Pencinta tinju di Surabaya pernah kecewa ketika Andrian Kaspari kalah technical knock out (TKO) di ronde ke-3 saat bertanding dengan Tim Austin, petinju asal AS dalam perebutan sabuk emas IBF Intercontinental kelas Bantam di Las Vegas pada 30 Mei 1998. Tapi bagi Sang Petinju, momen itu tetap membanggakan.
Itu adalah kali kesekian dirinya berdiri di atas ring tinju profesional melawan petinju dari negara lain sejak debutnya pada 1993. Beberapa di antara pertandingan melawan petinju luar negeri itu bahkan berhasil dia menangkan tidak hanya TKO tapi juga knock out (KO).
"Selama ikut tinju Saya sukanya, ya pas main melawan orang luar negeri terus ditayangkan di TV. Pernah juga beberapa kali main di luar negeri saat itu. Ya, teringat sampai sekarang," ujarnya kepada detikJatim, Senin (15/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga Rungkut Wonorejo Surabaya itu berkisah awal mula dirinya mengenal tinju dari almarhum ayahnya, Kaspari yang juga legenda tinju Surabaya di era 60-an. Saat masih belia dia mendapat suguhan tontonan tinju di sejumlah media dan juga menonton pertandingan secara langsung.
"Saat itu saya langsung jatuh cinta dan bertekad akan jadi petinju," katanya.
"Kemudian saya dilatih ayah saya dan dijadikan penerusnya di dunia tinju."
Andrian berkarier di dunia tinju profesional selama 10 tahun di Sasan Pirih Boxing Camp. Selama itu ia telah meraih sejumlah prestasi baik nasional maupun internasional. Dia juga pernah mengikuti kejuaraan IBF Intercontinental, bahkan WBF Intercontinental.
Hingga dia saksikan sendiri semarak tinju di Kota Pahlawan yang semakin surut. Disusul makin redupnya tayangan pertandingan tinju di televisi nasional karena berbagai alasan termasuk tontonan penuh kekerasan.
"Pas zaman keemasannya dulu, tinju itu muncul di Indosiar, lalu disusul di RCTI sekitar tahun 1996 sampai 1997. Lama-kelamaan pudar sampai sekarang akhirnya benar-benar nggak ada lagi," paparnya.
Dia pun memutuskan pensiun pada 2003, ketika gairah tinju di Kota Pahlawan benar-benar mencapai titik terendah. Dia sendiri melihat sudah tidak ada harapan lagi bagi tinju saat itu.
"Setelah 3 bulan vakum nggak naik ring tinju itu akhirnya saya menikah. Setelah menikah istri tidak lagi mengizinkan saya untuk masuk lagi di ring tinju, meskipun paman saya sempat bikin sasana Kaspari Boxing Camp yang nggak bisa bertahan lama," katanya.
Lampiaskan rindu dengan menonton pertandingan tinju di YouTube. Baca di halaman selanjutnya.
Sementara, di awal-awal dirinya pensiun, Andrian sendiri sempat kebingungan harus mencari pekerjaan seperti apa. Maka ia mulai menjalani sejumlah pekerjaan yang memang mengandalkan otot, salah satunya sebagai penjaga keamanan kafe hingga menjadi penagih utang alias debt collector.
"Akhirnya saya jalani apa adanya, kerja seadanya, dulu pernah ikut jadi keamanan di kafe, juga bagian penagihan di BPR dan sekarang bagian keamanan di Lapangan Thor," ujar Andrian.
Dia tidak bisa memungkiri bahwa tinju pernah menjadi bagian dari hidupnya. Meski telah pensiun, apalagi pekerjaan yang dia jalankan masih berkaitan dengan otot, dia masih sering menjalankan latihan di rumah. Bahkan sampai saat ini dia mengaku masih hafal teknik-teknik pukulan.
"Ya kalau teknik pukulan seperti jab dan upper cut seperti itu masih hafal sampai sekarang. Cuma kalau disuruh latihan atau sparing, ya, tenaganya sudah nggak seperti dulu lagi," katanya lalu terkekeh.
Pegawai Honorer Pemkot Surabaya itu mengaku saat ini sudah tidak terpikir lagi untuk bisa naik ke ring tinju. Bahkan bila mendapatkan tawaran untuk menjadi pelatih, dia akan berpikir berulang kali. Kini dia hanya bisa melampiaskan gairah tinju dengan menonton pertandingan tinju di YouTube.
"Namanya juga petinju, sekarang kalau kangen ya cuma bisa lihat pertandingan tinju di YouTube. Masih sering sampai sekarang," katanya.
Sekadar mengingatkan, Surabaya pernah menjadi Kota Tinju. Maraknya sasana tinju sempat menjadikan Surabaya dan Malang menjadi barometer tinju di tanah air. Tapi kejayaan tinju di Surabaya itu telah pudar mulai 2012 silam hingga hampir sudah tidak ada sasana tinju yang bisa bertahan.
Para pemilik sasana terpaksa menutup tempat pembibitan tinju karena sepinya pertandingan. Para pegiat tinju di Kota Pahlawan pun menjual otot agar bisa tetap bertahan hidup. Profesi yang tidak jauh dari keahlian mereka adalah menjadi penagih utang alias debt collector.
Ketua Asosiasi Petinju Indonesia (API) Jatim Nouke Norimarna menyebutkan bahwa sejak ring tinju Indonesia semakin surut, tak sedikit petinju yang beralih profesi menjadi debt collector, sekaligus tidak jarang beririsan dengan tindak pidana.
Nouke menyebutkan setidaknya ada 15 petinju profesional asal Surabaya yang pernah mencapai masa kejayaan. Dahulu mereka pernah berprestasi di kancah nasional hingga internasional. Tapi begitu ring tinju semakin surut, mereka terpaksa beralih profesi.
"Yang pasti, lebih dari 15 atlet. Surabaya sendiri aja lebih dari 10, kalau Jatim ya banyak banget. Ada yang beruntung jadi dosen dan pengusaha. Ada yang tidak beruntung jadi kuli bangunan, bongkar muat, jual tempe tahu, sampai debt collector," kata Nouke kepada detikJatim, Senin (15/5/2023).