Bagi pria produktif diimbau waspada. Pasalnya, jumlah penderita gangguan jiwa meningkat dari tahun ke tahun.
Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Endah Woro Utami mengatakan, Jatim menduduki peringkat kedua tertinggi warga yang menderita gangguan jiwa di bawah Jateng. Potensi gangguan jiwa menurut teori, bisa dialami 20 persen dari jumlah populasi penduduk.
Dan Blitar Raya, mencatat jumlah tinggi untuk kasus ini karena sudah terdata sebanyak 0,2 persen dari populasi yang mendapatkan penanganan medis. Angka itu, dinilai Woro hanya yang tampak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu hanya angka yang tampak dari yang sudah ditangani ya. Saya menilai masih banyak masyarakat di luar sana yang menderita gangguan jiwa namun mereka abaikan. Jadi tidak mendapatkan penanganan dini," kata Woro kepada detikJatim, Kamis (9/11/2023).
Menurut Woro minimnya literasi masyarakat terkait gangguan jiwa, membuat banyak yang terlambat mendapat penanganan medis. Hingga berakibat gangguan jiwa makin serius dari indikasi awal depresi hingga menjadi schizophrenia dan paranoid.
"Kita sering mengabaikan, susah tidur, malas makan, malas mandi, pengen tidur terus itu gejala awal gangguan jiwa. Jika kita abaikan, akan meningkat sampai pada schizophrenia atau paranoid," ungkapnya.
Data dari klinik jiwa di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, jumlah penderita gangguan jiwa terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Ini terlihat dari jumlah kunjungan ke poliklinik jiwa yang mengalami kenaikan tiap tahun.
Tercatat di tahun 2020 sebanyak 2430 pasien, tahun 2021 sebanyak 2.638 pasien. Kemudian naik hampir dua kali lipat di tahun 2022 menjadi 4.202 pasien. Dan makin tinggi tercatat sampai bulan Oktober 2023 ini sebanyak 5.057 pasien.
"Rentang usia yang berpotensi depresi itu antara 15 sampai 39 tahun. Namun dari rentang usia itu, penderita gangguan jiwa terbanyak didominasi pria di usia produktif. Yakni di rentang usia 24 sampai 44 tahun," ungkapnya.
Pasien yang datang ke klinik jiwa rumah sakit milik Pemkab Blitar ini rata-rata mereka yang dengan terbuka menjalani konseling psikologis. Kemudian berlanjut ke terapi pengobatan oleh psikiater karena terdeteksi hal patologis tidak normal yang menjadi kewenangan dokter jiwa.
Dari 10 diagnosa gangguan jiwa yang ditangani di klinik jiwa RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, semua tampak terus mengalami kenaikan jumlah tiap tahunnya. Data tertinggi dengan diagnosa generalized schizophrenia di tahun 2021 ada 84 pasien, 2022 menjadi 884 pasien dan 2023 naik menjadi 932 pasien.
Kemudian dengan diagnosa paranoid schizophrenia di tahun 2021 84 pasien, 2022 naik menjadi 502 pasien dan tahun 2023 naik 514 pasien. Sementara untuk diagnosa depressive episode dari 13 pasien di tahun 2021, naik menjadi 240 pasien di tahun 2022. Dan terus naik menjadi 393 pada tahun 2023 ini.
"Dari data ini terlihat pria usia produktif mendominasi penderita gangguan jiwa. Karenanya, keluarga harus menjadi yang terdepan mendampingi selama proses terapi pengobatannya. Karena gangguan jiwa ini bukan aib. Namun jika dibiarkan akan membahayakan bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya," pungkasnya.
(hil/fat)