Di tengah melimpahnya dokter spesialis di Surabaya masih ada RS yang krisis dokter spesialis di Kepulauan. Seperti di RS-RS yang ada di Pulau Bawean di Kabupaten Gresik dan sejumlah kepulauan di Kabupaten Sumenep.
Melihat krisis dokter spesialis di kepulauan terpencil itu Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) bekerja sama dengan Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sumenep memberikan beasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Dalam program ini para dokter putra daerah akan diberi beasiswa.
Dalam peluncuran beasiswa PPDS kerja sama Pemkab Gresik, Pemkab Sumenep, dan FK Unair itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turut hadir secara virtual. Dia menegaskan bahwa Kemenkes sudah mengalokasikan 2.500 beasiswa pada 2023 ini untuk pendidikan dokter, dokter spesialis, sub spesialis, perawat spesialis hingga perawat subspesialis baik di dalam dan di luar negeri. Anggaran untuk beasiswa itu bisa berasal dari APBD maupun dari pemerintah pusat dengan LPDP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ini salah satu program transformasi pilar kelima. Salah satu programnya beasiswa dokter, dokter spesialis, sub spesialis, perawat spesialis, perawat subspesialis. Ini akan berlaku sampai 2024 ada 2.500 anggaran beasiswa yang dipakai Kemenkes bekerja sama dengan Kemenkeu. Bupati kami minta segera ajukan nama, nanti akan distudi. Secara anggaran sudah disiapkan pemerintah, tidak usah takut kalau tidak ada uangnya," kata Budi, Kamis (30/3/2023).
Kadinkes Jatim juga diminta menyebarkan keterlibatan dalam program beasiswa ini ke kabupaten/kota lain. Tidak hanya Gresik dan Sumenep. Sehingga dua bupati bisa memberikan motivasi bahwa bisa dibangun kerja sama antara Pemda dan FK perguruan tinggi dengan biaya dari pemerintah pusat kombinasi Kemenkes dan Kemenkeu dan LPDP.
"Kenapa Demikian, karena rasio dokter spesialis di Jawa Timur sekarang masih 0,17 per 1.000. dari catatan kami, dokter spesialis di Jawa Timur ada 6.675, ini masih di bawah standar 0,28 per 1.000," ujar Menkes Budi.
Sementara itu Bupati Sumenep RA Achmad Fauzi mengatakan melalui kerja sama ini pihaknya akan fokus pada PPDS yang dibiayai agar bisa bertugas di daerah. Khususnya di daerah kepulauan seperti RS Abuya di Pulau Kangean.
"Itu menurut kami secara jangka panjang sangat penting untuk generasi berikutnya. Karena sangat sulit. Jangka pendek yang penting dapat dulu dokter spesialisnya. Jangka panjang, ke depan nggak akan kesulitan terkait kebutuhan dokter spesialis, karena kita punya pulau banyak sekali," kata Fauzi kepada wartawan di FK Unair.
Saat ini, baru 4 orang peserta PPDS yang diberi beasiswa. Jumlahnya akan bertambah untuk 2024. Untuk kendala saat ini di Sumenep adalah proses RS sehingga alat kesehatan masih bertahap.
Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani menyampaikan hal senada. Pihaknya membutuhkan 5 dokter spesial untuk ditempatkan di Pulau Bawean. Pihaknya ingin warga yang ada di Kepulauan juga mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
"Kami sudah mencari jangka pendeknya memberi insentif gimana dari spesialis yang bertugas di kepulauan itu nyaman. Karena kasihan masyarakat di kepulauan kalau tidak didukung dari spesialis, kalau rujuk juga risikonya sangat tinggi. Jarak 4 jam misal kondisinya hamil gitu," ujarnya.
Pemkab Gresik juga mengalokasikan anggaran APBD untuk beasiswa dokter spesialis. Sasarannya anak-anak di Pulau Bawean yang statusnya sudah dokter umum. Setelah lulus, akan ditugaskan ke RS Umar Mas'ud Bawean.
"Satu anak Rp 1 miliar. (Sumenep juga sama) Ini plus biaya hidupnya, nanti ada rumusan N+3, masa pendidikan, kemudian 3 tahun tugas di Bawean, setelah itu boleh milih tugas di mana. Dokter spesialis yang dibutuhkan ada 5, anastesi, penyakit dalam, bedah, dan obgyn," katanya.
Dekan FK Unair Prof dr Budi Santoso menjelaskan bahwa kerja sama ini adalah bagian dari Academic Health System. Gagasan ini diterima oleh Pemkab Sumenep dan Gresik yang bersedia menyekolahkan beberapa dokter umum ke program spesialis.
Adapun 5 program spesialis yang dibutuhkan yakni dokter spesialis bedah, obgyn, penyakit dalam, anak, dan anastesi. Prof Budi Santoso menegaskan bahwa para dokter calon peserta program setelah mengikuti pendidikan akan mengikuti penyaringan dan sebagainya.
"Nanti akan kami serahkan lagi ke Pemda dan diterjunkan sesuai kesepakatan. Mungkin kira-kira 7-8 tahun lagi. Prosesnya gimana? Mereka sudah seleksi. Tapi kami beri afirmasi atau kelonggaran kalau mungkin toefl-nya 500 harusnya, kalau kurang dikit kami terima. Kami bantu mereka dengan sedikit kemudahan agar bisa lulus tes tetap dengan standar. Kami dengan senang hati yang mau kerja sama," pungkasnya.
(dpe/iwd)