Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) Ali Fauzi menyebutkan bahwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar Bandung bukan hal luar biasa. Aksi serupa sudah kesekian kalinya terjadi di Indonesia.
"Yang perlu dipahami bersama bahwa aksi teror dalam bentuk bom bunuh diri semacam ini sudah kesekian kalinya terjadi di Indonesia. Artinya, ini bukan lagi sesuatu yang luar biasa," ujarnya kepada detikJatim, Rabu (7/12/2022).
Perlu diketahui bahwa Ali Fauzi adalah adik dari trio pelaku Bom Bali 2002 yakni Ali Ghufron alias Mukhlas, Amrozi, dan Ali Imron. Ia memang tidak terlibat dalam aksi-aksi pengeboman di Indonesia, tetapi sebagian pelaku adalah mantan muridnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Ali Fauzi diketahui pernah menjadi kepala instruktur pelatihan militer kombatan konflik Ambon dan Poso, serta merupakan anggota pasukan elite Moro Islamic Liberation Front (MILF) Filipina.
Ali menyebutkan bahwa aksi terorisme serupa seperti di Bandung juga terjadi tahun lalu. Yakni ketika bom bunuh diri meledak di sebuah gereja katedral di Makassar. Oleh sebab itu, ia menilai bom bunuh diri di Bandung bukan hal istimewa.
"Seperti tahun lalu di Makassar bom bunuh diri sekeluarga dengan sasaran gereja. Pagi tadi yang disasar adalah Polsek Astana Anyar Bandung. Jadi ini bukan sesuatu yang istimewa atau baru, tapi sudah yang kesekian kali terjadi," katanya.
Ali Fauzi justru bertanya-tanya, mengapa aksi seperti itu masih terjadi padahal sudah ada sejumlah negara yang fokus menangani mitigasi terorisme di Indonesia?
"Yang kedua, perlu adanya pertanyaan. Mengapa masih terus ada aksi bom bunuh diri meski pemerintah sudah memiliki BNPT, punya Densus 88?" ujar Ali.
Masyarakat juga harus diberi pemahaman agar tak sedikit-sedikit bilang bim bunuh diri adalah rekayasa.
Ali Fauzie: Terorisme Memang Ada, Bukan Rekayasa
Apalagi sejauh ini program deradikalisasi melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda sudah berjalan. Dia mengatakan, hal ini perlu kajian mendalam melibatkan akademisi.
"Ini artinya kan perlu ada kajian mendalam melibatkan civitas academica untuk mengetahui apa sebenarnya motivasi dan tujuan mereka melakukan aksi seperti itu," katanya.
Masyarakat, kata Ali, juga perlu diberi pemahaman terkait aksi teror serupa agar tidak sedikit-sedikit mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa itu adalah rekayasa, pengalihan isu, atau operasi intelijen, dan lain sebagainya.
"Jadi kalau kita melihat faktanya saja memang tidak rasional, orang mau mengorbankan nyawa seperti itu. Tapi di kelompok ini, mengorbankan nyawa, mengorbankan anak, istri, itu sudah biasa," ujarnya.
Maksud Ali, dia berupaya meyakinkan bahwa terorisme itu memang ada. Bukan rekayasa, pengalihan isu, atau operasi intelijen dan sebagainya yang disebutkan oleh masyarakat.
Ali Fauzi menambahkan, ke depan masih perlu dilakukan program moderasi beragama dan program deradikalisasi dengan melibatkan semua unsur masyarakat. Bukan hanya polisi, TNI, BNPT dan Densus 88 saja.
Menurutnya, keberadaan ormas keagamaan seperti Muhammadiyah juga NU juga perlu dilibatkan. Selain itu juga para eks napiter yang sudah rujuk dengan NKRI. Kata dia, peran para eks napiter itu sangat vital dalam proses deradikalisasi.
"Apalagi keberadaan eks Napiter yang sudah rujuk dengan NKRI, itu perlu dimunculkan dengan dibuatkan kegiatan-kegiatan produktif. Sehingga, mereka bisa menyadarkan jaringannya dan kawan-kawannya yang masih anti-NKRI," katanya.
Simak Video "Video: Bom Bunuh Diri ISIS Meledak di Gereja Suriah, 20 Orang Tewas"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/dte)