Viral aksi penggerudukan RS Premier Surabaya oleh sekelompok orang. Mereka tidak terima rumah sakit tersebut menolak pasien hingga membuat sang pasien meninggal dunia. Kini, kasus ini telah berujung damai. Begini perjalanan kasusnya!
Ada Dua Video Penggerudukan yang Viral
Aksi ini terungkap lewat video viral. Ada dua video terkait kejadian tersebut. Video pertama memperlihatkan sekelompok orang masuk ke arah sebuah rumah sakit. Dua polisi tampak berlari ke arah massa. Suara dalam video itu menyebut rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Premier.
Video kedua memperlihatkan sejumlah orang di pintu masuk parkiran Rumah Sakit Premier. Mereka berteriak dengan suara keras. Terlihat beberapa polisi mengenakan rompi ada di lokasi. Narasi dalam video itu tertulis 'biaya elit penanganan sulit'. Peristiwa itu terjadi pada Kamis (27/4) di Rumah Sakit Premier.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya. Kejadiannya Kamis (27/4) kemarin di RS Premier," ujar Kapolsek Sukolilo Surabaya Kompol M. Soleh kepada detikJatim, Sabtu (29/4/2023).
Awal Mula Kejadian
Soleh memaparkan, kejadian yang berlangsung pada Kamis (27/4) itu berawal saat Selasa (25/4) keluarga Peter Manuputty datang ke UGD RS Premier Surabaya untuk meminta pertolongan setelah Peter terkena serangan jantung.
Namun dengan alasan UGD penuh, pihak rumah sakit diduga menolak pasien Peter. Keluarga kemudian membawa Peter ke rumah sakit lain. Namun sayang, Peter dinyatakan meninggal. Merasa tak terima dengan penolakan tersebut, keluarga dan kerabat Peter pun meluruk RS Premier pada Kamis.
Kompol M.Soleh mengatakan, massa sempat ditemui dan diajak berdialog oleh pihak RS pada Kamis sore. Namun emosi beberapa orang tak terbendung ketika pertemuan berlangsung.
"Itu dari perwakilan almarhum yang dugaannya tidak terima dengan penolakan rumah sakit," kata Soleh.
Polisi sendiri mendengar kejadian itu dan segera melakukan pengamanan. Sebanyak 100 personel kepolisian dikerahkan untuk mengamankan aksi tersebut. Puluhan orang ini menyudahi aksinya setelah pihak rumah sakit menjanjikan pertemuan lanjutan pada Sabtu (29/4/2023).
RS Minta Maaf
Lalu pada Sabtu (29/4) dilakukan mediasi kedua. Mediasi ini antara keluarga Peter, kerabat, dan pihak rumah sakit. Usai mediasi, Rumah Sakit Premier Surabaya meminta maaf terkait viralnya penolakan pasien yang akhirnya meninggal. Penolakan itu disebut membuat kerabat dan keluarga pasien tak terima dan meluruk RS Premier.
Direktur RS Premier Surabaya dr.Hartono Tanto mengaku ada kekhilafan dalam melayani pasien kala itu. Menurut Hartono, hal itu karena kekhilafan semata.
"Saya mewakili manajemen RS Premier Surabaya mohon maaf sekali yang sebesar-besarnya atas pelayanan yang tidak baik terhadap almarhum Peter Manuputty. Kami tidak melakukan defence apapun karena menurut kami itu hal yang sudah terjadi, saya tulus hati dan rendah hati memohon maaf yang sebesar-besarnya," ujar Hartono saat dilakukan mediasi dengan keluarga pasien di RS Premier, Sabtu (29/4/2023).
"Sejujurnya, saya tidak tahu kondisi bapak. Bisa ada 2 kemungkinan. Mohon maaf, bisa tidak tertolong atau yang kedua bisa tertolong dan saya tidak mau berandai-andai, sesuai ilmu kedokteran bisa selamat tapi kondisinya seperti itu," imbuh Hartono.
Kasus ini akhirnya berakhir damai. Baca di halaman selanjutnya!
RS Akui Kesalahannya
Hartono mengaku tidak akan tinggal diam. Hartono menegaskan pihaknya tetap memproses secara internal perihal dokter dan suster yang melayani kala itu.
"Prosesnya ini kan juga sudah berlangsung, apa yang terjadi itu kan yang jelas saya lakukan sesuatu agar pelayanan masyarakat agar lebih baik dan saya akan bertanggungjawab. Ada proses panjang, untuk dokter jaga awalnya memang tidak boleh di IGD, namun sampai terlatih dan paham betul, dokter Leo (yang menangani Peter Manuputty saat kritis) adalah dokter yang mampu untuk itu. Memang, saya akui kami bisa khilaf, tapi niat untuk buruk mungkin tidak," lanjut Hartono.
Hartono lantas menganalogikan dokter tersebut bak prajurit perang. Sehingga, ketika karyawan ada kekhilafan, pimpinan tentu akan turun tangan.
"Artinya, saya tidak mau membawa ini sebagai kesalahan pribadi, tidak ada tentara yang salah, tapi jenderalnya yang salah," jelas Hartono.
Istri Pasien Jabarnya Kondisi Suaminya
Istri pasien, Lisa Manuputty mengaku menerima permintaan maaf dari pihak RS Premier Surabaya. Namun, Lisa menjabarkan terlebih dulu kronologi yang ia alami kala itu dalam mediasi tersebut.
"Saat itu, suami saya di rumah saturasi 60, kalo heart attack ada golden periode, penanganannya harus sekian detik, bukan menit. Pas itu, kondisi bapak (Peter) kepala di tengah saat dalam mobil, lalu saya bilang ke suster agar segera ditangani. Lalu pintu dibuka, suster bilang posisi melintang lalu saya masuk dan suster ambil temperatur dan ambil stiker, saya bilang ke suster saturasi 60 dan balik ke dalam sekitar 1 menit dalam posisi pintu terbuka," ungkap warga Medokan Semampir itu.
Lisa menerangkan suster yang menerimanya kala itu menyatakan bed atau kapasitas ruangan pasien penuh. Sehingga, tidak bisa melayani Peter. Lantas, Lisa tetap meminta ke suster agar segera ditangani. Namun, suster tetap menolak dan menyatakan tidak bisa.
"Pak Peter meninggal Selasa (25/4). Pas mediasi pertama oleh dokter Leonardo saat itu, kalau memang meninggal ya sudah tidak apa-apa, asal dapat pertolongan lebih dulu. Kalau sudah ditolak dari depan, menurut saya tidak manusiawi sama sekali. Lalu Pak Peter dianggap apa, padahal saya sudah sampaikan ke suster dan disambungkan ke dokter jaga, otaknya di mana gitu loh," jelas Lisa.
Kendati demikian, Lisa mengaku tidak pernah menyalahkan siapa pun perihal kematian Peter Manuputty. Menurut Lisa, suaminya memang sudah dalam waktu yang terbaik untuk meninggal dunia.
"Ada rencana indah untuk pisah dengan Bianca (anak kandung Peter). Tapi, sebagai istri melihat suami dalam keadaan semaput lalu ditolak, itu tidak bisa secara nalar, karena ini suster pasti dapat informasi bahwa tidak bisa ditangani dari dokter jaga," tuturnya.
Kasus Berakhir Damai
Permasalahan antara keluarga pasien dan RS Premier Surabaya berakhir damai. Kedua belah pihak telah saling memaafkan. Istri pasien, Lisa mengaku telah menerima permohonan maaf yang sudah disampaikan oleh manajemen RS Premier Surabaya. Menurut Lisa, keluarga sudah damai dengan RS.
Maka dari itu, Lisa memastikan sudah tak mau memperpanjang dan membuat masalah kian gaduh. Sebab, pihaknya telah menerima hal itu dengan lapang dada dan hati yang besar.
"Kami tidak ada dendam dengan Premier, apakah saya mau menuntut atau proses hukum atau memidanakan, tidak ada dari pihak keluarga. Kami cukup puas diterima oleh penerimaan dan pertanggungjawaban anda (Hartono) sebagai kepala, kami sudah lega. Kami memang mendapatkan klarifikasi dari bapak. Jadi, kalau ada tuntutan dan kisruh-kisruh, itu bukan dari pihak keluarga," kata Lisa.
"Kalau memang pada mediasi pertama kami penuh emosi dan ada kerabat serta keluarga yang berasumsi Peter meninggal saat perjalanan, akhirnya melimpahkan kekecewaan mereka bahwa Premier ini penyebabnya, sedangkan dari keluarga ya mungkin sudah jalan Tuhan tapi tindakan penolakan itu yang tidak bisa kami terima. Jadi intinya sudah selesai dan terimakasih," tutup Lisa.
Kapolsek Sukolilo Kompol M.Soleh mengatakan mediasi yang dilakukan kedua belah pihak berakhir damai. Usai kegiatan tersebut, massa yang ada di luar membubarkan diri tanpa ada kegaduhan seperti halnya Kamis (27/4/2023) kemarin.
"Alhamdulillah berjalan kondusif, kedua pihak saling berdamai dan memaafkan, sudah tidak ada lagi selisih paham dari keduanya," kata Soleh.