Ngalam Mbois: Karya Ecoprint Cewek Asal Malang Tembus Pasar Luar Negeri

Ngalam Mbois: Karya Ecoprint Cewek Asal Malang Tembus Pasar Luar Negeri

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Senin, 19 Des 2022 11:04 WIB
Ecoprint ngalam mbois
Levita yang sukses bikin karya ecoprint hingga tembus pasar luar negeri. (Foto: Dok. Levita Damaika Anggraini)
Malang -

Levita Damaika Anggriani menciptakan karya ramah lingkungan yang patut diacungi jempol. Lewat ecoprint, perempuan yang tinggal di Jalan Bromo Kota Malang itu telah menelurkan beragam karya fesyen ramah lingkungan.

Ecoprint adalah teknik cetak dengan pewarna kain alami tapi dapat menghasilkan motif unik dan autentik. Prinsip pembuatannya melalui kontak langsung antara daun, bunga, hingga batang yang mengandung pigmen warna dengan media kain tertentu.

Kegigihan Levita dalam menciptakan karya ramah lingkungan melalui ecoprint telah diuji selama beberapa tahun. Tapi dirinya tetap bertahan untuk mengembangkan karyanya hingga pada akhirnya dapat menarik minat masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Produk fesyen Levita yang diberi nama Lakshmee Indonesia pun telah dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia. Bahkan produk UMKM miliknya juga berhasil tembus hingga luar negeri, mulai dari Jerman, Rusia, Slovakia, California hingga Inggris.

"Meskipun bukan dalam bentuk kontainer jumlahnya, tapi sudah pernah kirim barang ke luar negeri. Kalau pasar lokal itu biasanya yang banyak di Bali, Yogyakarta, dan Bandung. Kalau di Malang peminatnya kurang," ujarnya saat ditemui detikJatim, Senin (19/12/2022).

ADVERTISEMENT

Levita mengenal ecoprint sekitar tahun 2016. Waktu itu dirinya melihat gaun pernikahan milik temannya di Bali dan kemudian mulai belajar autodidak dengan mencari literasi dari buku maupun internet.

Ecoprint ngalam mboisEcoprint karya Levita. Foto: Dok. Levita Damaika Anggraini

"Belajar dan coba-coba selama kurang lebih 6 bulan. Percobaan gagal berulang kali terjadi hingga akhirnya saya berhasil membuat karya pertama dalam bentuk scraft. Setelah itu saya mencoba untuk memasarkannya melalui pameran," kata Levita.

"Jadi saya pameran pertama saat itu tahun 2016 di Yogyakarta. Pamerannya itu ya ngelapak-ngelapak gitu. Ternyata saat itu ada peminatnya. Dari situ saya memproduksi lebih banyak lagi. Awal dari scraft, kemudian hijab, dress, hingga kimono," sambungnya.

Setelah itu Levita semakin giat mengikuti pameran-pameran untuk memasarkan karya ecoprint miliknya. Ia pun sempat mengenalkan produknya dan akhirnya diterima sebagai UMKM binaan dari Diskopindag Kota Malang.

Berjalannya waktu, peminat hasil ecoprint Levita semakin meningkat. Bahkan tiap bulannya dia bisa membuat ratusan karya dengan harga per karya dari Rp 325 ribu hingga jutaan rupiah.

"Penghasilan sampai Rp 300 juta satu bulan, tapi itu karena aku biaya untuk pemasarannya sendiri dari pameran ke pameran itu, dua minggu aku di Malang untuk produksi, dua minggu aku pameran di luar kota. Terus seperti itu selama beberapa tahun," tuturnya.

Kesuksesannya itu berhasil membuatnya membangun studio.. Tempat dirinya membuat ecoprint, membatik dan membuat berbagai seni kriya lainnya.

Selama ini produk-produk fesyen milik Levita dibuat hanya satu desain atau limited edition. Tak hanya pewarna alami yang digunakan, untuk kain-kain yang dipakai juga tetap ramah lingkungan. Seperti kain dari katun dan sutera.

"Di sisi lain, pakai kain dari katun dan sutera itu untuk mempertahankan warna yang dihasilkan dari pewarna alami seperti dari bunga daun dan lain-lain, karena kalau pakai kain biasa itu cepat luntur untuk pewarnanya," kata dia.

Namun, Levita harus menerima usahanya jatuh pada saat pandemi COVID-19. Sampai-sampai dia harus merelakan studio tumbuh miliknya tidak lagi beroperasi karena keuangan yang kembang-kempis terdampak pandemi COVID-19.

"Waktu pandemi COVID-19 itu benar-benar parah. Aku cuma produksi itu 1-5 saja. Terus di tahun 2020 itu akhirnya aku tutup studio karena keuangannya terdampak pandemi," ucap dia.

Memasuki masa new normal, produksi ecoprint Levita mulai kembali meningkat. Penjualan sudah mulai lancar meski sebenarnya belum kembali 100 persen seperti sebelum pandemi COVID-19 menerjang.

"Bersyukur saat ini sudah bisa buat karya sebulan 50 pak. Kalau untuk hasilnya sebulan itu untuk sekarang sampai Rp 40 juta, karena pandemi itu pameran juga jarang dan sekarang merangkak naik itu dari penjualan di hotel-hotel dan customer," ungkapnya.

Dari situ Levita berusaha untuk kembali bangkit seperti sebelum pandemi COVID-19 dan berharap bisa menghidupkan lagi studio tumbuh tempatnya mengembangkan inovasi melalui karya seni.

"Aku pingin studio buka lagi, karena setelah new normal ini banyak yang tanya mau workshop lagi, tapi aku nggak bisa nerima karena nggak ada studionya. Aku juga berharap pasarnya bisa kembali membaik seperti sebelum pandemi," tandasnya.




(dpe/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads