Gunung Kawi sudah lama dirumorkan menjadi tempat mencari pesugihan. Rumor ini kemudian menarik minat lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) untuk menggali kebenaran dari isu ini.
Ada dua tempat yang disakralkan oleh masyarakat di lereng Gunung Kawi sebelah selatan, pertama adalah Pesarean Gunung Kawi dan Keraton Gunung Kawi.
Pesarean merupakan makam dari Kyai Zakaria I dan anak angkatnya Raden Mas Imam Sujono yang berada di Desa Sumbersari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Sedangkan Keraton Gunung Kawi lokasinya di Dusun Gendoga, Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana tanggapan dari masyarakat terkait rumor bahwa Gunung Kawi menjadi tempat pesugihan?
"Itu tidak benar, memang sudah lama dikatakan begitu (tempat pesugihan). Faktanya tidak demikian," ujar Kadir warga Wonosari saat ditemui detikJatim, Kamis (12/10/2023).
Kadir yang juga merupakan Ketua RT di kompleks Pesarean Gunung Kawi ini justru menyebut, pengunjung yang datang ke Pesarean Gunung Kawi tujuannya untuk berziarah ke makam Eyang Jugo atau Kyai Zakaria I dan anak angkatnya Raden Mas Imam Sujono.
"Banyak datang ke sini dari berbagai kota, bahkan dari luar negeri untuk berziarah. Bukan mencari pesugihan," tegasnya.
Menurut Kadir, memang banyak dari pengunjung ketika berziarah memanjatkan doa agar semua keinginan yang dimiliki dapat terkabul. Seperti usahanya semakin lancar, pekerjaan sukses, dan segala macam permasalahan yang dihadapi bisa cepat terselesaikan.
![]() |
"Orang-orang itu kemudian datang kembali, ketika usaha dan kariernya sukses. Itu bisa karena doa yang dibacakan dikabulkan Tuhan, karena kerja kerasnya juga bisa. Kemudian pendapatannya bertambah, bukan semata karena di sini pesugihan," tuturnya.
Respons yang sama disampaikan oleh Jono, salah satu penjaga di Keraton Gunung Kawi. Ia menegaskan, salah besar jika mengatakan Keraton Gunung Kawi sebagai tempat untuk mencari pesugihan.
Seperti halnya pesarean Gunung Kawi, di keraton juga terdapat makam Eyang Tunggul Manik dan istrinya Eyang Tunggul Wati, yang ramai dikunjungi peziarah pada malam Selasa Kliwon, Kamis Kliwon, dan 1 Suro (Muharram).
"Katanya di sini tempat pesugihan itu salah, yang ada di sini orang datang untuk berziarah, tawasul, baca doa, tahlil. Dan memang ada sebagian yang melakukan tirakatan kemudian ditutup dengan slametan," terangnya saat ditemui di lokasi.
Jono menjelaskan, selamatan yang digelar merupakan bagian dari ikhtiar diri dan sedekah. Saat peziarah yang datang memiliki keinginan dan nantinya diharapkan bisa terkabul. Doa menjadi ritual yang pada umumnya dilakukan saat ziarah makam leluhur.
"Kalau mau selamatan bawa sendiri dari rumah boleh, biasanya nasi kuning dengan ayam ingkung. Untuk sesajen ada jajan pasar, kembang kenanga, kopi, teh serta dupa. Di sini hanya sarana saja, seperti kita berziarah ke makam-makam leluhur. Untuk doa tetap ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa," jelasnya.
Jono tak memungkiri, memang ada peziarah dengan keuangan lebih menggelar selamatan dengan menyembelih kambing atau sapi. Daging sapi dan kambing kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar, semua itu dilakukan atas keinginan sendiri, bukan syarat wajib yang disampaikan oleh juru kunci atau siapapun.
"Di sini tidak memaksa harus gini atau begitu. Terserah yang bersangkutan, kalau mampu dan berkeinginan selamatan sembelih sapi atau kambing ya monggo. Jika tidak, hanya bawa kembang saja ya boleh atau bawa makanan untuk selamatan dari rumah juga boleh. Tergantung niat dan keinginannya bagaimana," bebernya.
![]() |
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto mengatakan, pandangan Gunung Kawi sebagai tempat pesugihan memang sudah melekat sejak lama. Rumor itu pun sulit untuk dihilangkan, karena selalu dikaitkan apabila membicarakan nama Gunung Kawi.
"Namanya image itu tidak bisa dihapus, karena image (pesugihan) sudah melekat sejak zaman nenek moyang. Itu yang meng-image-kan, kan masyarakat sendiri. Tapi ketika kita datang ke sana, yang dilakukan ataupun disuguhkan bukan orang untuk mencari pesugihan. Tetapi lebih kepada budaya sebetulnya," terang Purwoto.
Purwoto menambahkan, Pesarean Gunung Kawi yang dikelola yayasan di mana merupakan kerabat dari Eyang Jugo menyiapkan kebutuhan pengunjung untuk penampilan seni dan budaya. Mulai dari tari reog, jaranan, campursari sampai pegalaran wayang kulit.
"Pengunjung yang datang akan didampingi dan diajak keliling untuk mengenalkan wisata Pesarean Gunung Kawi. Di sana sangat profesional, ada pemandunya dan yang dijelaskan tidak ada yang di luar wisata adat dan budaya yang ada di situ," imbuhnya.
(hil/dte)