Ada Karmin dan Karmoisin, Ini Penjelasan Pakar Soal 2 Pewarna Merah Makanan

Ada Karmin dan Karmoisin, Ini Penjelasan Pakar Soal 2 Pewarna Merah Makanan

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 05 Okt 2023 19:41 WIB
9 Pantangan Makanan Penyakit Jantung, Daging Merah hingga Soda
Ilustrasi pewarna merah makanan dan dampaknya bagi kesehatan. (Foto: Getty Images/MarsBars)
Surabaya -

Ada dua jenis pewarna merah atau merah muda untuk makanan atau minuman. Yakni pewarna karmoisin dan pewarna karmin. Keduanya sering ditemui dalam komposisi makanan atau minuman yang berbahan utama susu atau yoghurt.

Ahli Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Dr Ir Annis Catur Adi MS menjelaskan perbedaan bahan makanan atau minuman dengan pewarna sintetis karmoisin dan karmin. Termasuk tentang dampaknya bagi kesehatan konsumen.

Pewarna Karmoisin

Tidak sedikit makanan atau minuman yang berwarna merah yang memakai pewarna Karmoisin. Yakni pewarna sintetis yang sering digunakan dalam industri makanan dan minuman yang dibuat dari bahan kimia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pewarna itu terbuat dari senyawa kimia dinatrium 4-hidroksit-3-(4-sulfunato-1-naftilazo)-1-naftalenasulfonat atau yang dikenal CI 14720. Secara fisik, karena merupakan pewarna kimia atau pewarna sintetis, saat dipakai terus menerus akan terakumulasi dan bisa berdampak buruk bagi kesehatan.

"Memang sudah ada bukti karmoisin secara ilmiah bisa memicu efek negatif kepada kesehatan jika digunakan dalam jangka waktu lama dan berlebihan. Karena ada fakta seperti itu harus ada pengganti. Maka salah satu pengganti yang selevel secara operasional, secara ekonomi hampir sama, akhirnya muncul karmin," kata Annis saat dihubungi detikJatim, Kamis (5/10/2023).

ADVERTISEMENT

Pewarna Karmin

Pewarna karmin sendiri diperoleh dari sejenis serangga cochineal yang saat ini digunakan untuk pengganti warna merah dari karmoisin. Secara ekonomis serangga cochineal lebih mudah dibudidayakan sehingga bahan pewarna ini bisa menjadi lebih murah.

Beberapa waktu lalu, karmin dipermasalahkan dari segi bahan. Meski MUI menyatakan halal karena masuk sejenis serangga seperti belalang, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur menyatakan dengan ijtihad berbeda meyatakan pewarna karmin itu halal karena dari bangkai serangga menjijikkan.

MUI menganggap serangga cochineal masuk kategori serangga yang darahnya tidak mengalir seperti belalang. Maka, kesimpulan yang diambil adalah karmin tidak haram dan boleh dipakai sebagai bahan pewarna makanan atau minuman.

"Tapi dari segi kehalalan dan keharaman menjadi masalah. Maka dikeluarkanlah keputusan dari MUI No 33 tahun 2014 tentang hukum pewarna makanan dan minuman dari serangga cochineal, bahwa bahan pewarna yang dipakai sekarang ini juga trend bahan kimia dan makhluk hidup baik nabati maupun hewani. Sekarang ini dari hewani," kata Annis.

"Oleh karena itu dilakukan telaah dan ditetapkan semacam fatwa daftar hukum pewarna makanan dari serangga cochineal hukumnya adalah halal sepanjang tidak membahayakan. Meski halal ada syaratnya ndak boleh terlalu banyak dan jika ada indikasi bahaya," tambahnya.

Mana yang Lebih Aman?

Kedua pewarna ini memiliki dampak pada kesehatan manusia. Terlebih bila dikonsumsi dengan jumlah berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Namun, salah satu dari bahan ini lebih aman digunakan.

"Kalau karmoisin kan sintetis, kimia. Kalau kimia tidak bisa dilakukan daur ulang, sehingga jika dikonsumsi dalam waktu lama bisa terjadi akumulasi. Kalau terjadi akumulasi artinya banyak bahan kimia yang disaring ginjal dan berpotensi mengganggu ginjal. Terlalu berat untuk bersih-bersih, karena tidak bisa diubah tapi didorong keluar dengan disaring," urainya.

Berbeda dengan bahan karmin, karena berasal dari makhluk hidup yang mudah diurai bila konsumsi relatif lebih aman dibandingkan dengan karmoisin yang berasal dari bahan kimia.

"Iya (lebih baik dari karmoisin), karena dari bahan organik, dari hewan. Tapi yang agak beda dari sisi kehalalan. Itu kalau dilakukan berlebihan apa pun menjadi tidak baik, tapi kalau dilakukan dalam batas normal, setiap hari juga ga masalah, karena organik, karena mudah mengurai. Tapi kalau sintetis nggak bisa. Memang lebih murah dibandingkan karmin, tapi dampak panjang juga bahaya," katanya.

Annis juga menyebutkan dampak yang bisa muncul akibat konsumsi kedua pewarna ini dalam jumlah banyak dan jangka waktu panjang. Salah satu yang bisa menetralisir kedua bahan pewarna itu adalah susu.

"Jika sudah terlanjur mengkonsumsi, pertama diare. Untuk mengurangi risiko bisa minum susu. Untuk mengikat kimia bisa diikat dengan asam lemak susu. Kalau tidak ada susu bisa minum air kelapa muda. Kalau merasa gangguan lebih lanjut segera konsultasi kepada ahlinya atau dokter," pungkasnya.




(dpe/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads