Salah satu usulannya, yakni soal kebutuhan kepemilikan alat ultrasonografi (USG) dan antrophometri dalam mendukung penanganan stunting.
Diketahui, kasus stunting di Jatim berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019 dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021-2022 mengalami penurunan yang signifikan, yakni di 26,86% di tahun 2019 menjadi 19,2% di tahun 2022.
Wagub Jatim Emil Dardak menuturkan, saat ini Pemprov Jatim memiliki data signifikan berdasarkan by name by address. Tanpa bermaksud mempertanyakan SSGI itu sendiri, ia menilai ada potensi kemungkinan terjadi sampling yang lebih fokus pada area tertentu yang kemudian teramplifikasi hasilnya, sehingga angka yang tersaji lebih tinggi.
Berdasarkan data Bulan Timbang, angka yang tersaji cukup signifikan. Pasalnya di tahun 2020 berhasil mencakup 1,3 juta balita (49%) dari sasaran total 2,8 juta balita.
Tahun 2021 naik menjadi 1,4 juta balita (53%) dan kembali naik pada tahun 2022 menjadi 1,855 juta balita (66,92%).
"Berdasarkan data ini kita memperoleh total 137.900 atau 7,5% balita yang masuk kategori stunting berdasarkan coverage 1,855 juta balita atau 66,92% yang sudah diukur," kata Emil saat rapat bersama Menko terkait penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem di Jatim, Rabu, (1/3/2023).
"Terlepas dari metodologi SSGI, kami tidak mengubah strategi kita, kami meyakini bahwa pendekatan by name by address yang diamanahi presiden menjadi yang paling penting," imbuhnya.
Soal arahan yang diberikan Menko PMK terkait pendataan kepemilikan alat USG, Emil melaporkan data yang dimilikinya. Saat ini, dari 969 puskesmas se-Jatim, 719 sudah memiliki alat ultrasonografi (USG).
"Artinya kita akan perlu mengusulkan USG dengan total 250 puskesmas yang kita miliki. Jumlah dokter terlatih kurang lebih 741 artinya 1 puskesmas 1, lebih afdol satu puskesmas 2, jadi ini akan kami tindaklanjuti pula," kata Emil.
Lebih lanjut, terkait antrophometri, Mantan Bupati Trenggalek ini mengatakan, dari total 47 ribu posyandu, belum sampai 40% yang memiliki antrophometri.
"Jadi kalau diusulkan jumlahnya 17.800 yang terdiri dari 3 kategori meliputi DAK Fisik sebanyak 18.589, APBN 10.551 dan APBD Kabupaten sebanyak 125. Kalau ini dipenuhi lengkap sudah untuk kami memiliki antrophometri," terangnya.
Emil juga menekankan kepada bupati/wali kota di Jawa Timur untuk dapat mengoptimalkan bantuan dana operasional yang disediakan BKKBN, termasuk bantuan fisik.
Anggaran biaya operasional tersebut meng-cover 93 ribu pendamping, baik kader PKK maupun yang tidak. Selain itu, Pemprov Jatim terus menambah tenaga yang bisa memperkuat upaya penanganan stunting di Jawa Timur.
"Pemprov memiliki dan men-support dengan match funding ini, sebanyak 3.213 perawat Ponkesdes dicover biaya gaji yang setengah dari pemprov dan setengah dari kabupaten. Sehingga 41 persen desa memiliki tambahan personel," pungkasnya.
(hil/dte)