Putusan Mahkamah Konstitusi MK soal batas usia capres-cawapres hingga saat ini masih menjadi perbincangan publik. Putusan mengabulkan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu soal batas usia capres-cawapres itu dianggap melampaui kewenangan MK.
Seperti diketahui uji materi yang dikabulkan oleh MK itu diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. Melalui putusan itu MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga I Wayan Titib Sulaksana menyampaikan bahwa putusan itu dinilai sudah melampaui kewenangan MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan MK itu sudah melampaui kewenangan. Tidak boleh menciptakan hukum baru," ujar Wayan Titib kepada detikJatim, Jumat (20/10/2023).
Wayan Titib juga menilai dalam putusan itu ada nilai nepotisme. Menurutnya, tidak seharusnya Anwar Usman menangani perkara ini. Karena ia memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden RI, Jokowi.
"Itu ada sedikit nepotisme karena Ketua Majelisnya kan kerabat presiden. Harusnya ketua majelis kalau sudah tahu seperti itu dia harus minggir untuk memberikan kepada yang lain, dan dia tidak menangani perkara itu," kata Wayan Titib.
Hasilnya, keputusan itu pun menuai banyak protes masyarakat. Menurut Wayan Titib, hal itu cukup fatal. Apalagi besar dugaan putusan MK itu berkaitan dengan isu Gibran Rakabuming yang akan dicalonkan sebagai Wakil Presiden.
"Ketua majelisnya kan masih kerabat dengan Jokowi, dan itu menyangkut kepentingan anaknya, Gibran," tambah Wayan.
Namun bagaimanapun, putusan MK sifatnya adalah final dan mengikat. Tidak ada upaya hukum apapun yang bisa dilakukan lagi untuk mengubah putusan itu.
"Inilah kadang-kadang, MK itu melebihi kewenangannya. Berarti kan ada unsur-unsur kepentingan di luar hukum yang masuk ke sana," pungkas Wayan.
(dpe/iwd)