Sebuah video viral menunjukkan Rumah Sakit Premier Surabaya diserbu puluhan massa sambil marah-marah. Pemicu peristiwa yang menghebohkan itu karena rumah sakit swasta di Surabaya timur telah menolak seorang pasien yang mengalami serangan jantung hingga akhirnya pasien itu meninggal.
Peristiwa penyerbuan rumah sakit itu terjadi pada Kamis (27/4). Kejadian itu merupakan buntut dari meninggalnya pasien bernama Peter Manuputty. Keluarga Peter membawa pria itu ke UGD RS Premier Surabaya pada Selasa (25/4) tapi ditolak dengan alasan kapasitas tempat tidur RS Premier penuh.
Setelah ditolak, keluarganya membawa Peter ke rumah sakit lain. Tetapi sayang, Peter dinyatakan meninggal. Karena merasa tak terima dengan penolakan RS Premier, keluarga dan kerabat Peter menyerbu rumah sakit swasta tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi yang mendengar terjadinya peristiwa itu segera melakukan pengamanan. Sebanyak 100 personel kepolisian dikerahkan mengamankan aksi itu. Puluhan orang ini menyudahi aksi setelah pihak rumah sakit menjanjikan pertemuan mediasi.
Kapolsek Sukolilo Surabaya Kompol M Soleh mengatakan saat peristiwa itu terjadi massa sempat ditemui dan diajak berdialog oleh manajemen RS Premier. Tetapi emosi sejumlah orang tak terbendung saat pertemuan berlangsung.
Dalam video yang viral itu sejumlah orang terlihat mengamuk karena tak terima dengan keterangan yang disampaikan manajemen rumah sakit. Terlihat di video seorang pria melempar botol air mineral ke arah manajemen RS.
"Benar, itu kejadiannya Kamis (27/4) kemarin, sudah dimediasi juga oleh pihak RS," kata Soleh saat dikonfirmasi detikJatim pada Sabtu (29/4/2023).
Pertemuan yang dijanjikan pun dipenuhi oleh RS Premier. Keluarga Peter, kerabat, dan perwakilan RS Premier melakukan mediasi kedua. Saat itulah pihak RS Premier menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Peter.
![]() |
Direktur RS Premier Minta Maaf, Sebut Jenderal yang Salah
Direktur RS Premier Surabaya dr Hartono Tanto mengaku ada kekhilafan dalam melayani pasien Peter Manuputty. Dia mengungkapkan bahwa apa yang dianggap penolakan oleh keluarga Peter terjadi karena kekhilafan semata.
"Saya mewakili manajemen RS Premier Surabaya mohon maaf sekali yang sebesar-besarnya atas pelayanan yang tidak baik terhadap almarhum Peter Manuputty. Kami tidak melakukan defence apapun karena menurut kami itu hal yang sudah terjadi, saya tulus hati dan rendah hati memohon maaf yang sebesar-besarnya," ujar Hartono di hadapan keluarga Peter, Sabtu.
Hartono mengaku tidak akan tinggal diam. Dia tegaskan bahwa pihaknya tetap akan memproses secara internal perihal dokter dan suster yang melayani pada saat peristiwa yang melukai hati keluarga Peter itu terjadi.
"Prosesnya ini kan juga sudah berlangsung, apa yang terjadi itu kan yang jelas. Saya lakukan sesuatu agar pelayanan masyarakat agar lebih baik dan saya akan bertanggung jawab. Ada proses panjang, untuk dokter jaga awalnya memang tidak boleh di IGD sebelum terlatih dan paham betul. Dokter Leo (yang menangani Peter Manuputty saat kritis) adalah dokter yang mampu untuk itu. Memang, saya akui kami bisa khilaf, tapi niat buruk mungkin tidak," lanjutnya.
Hartono pun kemudian menganalogikan bahwa dokter bersangkutan bak prajurit dalam perang. Sehingga, ketika prajurit melakukan kekhilafan selalu jenderalnya harus disalahkan.
"Artinya, saya tidak mau membawa ini sebagai kesalahan pribadi. Tidak ada tentara yang salah, tapi jenderalnya yang salah," tandas Hartono.
Perdamaian keluarga dan RS. Baca di halaman selanjutnya.
Istri Almarhum Ungkapkan Perdamaian
Istri Almarhum Peter Manuputty, Lisa Manuputty mengaku menerima permintaan maaf dari pihak RS Premier Surabaya. Namun, Lisa sempat menjabarkan kronologi peristiwa yang telah dia alami bersama keluarganya pada Selasa.
"Saat itu, suami saya di rumah saturasi 60. Kalo heart attack ada golden periode, penanganannya harus sekian detik, bukan menit. Pas itu, kondisi bapak (Peter) kepala di tengah saat di mobil, lalu saya bilang ke suster agar segera ditangani. Lalu pintu dibuka, suster bilang posisi melintang lalu saya masuk dan suster ambil temperatur dan ambil stiker, saya bilang ke suster saturasi 60 dan balik ke dalam sekitar 1 menit dalam posisi pintu terbuka," ujar Lisa.
Warga Medokan Semampir itu menerangkan bahwa suster yang menangani saat itu menyatakan bahwa tempat tidur atau kapasitas ruangan pasien di UGD penuh. Karena itu sang suster menyebutkan rumah sakit tidak bisa melayani Peter. Lisa tetap meminta suster agar suaminya segera ditangani, tapi suster tetap menolak dan menyatakan tidak bisa.
"Pak Peter meninggal Selasa (25/4). Pas mediasi pertama oleh dokter Leonardo saat itu, kalau memang meninggal ya sudah tidak apa-apa, asal dapat pertolongan lebih dulu. Kalau sudah ditolak dari depan, menurut saya tidak manusiawi sama sekali. Lalu Pak Peter dianggap apa? Padahal saya sudah sampaikan ke suster dan disambungkan ke dokter jaga. Otaknya di mana gitu loh," tegas Lisa.
![]() |
Meski demikian Lisa mengaku telah menerima permohonan maaf yang telah disampaikan manajemen RS Premier Surabaya. Menurut Lisa, keluarga sudah damai dengan RS. Karena itu Lisa memastikan sudah tak mau memperpanjang dan membuat masalah kian gaduh. Sebab, pihaknya telah menerima hal itu dengan lapang dada dan hati yang besar.
"Kami tidak ada dendam dengan Premier, apakah saya mau menuntut atau proses hukum atau memidanakan, tidak ada dari pihak keluarga. Kami cukup puas diterima oleh penerimaan dan pertanggungjawaban anda (Hartono) sebagai kepala, kami sudah lega. Kami memang mendapatkan klarifikasi dari bapak. Jadi, kalau ada tuntutan dan kisruh-kisruh, itu bukan dari pihak keluarga," kata Lisa.
"Kalau memang pada mediasi pertama kami penuh emosi dan ada kerabat serta keluarga yang berasumsi Peter meninggal saat perjalanan, akhirnya melimpahkan kekecewaan mereka bahwa Premier ini penyebabnya. Sedangkan dari keluarga, ya, mungkin sudah jalan Tuhan tapi tindakan penolakan itu yang tidak bisa kami terima. Jadi intinya sudah selesai dan terima kasih," tutup Lisa.