia datang ke Sidoarjo setelah menjalani pidana selama satu tahun di Manado atas kasus masuk negara secara ilegal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah tinggal di Rusunawa Jemundo ini sejak 2014 bulan Desember" kata Sulton saat ditemui detikJatim di Rusunawa Jemundo Taman Sidoarjo, Jumat (8/12/2023).
Sulthon menceritakan kronologi dirinya masuk ke Indonesia. Awal mulanya ia kabur dari Myanmar pada tahun 2012 menggunakan kapal. Ia bersama rombongan terdampar di Thailand dan Malaysia. Kemudian ia melanjutkan perjalanan menggunakan kapal hingga sampai Aceh.
Di provinsi serambi Makkah tersebut Sulthon merasa bingung karena perbedaan bahasa. Ia hanya berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Dari situ ia merasa seperti dipertemukan dengan ramahnya orang Aceh. Selama tiga bulan ia diberi makan dan pakaian oleh penduduk.
Namun keberadaannya dipantau oleh pihak keamanan. Pihak keamanan menduga jika rombongan bukanlah warga lokal. Saat diketahui ia sebagai warga asing, Sulthon langsung dikirim ke Manado.
"Di Manado ditanggung UNHCR, dan disana selama 1 tahun 1 bulan menjadi tahanan," imbuh Sulthon.
Setelah masa hukumannya selesai ia diterbangkan ke Rudenim Surabaya di Raci, Bangil, Pasuruan. Ia ditahan di Rudenim selama 1 tahun sebelum akhirnya ditampung di Rusunawa Jemundo, Taman pada tahun 2014.
"Dari Rohingya di sini masih ada enam," tambahnya.
Sebelumnya ada belasan pengungsi Rohingya yang ada di rusunawa. Namun sebagian sudah ditempatkan di negata ketiga yang mau menampung mereka seperti Amerika Serikat dan Australia.
Di Rusunawa Jemundo, Sulthon mengaku mendapatkan uang saku sebesar Rp 1,25 juta. Ia tidak tahu pasti dari mana uang tersebut. Namun ia meyakini jika dana tersebut berasal dari pihak UNHCR melalui IOM.
Sulthon menyebut jika uang sebesar itu harus dihemat. Sebab bagaimanapun juga ia tak mempunyai uang tambahan. Dia dilarang bekerja akibat tak mempunyai visa untuk kerja.
Sulthon sebenarnya ingin bisa diterima di negara ketiga yang mau menampung pengungsi. Namun jika tidak bisa ia hanya ingin kembali ke negaranya.
"Bagaimanapun juga ya ingin pulang ke negaranya sendiri, tapi kondisinya tidak bisa," sedihnya.
Dia melihat kondisi negaranya tidaklah kondusif. Setiap hari selalu ada peperangan. Baik perang karena konflik agama, politik, maupun tanah.
Sulthon merasa nyaman di Indonesia karena aman tak banyak konflik atupun peperangan. Meski begitu ia tetap berharap konflik negaranya segera mereda dan dirinya dapat pulang dengan selamat.
"Bagaimanapun juga tetap ingin pulang, hidup negara sendiri kan beda dengan negara orang lain," tandas Sulton.
(dpe/iwd)