Gendro Wulandari akhirnya ditemui Bupati Blitar Rini Syarifah. Di hadapan para pejabat Kabupaten Blitar itu, petani perempuan itu menuntut dibentuknya Tim Pencari Fakta untuk proses redistribusi tahap dua eks perkebunan Karangnongko.
Hari keempat Gendro Wulandari menginap di depan kantor Pemkab Blitar di Kanigoro berakhir. Bupati Rini mau menemuinya. Bupati didampingi Sekda, Kesbangpol Pemkab Blitar, kemudian Kapolresta Blitar , dan Kepala BPN Kabupaten Blitar turut hadir dalam pertemuan tertutup tersebut. detikJatim memperoleh foto pertemuan itu dari sumber terpercaya.
Usai pertemuan, Gendro mengatakan dia menuntut bupati Blitar membentuk Tim Pencari Fakta dalam proses redistribusi eks perkebunan Karangnongko tahap kedua. Pasalnya di redistribusi tahap pertama, data penerima sertifikat tanah redis carut-marut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program redistribusi tanah merupakan salah satu bagian dari reformasi agraria. Tujuan redistribusi tanah ialah memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat dengan cara membagikan lahan secara adil dan merata kepada warga negara. Dengan begitu, ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia diharapkan bisa berkurang.
Dalam pengertiannya, redistribusi tanah adalah pembagian lahan-lahan yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform kepada para petani penggarap yang memenuhi syarat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.
"Pada redis pertama itu carut marut, banyak orang kaya dan bukan petani penggarap di Karangnongko dapat sertifikat juga. Nah di redis kedua, saya minta dibentuk tim pencari fakta yang independen," tegasnya dikonfirmasi detikJatim, Jumat (23/12/2022).
Carut-marut dan dugaan mafia tanah di eks perkebunan Karangnongko, Kecamatan Nglegok ini berawal sekitar tahun 1999. Saat itu, sebanyak 154 petani penggarap mengajukan gugatan kepemilikan tanah seluas 223 hektare. Gugatan itu menang di Pengadilan Negeri Blitar hingga diterbitkan Berita Acara Eksekusi.
Namun pihak berwenang tidak melaksanakan eksekusi karena pihak tergugat, yakni PT Veteran Sri Dewi melakukan banding. Banding pihak tergugat ditolak PT. Sampai tahun 2013, upaya hukum mereka juga kandas di tingkat MA yang menolak Peninjauan Kembali (PK) putusan PN Blitar nomor 68/Pdt.G/1999/PN.Blt
Angin segar dirasakan para petani ketika dua HGU PT Veteran Sri Rejeki berakhir pada 31 Desember 2015. Dalam HGU nomor 3 disebutkan luasan lahan yang beralih di bawah penguasaan negara sebesar 589.375 m². Kemudian di HGU nomor 5 seluas 1.650.000 m².
Perjuangan para petani penggarap pun berlanjut dengan bersurat kepada Kementerian Agraria pada tahun 2016 untuk permohonan mendapatkan serfifikat. Namun, tidak ada tanggapan . Baru pada 18 Mei 2018, surat para petani penggarap mendapatkan respona Kementerian Agraria yang menerbitkan surat Dirjen Penanganan Masalah Agraria nomor 456/39.3.800/VIII/2018 tertanggal 24 Agustus 2018. Isinya, memerintahkan BPN Jatim dan BPN Kabupaten Blitar untuk melaksanakan putusan PN Blitar yang memenangkan gugatan para petani penggarap.
Masalah kemudian muncul, ketika Pemkab Blitar membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) tanpa melibatkan para penggugat. Apalagi dalam putusan pengadilan yang sudah inkrah tersebut tidak ditulis secara detail nama, lokasi, dan luahan lahan yang menjadi hak petani penggarap.
Dalam redis pertama, tanah seluas 103 hektare telah terbit sebanyak 839 sertifikat. Ada 55 petani penggarap yang tidak mau menerima serfifikat itu, karena lokasi dan luasan lahan tidak sesuai hak mereka.
"Di redis pertama itu banyak orang kaya dapat sertifikat. Banyak orang luar juga. Anehnya, bapak saya tidak daftar redis juga dapat tapi bukan di tanah yang sekarang kami garap. Tanah yang kami garap atas nama orang lain. Kami diadu domba, lahan yang kami garap dirusak. Bupati harus bertanggung jawab soal ini," ungkap Gendro berapi-api.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Kabupaten Blitar yang menjabat saat redis pertama, Dadang M Fuad menjawab bahwa dirinya dia sudah pindah ke Jakarta. Namun, dia mengakui prosedur redistribusi lahan eks Perkebunan Karangnongko tersebut sudah melalui proses clear and clean.
"Sudah clear and clean sebagaimana ditetapkan bupati sebagai objek dan subjek yang menerima tanah LR, lihat data di kantor BPN," jawabnya melalui aplikasi pesan kepada detikJatim hari ini.
Jika sudah melalui proses clear and clean, kenapa kegaduhan masih muncul hingga ada penjarahan hasil panen lahan garapan petani?
Ini jawaban Dadang "Silahkan kodinasi dulu dengan Kantor BPN Kabupaten untuk klarifikasinya, saya sedang rapat," tukasnya.
Satu nomor pribadi pegawai BPN Kab Blitar kemudian memberikan dua nomor petugas BPN lainnya. Namun, mereka belum merespons sampai berita ini ditulis.
(dpe/dte)