Sebagian warga Desa Jipurapah, Plandaan, Jombang terpaksa memanfaatkan air Sungai Marmoyo untuk masak, mandi dan mencuci pakaian. Karena musim kemarau menyebabkan debit air tanah di desa terpencil ini berkurang.
Seperti yang dilakukan Sulhadi (65), warga Dusun/Desa Jipurapah. Ia rela berjalan kaki sekitar 1 Km untuk mengambil air di Sungai Marmoyo. Air sungai yang ia bawa pulang menggunakan jerigen tersebut untuk mandi dan mencuci pakaian keluarganya.
Sehari-hari untuk masak dan minum, lanjut Sulhadi, keluarganya menggunakan air dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Desa Jipurapah. Hanya saja selama musim kemarau, air bersih tidak mengalir setiap pukul 14.00/15.00 WIB. Sehingga tak cukup untuk mandi dan mencuci pakaian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya air (dari Pamsimas) mengalir terus, cuma kalau sudah jam 2-3 siang tidak mengalir airnya. Kalau musim kemarau mesti seperti ini," kata Sulhadi kepada wartawan, Selasa (8/8/2023).
Menurut Sulhadi, warga Dusun Jipurapah mengambil air dari Sungai Marmoyo menjadi pemandangan setiap hari selama musim kemarau. Warga biasa datang ke sungai pukul 09.00 dan pukul 15.00-18.00 WIB. Air sungai ini memang terlihat jernih.
"Kalau bisa dicarikan sumber air bersih yang besar," harapnya.
Begitu pula yang dilakukan Santik (40), warga Dusun/Desa Jipurapah. Ia juga memanfaatkan air Sungai Marmoyo setiap hari. Karena air bersih dari Pamsimas belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Menurutnya kekurangan air bersih terjadi sejak Juli 2023.
"Sejak bulan 7 mulai kekeringan karena tidak ada hujan sama sekali di sini. Kebutuhan mandi, masak dan mencuci pakaian kurang. Terpaksa ambil air dari sungai. Harapannya air bersih mudah, dapat mengalir ke rumah," terangnya.
Kepala Desa Jipurapah Hadi Sucipto menampik penduduknya kekurangan air bersih. Menurutnya, air bersih dari Pamsimas sejak 2021 sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya sejumlah 178 KK. Sumber air Pamsimas dari hasil pengeboran di hutan sekitar 700 meter dari desa terpencil ini.
Air lantas dialirkan ke rumah-rumah penduduk menggunakan pipa yang dilengkapi meteran. Setiap rumah harus membayar Rp 15-30 ribu per bulan untuk biaya perawatan. Nilai biaya perawatan tersebut tergantung pemakaian air bersih di setiap rumah.
"Alhamdulillah cukup untuk minum, masak dan mencuci, tidak kekurangan. Kalau untuk pertanian kurang. Para petani ngebor dari sungai pakai pompa air yang kecil," jelasnya.
Terkait fenomena warga Jipurapah yang masih memanfaatkan air Sungai Marmoyo, Hadi menilai karena mereka tidak membayar biaya perawatan Pamsimas. Sehingga debit air yang mengalir ke rumah mereka mengecil.
"Mungkin debitnya kecil tidak bayar biaya perawatan untuk beli setrum," ujarnya.
Supervisor Pusdalops BPBD Jombang Stevie Maria menuturkan hasil koordinasi awal dengan pemerintah Desa Jipurapah, musim kemarau menyebabkan debit air tanah di desa terpencil itu berkurang. Namun, ia memastikan kebutuhan dasar masyarakat, yakni untuk masak dan minum masih terpenuhi.
Oleh sebab itu, belum ada permintaan dari Pemerintah Desa Jipurapah terkait bantuan air bersih. "Hasil koordinasi awal kami, memang debit air tanah berkurang, tapi belum sampai mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, yakni masak dan minum," tandasnya.
(dpe/iwd)