Presiden Rusia Vladimir Putin resmi jadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) yang telah menerbitkan surat penangkapan untuknya. Pengadilan menuduhnya bertanggung jawab atas kejahatan perang.
Kejahatan perang yang dituduhkan ICC kepada Putin terutama tindakan deportasi anak-anak yang melanggar hukum dari Ukraina ke Rusia.
Dilansir dari detikNews mengutimengutip BBC Indonesia, Sabtu (18/3/2023), ICC juga berkata kejahatan ini dilakukan di Ukraina dari 24 Februari 2022 saat Rusia meluncurkan invasi skala penuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moskow menolak tuduhan itu dan menyatakan surat perintah pengadilan itu "keterlaluan".
Memang tidak banyak yang bisa dilakukan ICC dengan surat penangkapan ini. ICC tak punya kuasa menangkap tersangka karena hanya bisa menjalankan yurisdiksi ke negara-negara anggota saja. Sedangkan Rusia bukan anggota.
Meski begitu, penerbitan surat ini bisa mempengaruhi Putin dengan cara-cara lain. Salah satunya, surat itu membuat Putin tidak bisa melakukan perjalanan internasional.
Melalui pernyataan tertulis, ICC menyatakan punya alasan untuk percaya bahwa Putin melakukan tindakan kriminal itu secara langsung atau dengan bekerja sama dengan pihak-pihak lain.
Pernyataan itu juga menuduhnya gagal menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk menghentikan anak-anak dideportasi.
Saat ditanya soal tindakan ICC ini, Presiden AS Joe Biden berkata, "ya, saya rasa itu dibenarkan".
Dia menekankan bahwa AS juga bukan negara anggota ICC, "tapi saya pikir mereka punya poin yang kuat". Putin "jelas-jelas melakukan kejahatan perang", ujarnya.
Komisioner hak-hak anak Rusia, Maria Lvova-Belova, juga dicari oleh ICC untuk kejahatan yang sama.
Di masa lalu, dia secara terbuka telah membicarakan tentang usaha-usaha mengindoktrinasi anak-anak Ukraina yang dibawa ke Rusia.
September lalu, Lvova-Belova mengeluhkan bahwa beberapa anak yang dipindahkan dari Kota Mariupol "berkata-kata buruk tentang (Presiden Rusia), mengatakan hal-hal mengerikan dan menyanyikan lagu kebangsaan Ukraina."
Dia juga mengaku telah mengadopsi seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dari Mariupol.
ICC menyatakan mereka awalnya hendak merahasiakan penerbitan surat penangkapan ini, tapi kemudian memutuskan mempublikasi dengan pertimbangan surat itu bisa menghentikan kejahatan-kejahatan lain untuk terjadi.
Kejahatan perang Putin menurut ICC dan bantahan Kremlin. Baca di halaman selanjutnya.
Jaksa penuntut ICC Karim Khan mengatakan kepada BBC bahwa anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai rampasan perang. Mereka tidak bisa dideportasi.
"Jenis kejahatan seperti ini, Anda tidak perlu jadi pengacara, hanya perlu menjadi manusia untuk mengetahui betapa kejamnya itu," ujar dia.
Berbagai reaksi atas penerbitan surat penangkapan ini muncul hanya beberapa menit setelah diumumkan, dan Kremlin mengeluarkan pernyataan resmi menolaknya.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov berkata keputusan apapun dari ICC itu "batal demi hukum" dan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyamakan surat penangkapan itu dengan tisu toilet.
"Tidak perlu saya jelaskan 'di mana' benda itu seharusnya digunakan," dia menulis di Twitter, dengan emoji tisu toilet.
Meski begitu, sejumlah pemimpin oposisi Rusia menyambut baik pengumuman ICC. Ivan Zhdanov, sekutu dekat tokoh oposisi yang dipenjara Alexei Navalny, mencuit bahwa ini adalah "langkah simbolis" namun penting.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata dia berterima kasih kepada Khan dan ICC atas keputusan mereka menuntut hukum "negara yang jahat".
Jaksa Penuntut Umum Ukraina Jenderal Andriy Kostin berkata keputusan ini "bersejarah untuk Ukraina". Sementara kepala staf kepresidenan negara itu, Andriy Yermak, menyebut keputusan ini "sebuah permulaan".
Namun karena Rusia bukan anggota ICC, kesempatan bahwa Vladimir Putin atau Maria Lvova-Belova muncul di kursi pesakitan di Den Haag sangat kecil.
ICC bergantung pada kerja sama antar-pemerintah untuk menangkap seseorang, dan Rusia "tentu saja tidak akan bekerja sama dalam hal ini", kata Jonathan Leader Maynard, dosen politik internasional di King's College London kepada BBC.
Meski begitu, Khan menekankan bahwa tidak seorang pun pernah mengira Slobodan Milosevic, pemimpin Serbia yang diadili atas kejahatan perang di Kroasia, Bosnia, dan Kosovo, akan berakhir di Den Haag.
"Untuk mereka yang merasa bisa melakukan kejahatan di siang hari, dan tidur nyenyak di malam hari, mungkin mereka harus melihat sejarah kembali," kata dia.
Secara hukum, bagaimanapun, ini akan menimbulkan masalah bagi Putin. Meskipun dia adalah kepala negara G20, dan rencananya akan berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan bersejarah, Putin sekarang juga seorang buron, dan ini pasti bakal membatasi negara-negara mana saja yang bisa dikunjunginya.
Ada pula tingkat rasa dipermalukan bagi Kremlin yang selalu menepis tuduhan Rusia melakukan tindak kejahatan perang, bahwa lembaga yang penting dan pan-nasional seperti ICC tidak mempercayai penyangkalan mereka.