Cerita Sedih Keluarga Miskin di Surabaya, Punya 6 Anak-4 Putus Sekolah

Cerita Sedih Keluarga Miskin di Surabaya, Punya 6 Anak-4 Putus Sekolah

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 15 Jun 2023 20:13 WIB
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat mengunjungi rumah keluarga Anam (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Nasib kurang beruntung dialami pasangan suami istri Choirul Anam (37) dan Yunita Puji Lestasti (37). Warga Bulak Rukem Timur II Nomor 14 B, Surabaya ini harus berdesak-desakan dengan 6 anaknya di sebuah rumah berukuran 1x2,5 meter.

Karena faktor ekonomi juga, 4 anaknya pun terpaksa harus putus sekolah. Keempat anaknya yang putus sekolah itu adalah Ferdi Rangga Pratama (18) putus sekolah pada saat SMP tahun lalu.

Lalu, kedua Rio Dwi Firmansyah (16) putus sekolah saat SD kelas 2, ketiga Ramadhan Kurniawan (12) putus sekolah saat SD. Dan terakhir Muhammad Zaki (10) yang harus putus sekolah saat TK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara anak kelima Nabila Choirun Nisa (7) baru akan memasuki sekolah SD pada tahun ajaran baru nanti dan dibantu Dispendik Surabaya. Kemudian anak terakhir Renita Alishba Afhsin baru berusia 1 tahun. Dan kini, Yunita sendiri tengah mengandung anak ketujuh dengan usia kandungan 8 bulan.

Ferdi, anak pertama Yunita ini menceritakan, jika ia putus sekolah saat SMP kelas 1, semester 2. Ia tak lagi bisa melanjutkan pendidikannya karena ekonomi dan jarak rumah dengan sekolah yang jauh, yakni di SMPN 18 Surabaya.

ADVERTISEMENT

"Putus sekolah karena biaya dan kejauhan. Waktu pendaftaran SMP ibu sama ayah pergi di desa 7 bulan, yang daftarkan sekolah bude. Waktu itu ikut zoom, pas sudah tatap muka, ga punya kendaraan, jarak tempuhnya jauh," cerita Ferdi saat ditemui detikJatim di rumahnya, Kamis (15/6/2023).

Mulanya ia sempat dibantu oleh bibinya dipesankan ojek online untuk sekolah. Namun karena pandemi COVID-19, bibinya kena PHK dan akhirnya putus sekolah. Ia juga sempat diberikan bantuan oleh sekolah.

"Dikasih sekolah sepeda harga Rp 300 ribu disuruh beli sendiri, tapi gak dapat (sepedanya) akhirnya putus sekolah. Sekolah membantu. Buku, seragam gratis. Tapi telat sekolah, masuk SD umur 9," ujarnya.

Kini ia bisa kembali melanjutkan pendidikannya. Karena dirinya sendiri dan Pemkot Surabaya memberikan bantuan untuk kejar paket.

"Kejar paket B inisiatif sendiri dan difasilitasi pemerintah. Pingin sekolah, cuman karena kendala jarak, terpaksa berhenti," katanya.

Sementara Yunita mengatakan tahun ini keluarganya baru masuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga bisa mendapatkan bantuan dari pemkot.

Saat anak-anaknya putus sekolah, Yunita tak tinggal diam. Ia mengajukan sebagai MBR beberapa tahun agar mendapat bantuan, namun penuh. Tahun ini ia baru tercatat sebagai MBR.

"Baru ini ada yang datang di pemkot, tetangga yang lapor. Dulu pernah ke kelurahan, tapI KTP saya ga terdaftar MBR. Sekarang terdaftar keluarga miskin (gamis). Tahu semua RT, RW kalau anak-anak ga sekolah, tapi kata kelurahan tunggu MBR keluar," kata Yunita.

Suaminya sendiri saat ini sedang sakit sehingga tidak bisa bekerja. Sebelumnya bekerja menjadi tukang odong-odong, karena pandemi COVID-19, berhenti dan ngamen hingga sebelum sakit.

Penghasilan yang didapat untuk kehidupan sehari-hari, Yunita berjualan lontong mie. Sehari ia mendapat Rp 40 ribu untuk makan bersama 7 anggota keluarga di rumahnya.

"Anak pertama sudah daftar paket mulai Jumat besok. Mau kerja nyapu di pemkot," ujarnya.

Kondisi keluarga Choirul Anam rupanya mendapat perhatian dari Pemkot Surabaya. Bahkan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama istrinya Rini mendatangi langsung rumah Anam dengan membawa 2 sepeda ontel, lemari plastik, 2 kasur tumpuk hingga sejumlah mainan anak.

Eri juga meminta Yunita dan Choirul untuk tidak lagi menambah anak setelah anak ketujuhnya sudah lahir. Agar tidak semakin kesulitan, khususnya saat menyekolahkan anaknya.

"Saya juga bilang sama bapake mandeg (setop), melok (ikut) KB. Jadi ibunya juga steril. Ini mengajarkan ke warga Surabaya, jangan banyak anak kalau gak bisa nyekolahin, terus gimana nanti kalau besar," kata Eri.

Untuk anak-anaknya yang putus sekolah dan akan sekolah, sudah dibantu kejar paket. Eri menegaskan putus sekolah juga karena kemauan sang anak.

"Bukan tidak sekolah, tapi dianya (anak) yang gak mau (sekolah). Berarti motivasi orang tuanya yang gak bisa, padahal KSH dan PKK datang terus. Bantuan ada sepeda buat anaknya sekolah, kasur biar tidak lagi tidur di lantai, pekerjaan untuk bapake, anake sekolah sik," tandas Eri.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads