Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (3/10/2023).
Sejumlah pasal dalam UU ASN membahas isu-isu penting terkait kesetaraan hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Berikut lima poin penting UU ASN yang telah resmi disahkan.
Poin-poin Penting UU ASN
Baca juga: Simak 7 Aturan Baru PNS yang Diatur RUU ASN |
1. Hak PPPK Setara PNS
Dilansir dari detikFinance, UU ASN menciptakan kesetaraan hak antara PNS dan PPPK seperti tertuang dalam Pasal 21 Bab VI tentang Hak dan Kewajiban. Pasal 21 ayat 1 berbunyi, pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa materiel dan/atau nonmateriel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hak-hak tersebut meliputi penghargaan dan pengakuan yang berasal dari penghasilan, penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, dan bantuan hukum.
"Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri atas: (a) jaminan kesehatan; (b) jaminan kecelakaan kerja; (c) jaminan kematian; (d) jaminan pensiun; dan (e) jaminan hari tua," bunyi pasal 21 ayat 6 dikutip dari Salinan Draft RUU ASN, Kamis (5/10/2023).
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengatakan UU ASN akan mewujudkan kesetaraan untuk PPPK. Salah satunya jaminan pensiun yang akan diberikan lewat skema defined contribution. Sebelumnya hanya PNS yang menikmati hak ini.
"Terkait kesejahteraan, PPPK dan ASN akan dijadikan satu sistem. Mereka juga dapat pensiun karena ke depan sistemnya defined contribution (iuran pasti)," kata Anas.
Defined contribution adalah suatu desain pensiun yang mengharuskan peserta menyisihkan sebagian penghasilannya untuk diinvestasikan dalam suatu instrumen investasi dan diakumulasikan selama masa kerja sampai dengan saat pensiun.
Dengan skema ini, peserta dapat membeli produk anuitas atau menerima pembayaran berkala dari saldo dananya. Manfaat yang diterima peserta merupakan akumulasi kontribusi peserta selama masa kerja dan hasil investasinya. Hal ini akan dibahas lebih detail lewat Peraturan Pemerintah (PP).
2. Instansi Pemerintah Dilarang Rekrut Tenaga Honorer
UU ASN juga mengatur larangan merekrut tenaga honorer bagi instansi pemerintah. Penataan terhadap tenaga honorer ini terus dilakukan hingga tenggat waktu akhir 2024.
"Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024, dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN," bunyi pasal 66 BAB XIV Ketentuan Penutup.
Ayat 3 pasal 65 UU juga menyebutkan pejabat yang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Apa Itu PPPK? Ini 5 Bedanya dengan PNS |
3. Honorer Berpeluang Besar Jadi PPPK
Anas mengungkapkan ada perluasan skema dan mekanisme kerja PPPK untuk menata tenaga honorer. UU ASN memastikan tidak akan ada PHK massal karena penataan honorer.
"Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN, yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal," ujarnya.
Opsi ini akan dibahas lebih detail dalam PP. Menurutnya, beberapa prinsip krusial yang akan diatur PP adalah tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Sebab, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan.
"Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN, kalau kita normatif, maka mereka tidak lagi bekerja November 2023. Disahkannya RUU ini memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kita amankan dulu agar bisa terus bekerja," terang Anas.
4. ASN Anggota Parpol Dipecat Tidak Hormat
UU ASN melarang tenaga ASN menjadi anggota partai politik (parpol). PNS maupun PPPK akan dipecat secara tidak hormat jika ketahuan menjadi anggota parpol. Seperti tertuang dalam pasal 52 UU ASN.
Pasal tersebut menjelaskan, pemberhentian bagi ASN terbagi menjadi dua jenis, yaitu permintaan sendiri dan tidak atas permintaan sendiri. Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan apabila pegawai ASN mengundurkan diri.
Sedangkan pemberhentian tidak atas permintaan sendiridilakukan apabila terjadi sejumlah kondisi. Ada 10 kondisi yang disebutkan di UU ASN dan poin urutan ke 10 atau urutan huruf j ialah menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik (parpol).
"Pemberhentian pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat," bunyi Pasal 52 Ayat 4.
Baca juga: Sederet Perbedaan PNS dengan PPPK |
5. ASN Mengisi Jabatan di Lingkungan TNI-Polri dan Sebaliknya
ASN diperbolehkan mengisi jabatan di lingkungan TNI dan Polri, dan sebaliknya TNI maupun Polri boleh mengisi jabatan ASN. Hal ini tertuang dalam Pasal 20 ayat 1, yang tertera dalam Bab V Bagian Ketiga tentang Jabatan Nonmanajerial.
Prajurit TNI ataupun anggota Polri dapat menduduki jabatan di lingkungan ASN, namun hanya untuk jabatan tertentu. "Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:(a) prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan (b) anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia," bunyi Pasal 19 Ayat 2.
Pengisian jabatan ASN tertentu oleh prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada instansi pusat dan diatur dalam UU tentang TNI dan UU tentang Kepolisian RI. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PP.
"Pengisian jabatan TNI dan Kepolisian RI oleh ASN dan sebaliknya bertujuan agar ASN, prajurit TNI, dan anggota Kepolisian RI memiliki keseimbangan dan kesetaraan dalam pengembangan karirnya berdasarkan Sistem Merit," bunyi keterangan dalam UU tersebut.
(irb/fat)