Dosen FK Unusa yang juga psikiater RSI Jemursari dr Hafid Algristian SpKJ menyebutkan bahwa ada beberapa perilaku seks menyimpang yang bisa dikaitkan dengan kasus pria berkostum BDSM di Malang itu.
Dokter Hafid menyebutkan bahwa perilaku itu bisa jadi tergolong ekshibisionisme. Hanya saja, bila itu adalah perilaku ekshibisionisme, yang tidak wajar adalah tidak adanya objek atau orang yang disasar oleh pria tersebut.
Dia jelaskan bahwa perilaku menyimpang ekshibisionis seperti memamerkan alat vital biasanya tetap dilakukan di depan umum. Syarat itu yang menurut Hafid tidak terpenuhi dalam kasus pria BDSM di Malang.
Ada satu lagi perilaku yang pernah terjadi beberapa tahun lalu yang bisa dikaitkan dengan fenomena pria berkostum BDSM di Malang. Yakni kasus fantasi seks di alam. Di mana seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan berada di alam terbuka.
"Memang ada perilaku seksual lain seperti bersenggama dengan alam. Ini ada tapi sangat jarang. Ada beberapa aliran tertentu yang perilakunya seperti tidur telanjang di alam terbuka, menggesekkan alat kelamin di permukaan tanah atau tanaman," katanya kepada detikJatim, Rabu (7/6/2023).
Menurut Hafid, masih ada sejumlah kemungkinan tentang perilaku pria berkostum BDSM yang membuat takut wisatawan di Coban Glotak, Malang. Bisa ekshibisionis, bisa fantasi seks dengan alam, atau kecenderungan lainnya.
"Itu (fantasi seks dengan alam) sempat muncul beberapa tahun lalu. Apakah kasus ini seperti itu? Kalau tidak ada lawan seks bisa jadi eksibisionisme atau juga bisa jenis fantasi seks lain," urainya.
Sebelumnya, Hafid menyatakan bahwa masih banyak pertanyaan yang harus diperjelas dalam kasus pria BDSM di Coban Glotak. Salah satunya, apakah tindakan itu atas inisiatif sendiri atau ada hal-hal lainnya?
"Sempat ditanya-tanyai oleh wisatawan yang datang, ini sudah lumayan viral, ternyata tidak ada jawaban memuaskan. Katanya diputus pacar, kalau mau balikan harus pakai pakaian itu. Tapi, saat ditanya-tanya lagi, jawabannya muter-muter," katanya.
Menurutnya, belum banyak keterangan yang bisa digali dari pria itu. Untuk mengetahui apakah itu suatu perilaku untuk memuaskan diri sendiri, Hafid mengaku perlu lebih dulu mencari pola perilakunya.
Apakah pria itu sudah pernah melakukan itu di masa lampau dan mengulang kembali dengan hal yang sama? Jika demikian, menurutnya pola perilaku memakai kostum BDSM itu bisa dianggap untuk meraih fantasi.
"Dia kan disuruh mantan pacarnya menggunakan pakaian itu. Ini menimbulkan pertanyaan. Terkadang kita mau melakukan apa saja untuk orang yang kita cinta kembali lagi. Jika berani malu, mungkin ya namanya orang jatuh cinta dan bisa saja melakukan itu. Tapi kan tidak terkonfirmasi bagaimana mantan pacarnya tahu jika dia sudah melakukan itu? Jadi kasus ini masih banyak pertanyaan," jelasnya.
Menurutnya, jika seseorang mempunyai fantasi seksual BDSM selalu bisa ditebak bahwa di masa lalu pasti ada pola yang pernah dilakukan. Bila pemuasan fantasi seksual itu diimbangi dengan perilaku berulang, barulah hal itu bisa disebut penyimpangan seksual.
"Karena ketika orang membayangkan apa yang difantasikan awalnya takut, gelisah, bingung. Tapi kalau sudah melakukan perilaku seksual itu dan merasakan kenikmatannya, ditambah ada pola berulang, maka ada kemungkinan itu mengarah ke penyimpangan seksual," ujarnya.
Dari sisi psikologis terkait BDSM, "S"nya ialah submissive, atau orang yang menikmati didominasi. Menjadi tidak dominan dalam aktivitas seksual justru bisa memberikan suatu rangsangan seksual kepadanya. Misalnya saat diperlakuan kasar oleh lawan seksualnya. Bahkan perlakuan kasar itu tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara verbal.
Hafid mengaku belum bisa mengambil kesimpulan. Dia harus memiliki sejumlah bukti bahwa dari sisi fantasi dia melakukannya di masa lalu, atau cenderung berbuat sama berulang untuk memuaskan fantasinya.
(dpe/dte)