Fakta-fakta Kutukan Dusun Setono Kediri Larang Polisi hingga Priyayi Masuk

Fakta-fakta Kutukan Dusun Setono Kediri Larang Polisi hingga Priyayi Masuk

Hilda Meilisa Rinanda - detikJatim
Rabu, 23 Agu 2023 10:50 WIB
Viral dusun di Kediri larang masuk TNI Polri
Viral dusun di Kediri larang masuk TNI Polri hingga Priyayi BB (Foto: Andhika Dwi/detikJatim)
Surabaya -

Sebuah dusun di Kabupaten Kediri memasang papan larangan masuk bagi aparatur pemerintah, TNI, dan Polri. Disebutkan bahwa ada kutukan yang melatarbelakangi larangan polisi hingga priyayi masuk ke dusun tersebut.

Berdasarkan pantauan di lokasi, gapura dusun itu memang terpasang plakat berbahan marmer berbunyi 'Priyayi BB, aparatur pemerintah, TNI-Polri Dilarang Masuk'.

Berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan, plakat serupa terpasang di 2 RT yang ada di Dusun Setono. Yakni di RT 01 dan RT 02, yang sama-sama berada di wilayah RW 004.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut fakta kutukan Dusun Sentono Kediri larang polisi hingga priyayi masuk:

1. Sempat Viral di Medsos

Plakat larangan di dusun ini pun viral dan menjadi perbincangan di media sosial. Banyak yang bertanya-tanya kok bisa sampai ada larangan masuk bagi aparatur pemerintah hingga TNI/Polri di dusun itu?

"Kok ngeri men area kene? Enek sing ngerti sejarahe piye Nda? (Kok ngeri sekali area sini? Ada yang tahu sejarahnya bagaimana, Nda?" Sebut akun pengunggah video itu dilihat detikJatim, Selasa (22/8/2023).

ADVERTISEMENT

Hingga Senin (21/8), video berdurasi 43 detik yang menunjukkan gapura dusun itu telah ditonton sebanyak 2 juta kali itu telah dikomentari sebanyak 2.389 kali dan dibagikan sebanyak 7.027 kali.

Pemilik akun itu juga mempertanyakan berbagai kemungkinan akibat larangan tersebut. Bagaimana misalnya bila ada maling yang masuk ke sana, apakah polisi tetap tidak akan masuk? Dan sejak kapan aturan itu berlaku, juga turut dipertanyakan.

2. Ketua RT Sebut Larangan Ada Sejak Zaman Nenek Moyang

Tim detikJatim berbincang dengan Ketua RT 01, RW 4, Dusun Setono, Desa Tales, Johan. Dia membenarkan bahwa larangan itu memang ada di dusun tempat tinggalnya.

"Iya (larangan) itu benar," kata Johan.

Lantaran aturan itu sudah ada di dusun setempat, bahkan Johan belum lahir, maka papan larangan itu terus dilestarikan hingga saat ini. Menurut Johan, hal itu berkaitan dengan kepercayaan warga dusun setempat secara turun-temurun.

"Itu sudah ada sejak nenek moyang saya," imbuh Johan.

3. Ada Alasan Keramat di Balik Larangan Ini

Masyarakat di dusun itu memercayai larangan itu karena ada cerita rakyat yang melatarbelakangi aturan itu. Larangan itu menuntut siapa pun yang merupakan aparat pemerintah (ASN), TNI, dan Polri agar berhati-hati dan waspada saat memasuki jalan dusun itu.

Sebenarnya, kata Johan, dirinya dan juga warga setempat di dusun itu sama sekali tidak berniat untuk melarang masuk siapa pun aparat pemerintah maupun TNI-Polri.

Hanya saja, karena larangan itu sudah ada dan diwariskan secara turun-temurun di dusun itu, mau tidak mau tulisan di gapura itu tetap dibiarkan. Hal ini juga sebagai upaya meneruskan tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat.

"Jadi orang yang lewat sini, harus mengetahui memang lokasinya ini betul-betul dikeramatkan. Aparat dan sebagainya yang masuk ke wilayah sini agar supaya waspada dan hati-hati," jelas Johan.

Dusun itu dikeramatkan, karena berdasar kepercayaan setempat telah banyak yang menerima kutukan akibat melanggar larangan itu. Warga setempat percaya cerita rakyat yang menyebutkan para pejabat yang menantang masuk yang awalnya tidak sakit, namun tiba-tiba sakit hingga meninggal atau lengser dari jabatan.

Ada warga dusun yang jadi polisi, baca di halaman selanjutnya!

4. Priyayi BB juga Dilarang Masuk

Selain aparatur pemerintah, TNI, dan Polri sebenarnya ada pihak lain yang dilarang masuk ke Dusun Setono, Desa Tales, Kecamatan Ngadiluwi, Kediri. Mula-mula, larangan masuk ke desa itu sebenarnya hanya berlaku bagi kaum Priayi BB.

Suwadi (73), salah satu sesepuh Dusun Setono mengungkapkan bahwa larangan itu memang ada secara turun-temurun sejak nenek moyang. Warga percaya larangan itu sudah ada sejak era penjajahan Belanda.

Suwadi menyebutkan bahwa mulanya larangan itu khusus untuk Priayi BB saja. Dia sendiri mengaku tidak tahu secara pasti kenapa sejumlah pejabat pemerintah saat ini juga dilarang masuk ke lingkungan itu.

"Tulisan itu sudah ada sejak saya kecil, tapi cuma sebatas Priayi BB dilarang masuk. Tapi sekarang ada TNI, Polri, PNS itu yang saya kurang mengerti," kata Suwadi kepada detikJatim, Selasa (22/8/2023).

5. Penjelasan Soal Priyayi BB

Lantas apa yang dimaksud Priayi BB. Istilah itu termuat dalam plakat larangan berbahan batu marmer yang terpasang di gapura Dusun Setono di 2 wilayah RT, yakni RT 01 dan RT 02 di dalam lingkungan RW 004?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, priayi adalah orang yang termasuk lapisan masyarakat yang kedudukannya dianggap terhormat. Misalnya golongan pegawai negeri.

Suwadi pun menyebutkan bahwa akronim BB itu berasal dari istilah dalam bahasa Belanda yakni Binnenlands Bestuur. Istilah itu merujuk pada sebutan untuk 'pemerintahan dalam negeri' di era pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.

Dari sejumlah sumber yang dihimpun detikJatim, Binnenlands Bestuur memang kerap disingkat BB. Istilah lain untuk ini adalah Gewestelijk Bestuur yakni pemerintahan daerah yang menjadi bagian dari birokrasi pemerintah Hindia Belanda.

Kedua istilah itu muncul sejak pengambilalihan persatuan perusahaan Hindia Timur atau VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) oleh pemerintah Belanda pada 31 Desember 1799.

Sejak saat itu urusan pemerintahan Hindia Belanda di wilayah Nusantara saat itu ditangani oleh Gouvernement atau kegubernuran. BB maupun Gewestelijk Bestuur merupakan bagian itu.

Para pejabat dalam Binnenlands Bestuur saat itu di antaranya adalah Gouverneur atau Gubernur, Resident, dan Assistent-resident. Sedangkan yang dimaksud Priayi BB bisa jadi adalah orang-orang pribumi yang menjadi pegawai Binnenlands Bestuur.

"Warga memercayai kalau menantang masuk, para pejabat (Priayi BB) itu yang awalnya tidak sakit, tiba-tiba jadi sakit hingga berakhir meninggal. Atau bahkan pindah tugas. Ceritanya begitu," kata Suwadi.

6. Berasal dari Kutukan

Larangan masuk Dusun Setono, Desa Desa Tales, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri dipercaya bermula dari cerita rakyat tentang perempuan yang hatinya tersakiti. Konon, perempuan bernama Dewi Ambarsari itu yang mengeluarkan kutukan kepada semua Priayi BB.

