Polemik mahalnya seragam hingga iuran yang ditarik SMAN Kota dan Kabupaten di Mojokerto dikeluhkan wali murid. Harga seragam hingga nilai iuran yang besar, tak sebanding dengan gaji mereka. Ini membuat mereka nekat mengutang di bank titil atau rentenir demi membayarnya.
Wali murid pelajar kelas XI di SMAN 2 Kota Mojokerto, ED mengaku harus mengutang di bank titil untuk membayar seragam sekolah anaknya. Ia menyebut, mahalnya harga seragam dan iuran sudah dirasakannya sejak tahun lalu saat anaknya masuk SMAN 2 Kota Mojokerto.
Biaya seragam sekolah untuk anaknya mencapai Rp 2.050.000. ED pun harus mengutang dan meminta sumbangan saudaranya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa melunasi seragam karena utang bank titil Rp 1 juta, cicilan Rp 120.000 per pekan selama 10 minggu. Sisanya minta sumbangan saudara-saudara," ungkapnya, Rabu (26/7/2023)
Dari hasil mengutang ini, biaya seragam sudah ia lunasi sebelum tahun ajaran 2022-2023. Namun, masalah lain datang menghampiri ED.
Orang tua siswa kelas XI ini menceritakan, dirinya juga harus membayar iuran Rp 450.000 untuk pendidikan karakter siswa dan Rp 1 juta untuk berbagai kegiatan siswa selama 1 tahun.
Ibu 3 anak ini mengaku penghasilannya yang rata-rata hanya Rp 1,5 per bulan, membuatnya keberatan membayar iuran tersebut. Tak ayal, ia baru bisa melunasi iuran itu di tahun ajaran 2023-2024. Itu pun setelah ia mendapatkan bantuan dari sebuah yayasan.
Tahun ini, keluhan ihwal iuran sekolah juga datang dari wali murid kelas X SMAN 2 Kota Mojokerto berinisial NG (55). Sebab, ia dikenakan iuran Rp 1.650.000. Namun, ia mengaku tidak menerima rincian tertulis peruntukan iuran tersebut dari pihak sekolah.
"Ada lagi iuran Idul Adha untuk tahun depan, SPP Rp 200.000, buku, pendidikan karakter Rp 450.000 dan macam-macam totalnya Rp 1.650.000. Jadi, tidak ada hitam di atas putih, tidak ada rincian," kata NG kepada wartawan.
Bagi NG, iuran tersebut sangat memberatkan dirinya. Pasalnya, sebelum masuk tahun ajaran baru 2023-2024, ia sudah membayar seragam untuk putrinya Rp 2.150.000. Namun, sebagai orang tua, mau tak mau ia harus berupaya membayarnya.
"Akhir bulan ini harus segera dibayar, tidak boleh dicicil. Anak kasihan kalau tidak bisa bayar, malu, mau tak mau orang tua mencarikan," terangnya.
NG berharap, Pemprov Jatim menertibkan sekolah yang masih menarik iuran dari para orang tua siswa. "Tolong ditertibkan, jangan sekolahan menjadi seperti lahan persawahan yang setiap tahun harus panen," cetusnya.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Candindik) Jatim Wilayah Kabupaten-Kota Mojokerto, Trisilo Budi Prasetyo akhirnya angkat bicara ihwal seragam sekolah dan iuran yang dikeluhkan para wali murid. Ia mengaku telah membuat kebijakan kepada semua SMA dan SMK negeri di Kota dan Kabupaten Mojokerto.
Kebijakan tersebut antara lain, seragam tidak wajib bagi siswa baru karena bisa memakai seragam dari SMP kalau masih bisa dipakai. Ia juga sudah memerintahkan kepada semua kepala sekolah agar tidak mewajibkan membeli seragam baru.
"Bagi siswa yang tidak mampu bisa dibantu dibebaskan antara lain sumbangan sukarela dan biaya kegiatan insidental sekolah," tandasnya.
(hil/dte)