Pemerintah berencana melarang penjualan rokok batangan atau ketengan mulai tahun depan. Hal ini tertuang dalam Keppres No 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Shoim Hidayat mengatakan, kebijakan ini tentunya untuk mengurangi jumlah perokok.
"Ya arahnya kan jelas, yaitu untuk menurunkan prevalensi perokok. Dalam hal ini untuk memperoleh rokok tak semudah seperti sebelumnya. Intinya begitu," kata Shoim saat dihubungi detikJatim, Selasa (27/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun caranya berbeda. Yakni tidak mudah membeli rokok dalam bentuk per batang.
"Pembeli rokok batangan biasanya anak remaja atau masyarakat dengan ekonomi ke bawah. Sebab hanya bisa membeli per batang bukan per bungkus," tambahnya.
Bagi Shoim, setiap orang mempunyai naluri untuk hidup senang, tidak stres dan lain-lain. Bagi masyarakat dengan ekonomi kurang mampu, rokok adalah cara stress release yang paling efektif dan murah.
Kenapa? Menurut Shoim, nikotin merupakan bahan kimia yang merangsang otak untuk mengeluarkan hormon kegembiraan, dopamin. Efeknya pun sangat cepat, di samping itu murah.
"Kesenangan-kesenangan yang harus berbiaya cukup besar nggak mungkin diperoleh dengan mudah. Jangan dilupakan juga, rokok juga punya fungsi sosial, yaitu sebagai penunjang suatu pergaulan sosial, sehingga sudah menjadi adat dari komunitas tertentu, terutama di desa. Sejarah tentang (Rokok) ini sudah sangat panjang di Indonesia," tandasnya.
Menurutnya, selama ini hubungan penyakit tertentu dengan kebiasaan merokok adalah sesuatu yang sangat sumir. Bahkan tdak ada fakta epidemiologi yang kuat.
"Umumnya klaim-klaim hubungan antara rokok dan penyakit tertentu cenderung tendensius," tegasnya.
(abq/fat)