Suwadi (73), mengungkapkan bahwa kepercayaan masyarakat itu bermula dari Dewi Ambarsari yang disakiti hatinya oleh pejabat tinggi saat itu, apakah di zaman penjajahan Belanda atau di zaman sebelum penjajahan Belanda.

Saking sakit hatinya, Dewi Ambarsari mengutuk siapapun pejabat pemerintah yang memasuki wilayah Dusun Setono akan mendapat musibah dan celaka. Perempuan itu mengeluarkan kutukan terhadap semua Priayi BB setelah hatinya disakiti oleh salah satunya.

Suwadi sendiri mengaku tidak secara lengkap memahami alur cerita itu. Namun, menurutnya, kisah Dewi Ambarsari itu sudah ada secara turun menurun, bahkan menurutnya telah banyak yang menerima akibat dari kutukan itu.

"Warga percaya kalau ada yang menantang masuk para pejabat itu awalnya tidak sakit tiba-tiba jadi sakit hingga berakhir meninggal. Atau bisa pindah tugas. Ceritanya begitu," katanya kepada detikJatim, Selasa (22/8/2023).

7. Warga Ada yang Jadi Polisi, Tapi...

Meski ada larangan demikian, ternyata warga dusun setempat ada yang berprofesi sebagai Anggota Polri dan ASN. Johan, Ketua RT 1, RW 4, Dusun Setono mengakui bahwa di lingkungan RW tempat dia bertugas ada beberapa warga yang berprofesi sebagai anggota Polri, ASN, bahkan TNI.

Warga yang bekerja sebagai ASN dan Polri itu merupakan warga asli dusun setempat. Mereka telah berkeluarga, tetap bekerja di institusi tempat mereka mengabdi, dan tetap tinggal di Dusun Setono.

"Ada. Beberapa (polisi) ada yang tugas dan dinas di Jawa Timur (Polda Jatim) dan Kediri (wilayah Polres Kediri). Juga ada yang ASN bahkan sampun purna beliau," kata Johan kepada detikJatim, Selasa (22/8/2023).

Johan menyebutkan bahwa warganya yang menjadi anggota Polri, TNI, maupun ASN itu memang bertolak belakang dengan larangan yang berlaku di dusun itu. Tapi mereka bukannya sengaja melawan larangan itu. Bahkan anak yang mendaftar Polri itu mendapat dukungan dari keluarganya.

Ternyata, kata Johan, sebelum anak itu mengikuti proses pendaftaran aparat militer, orang tua dan kerabat mereka lebih dulu melakukan sejumlah kegiatan. Mulai dari pengajian, doa bersama, hingga ritual tradisi di pemakaman sesepuh desa setempat.

"Jadi sebelum daftar pendidikan militer itu, pihak keluarga, kerabat, dan warga sekitar melakukan pengajian, doa bersama, dan ritual tradisi warga dusun ke pemakaman sesepuh desa," kata Johan.

Johan pun mengungkapkan bahwa di Dusun Setono itu ada sejumlah makam yang dianggap keramat oleh warga. Makam-makam dipercaya merupakan makam dari Raden Bagus Usman, Dewi Ambarsari, dan Makam Mbah Singomoyo.

Konon, para tokoh itu adalah mereka yang pernah melakukan tapa dan membabat daerah, yang kemudian meninggal dan dimakamkan di lokasi. Terutama Mbah Singomoyo yang dipercaya sebagai orang yang 'babat alas' alias orang yang mula-mula membuka desa dari sebelumnya hutan belantara.

Ketiga sosok yang makamnya dipercaya ada di Dusun Setono menjadi sosok yang dihormati dan dikeramatkan. Orang yang bertapa di ketiga makam itu konon akan ditemui sosok 'Singa' dari Mbah Singomoyo atau sosok cantik rupawan dari Dewi Ambarsari.

Halaman 2 dari 2
(hil/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads