Pengamat: Seragam Sekolah di Jatim Mahal karena Tak Ada Standar Harga

Pengamat: Seragam Sekolah di Jatim Mahal karena Tak Ada Standar Harga

Denza Perdana - detikJatim
Senin, 24 Jul 2023 18:39 WIB
Seragam sekolah SMA yang dikerjakan penjahit Tulungagung.
Seragam yang dikerjakan penjahit di Tulungagung. (Foto: Adhar Muttaqin/detikJatim)
Surabaya -

Problem seragam yang dijual sekolah negeri dari tahun ke tahun selalu sama. Masalahnya adalah harga yang terlalu mahal dibandingkan di pasaran. Kenapa hal itu bisa terjadi?

Pengamat Pendidikan Surabaya Isa Anshori menegaskan penyebabnya karena selama ini tidak ada regulasi khusus yang mengatur soal harga seragam yang dijual koperasi atau toko sekolah negeri.

"Sehingga lagi-lagi, dalam kasus ini, pemerintah harus hadir dalam bentuk regulasi. Terutama untuk sekolah-sekolah negeri," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah menurutnya harus hadir dengan membuat regulasi yang mengontrol standar harga seragam tertinggi yang dijual di sekolah.

"Seharusnya pemerintah punya standar harga. Apalagi untuk putih abu-abu itu kan standar sebetulnya. Kecuali seragam khusus seperti batik tidak bisa dicari di luar," katanya.

ADVERTISEMENT

Isa menyarankan pemerintah membuat regulasi harga maksimum itu supaya masyarakat bisa turut mengontrol permainan harga yang mungkin dilakukan oknum di sekolah.

"Tapi hari ini kan nggak. Satu sekolah dengan lainnya meski jenisnya sama, putih abu-abu misalkan, harganya bisa berbeda satu sama lain," ujarnya.

Dia tegaskan bahwa aturan seperti itu belum ada di dalam Peraturan Daerah, baik dari Pemprov Jatim yang mewenangi pendidikan SMA sedejat maupun pemkab/pemkot yang menaungi SD dan SMP.

"Aturan seperti itu belum ada dalam peraturan Daerah. Apalagi sekarang ini kan pembagian kewenangan, kalau dulu sebelum adanya UU 23/2014 semuanya kewenangan kabupaten/kota, nah itu kan lebih mudah kewenangan pemkab untuk mengatur itu," katanya.

Pria yan juga menjabat Ketua Bidang Data, Informasi, dan Litbang Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jatim itu mendorong Gubernur Jatim maupun bupati/wali kota untuk mengaturnya.

"Sekarang seharusnya tetap bisa diatur, misalnya untuk SMA kan gubernur bisa menyatur harga tertinggi (seragam) untuk setiap kabupaten/kota untuk seragam yang sama. Seperti UMK/UMR itu. Demikian juga SD dan SMP, Pemkab/Pemkot bisa mengatur harga tertingginya berapa," ujarnya.

Khusus untuk seragam SMA, Isa mengakui pasti akan ada perbedaan harga untuk masing-masing daerah. Ketentuan soal batas harga maksimal itu bisa mengacu pada estimasi yang ada.

"Mungkin Surabaya beda dengan di Pasuruan. Kalau di Pasuruan karena butuh ongkos transport dan sebagainya. Nah menurut saya harus ada regulasi yang jelas dan tidak memberatkan masyarakat," katanya.

Seragam mahal di Tulungagung potret dari penjualan seragam di daerah lain. Baca halaman selanjutnya.

Sebelumnya, Isa menyoroti tentang mahalnya harga di SMA Negeri yang ada di Tulungagung. Menurutnya, apa yang dikeluhkan wali murid di Tulungagung menjadi potret yang terjadi di sekolah negeri lain.

"Apa yang terjadi memang betul seperti di Tulungagung. Misalkan di Surabaya, ya. Di Surabaya itu untuk 4 setel seragam itu bisa 2.300.000. Itu bukan cuma 100 persen, tapi 200 persen lebih mahal dari di pasaran," ujarnya.

Dia menilai bahwa harga kain seragam itu memberatkan. Apalagi yang dibeli dari sekolah baru berupa kain. Orang tua siswa masih perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk menjahit seragam.

"Berupa kain, jahitkan lagi 4 setel bisa 800 ribu. Satu setelnya bisa 150 ribu-200 ribu. Sehingga praktis untuk 4 stel seragam orang tua harus menyediakan 3 juta. Belum lagi nanti buku," ujarnya.

Dia pastikan bahwa sangat banya orang tua wali murid yang merasakan hal itu tapi sebagian besar dari mereka dia sebut tidak berdaya.

"Jual beli sragam itu lumrah ya. Wali murid juga dibolehkan beli di luar. Tapi persoalannya begini. Orang bisa membandingkan ternyata harga yang dijual sekolah lebih mahal dari di luaran," ujarnya.



Hide Ads