Hari Tata Ruang Nasional 8 Oktober dan Sejarahnya

Hari Tata Ruang Nasional 8 Oktober dan Sejarahnya

Neshka Rizkita - detikJatim
Minggu, 08 Okt 2023 08:47 WIB
Sejarah Tugu Pahlawan adalah sebuah bangunan untuk memperingati peristiwa pertempuran 10 November. Tugu Pahlawan terletak di Surabaya, Jawa Timur.
Tugu Pahlawan Surabaya/Foto: Bappeko Surabaya
Surabaya -

Setiap tahun pada tanggal 8 Oktober, Indonesia merayakan Hari Tata Ruang Nasional. Ini adalah momen untuk merenungkan pentingnya tata ruang dalam pembangunan berkelanjutan dan masa depan bangsa. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang Hari Tata Ruang beserta sejarahnya.

Dilansir melalui situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam upaya terus meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat dan sosialisasi berbagai kebijakan di bidang penataan ruang, baik pusat maupun daerah, dilakukan peringatan Hari Tata Ruang sejak tahun 2008.

Dengan pertimbangan hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2013 yang ditandatanganinya pada 25 November 2013, memutuskan tanggal 8 Oktober sebagai Hari Tata Ruang Nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan itu juga mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menegaskan betapa pentingnya keterpaduan antar pemangku kepentingan di seluruh wilayah dan sektor. Msyarakat harus berpartisipasi secara aktif dalam menjalankan proses penataan ruang.

Awal Penataan Ruang di Indonesia

Menurut Buku Laporan Akhir Sejarah Penataan Ruang Indonesia, pemikiran tentang penataan ruang di Indonesia muncul pada awal 1900-an sebagai akibat dari perubahan administrasi yang dibuat oleh Undang-Undang Desentralisasi.

ADVERTISEMENT

Undang-undang ini dibuat pada 1903 oleh pemerintah untuk mengakhiri administrasi pusat Batavia yang terlalu berkuasa. Hal ini memungkinkan pelaksanaan Ordonansi Dewan Lokal atau Radenodonnantie Lokale, yang menetapkan Undang-Undang untuk membangun pemerintahan lokal. Sehingga dimulailah proses penataan ruang.

Sejak awal, dewan kota telah menyadari masalah dan tantangan yang harus ditangani bersama untuk mencapai hasil positif. Namun, karena gagasan desentralisasi, pemerintah Batavia awalnya menolak menerima permintaan bantuan keuangan, hukum, dan organisasi.

Dewan-dewan kota memutuskan bergabung dan membentuk forum untuk bertukar ide, pemikiran, dan pengalaman. Sebab, jika dibiarkan sendiri, hampir selalu kekurangan staf, pengetahuan, dan bahan-bahan yang tepat.

Dewan-dewan lokal berulang kali meminta bantuan dari penasehat desentralisasi untuk masalah perencanaan. Pemerintah Batavia akhirnya memenuhi permintaan tersebut. Sejak pertengahan 1920-an, pemerintah telah memutuskan untuk menangani berbagai masalah tersebut.

Di antaranya, memberikan izin terbatas kepada perusahaan komersial dan umum untuk terlibat dalam pembangunan perumahan (1925), memberikan surat edaran kepada kotamadya dengan pedoman untuk perluasan daerah perkotaan dan perumahan (1926).

Serta memberikan hak prioritas tambahan kepada kotamadya atas lahan yang sudah ada, dan menetapkan ketentuan sampai 50 persen subsidi dan pedoman untuk proyek perbaikan kampung (1928).

Komite mengajukan memorandum keterangan yang agak luas dan rancangan Ordonansi Pembentukan Kota pada 1938. Tujuan ordonansi tersebut untuk peraturan tata kota seyogyanya mengorganisasi konstruksi dan bangunan oleh pemerintah lokal dan pihak lain.

Ini untuk menjamin pembangunan perkotaan sesuai sifat sosial dan geografinya serta pertumbuhan yang diperkirakan. Pada 1939, Asosiasi Kepentingan Lokal mengadakan pertemuan untuk membahas rancangan. Lokakarya dihadiri banyak pakar perencanaan yang berpengalaman dari berbagai latar belakang.

Pengangkatan Karsten sebagai dosen perencanaan di Technische Hoogeschoon Bandung pada 1941 adalah langkah awal ke arah perluasan disiplin perencanaan, dan pengakuan atas kontribusi besarnya pada perkembangan perencanaan kota sebagai suatu profesi.

Namun, peristiwa politik yang terjadi di Eropa dan seluruh dunia, seperti pendudukan Jerman Belanda pada 1940 dan invasi Jepang ke wilayah koloni pada 1942, menghentikan perkembangan ini.

Perkembangan Setelah Perang

Revisi konfigurasi pemerintahan perlu dan tidak dapat dihindari setelah Perang Dunia Kedua berakhir, dan Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Meskipun tekanan politik internasional meningkat terhadap Belanda untuk meninggalkan Indonesia, pemerintah Belanda menolak Indonesia merdeka. Untuk saat ini, penyesuaian administratif terus dilakukan.

Letnan Gubernur Jenderal dan para menteri negara yang sekarang memimpin koloni, bukan lagi Gubernur Jenderal dan Direktur Kementerian. Penasehat yang berpusat di desentralisasi dihapus.

Setelah perang, sebagian besar negeri ini, terutama kota-kota, mengalami kekacauan. Akibatnya, pembangunan dan pemulihan baru diperlukan. Ini membutuhkan penelitian dan penetapan untuk masa depan, serta peninjauan kembali perkembangan terbaru.

Untuk mengatasi masalah yang signifikan ini, Departemen Transportasi dan Pekerjaan Umum diubah menjadi Departemen Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi. Itulah sekilas tentang sejarah Hari Tata Ruang Nasional 8 Oktober.

Artikel ini ditulis oleh Neshka Rizkita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads