Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Barokah Al-Hidayah di Desa Supiturang, Pronojiwo, Lumajang, mengaku didorong dan ditarik petugas gabungan dalam proses evakuasi ketika erupsi Gunung Semeru.
Salah satu santri asal Gubuklaka bernama Kholid mengatakan bahwa unsur pemaksaan itu dilakukan saat sejumlah petugas gabungan dari TNI-Polri dan relawan pada Minggu (4/12/2022) lalu mendatangi pondok. Mereka meminta penghuni ponpes mengungsi ke tempat aman.
"Saya itu banyak petugas datang. Melihat itu teman-teman (santri) lari ke belakang. Terus saya ditarik sama tentara terus didorong sampai jatuh. Saat itu saya bilang kalau ngejak ngungsi ojok koyok ngene," ujarnya saat ditemui detikJatim di ponpes pada Senin (5/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, proses evakuasi di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Barokah Al-Hidayah sempat viral di Media Sosial. Karena proses evakuasi itu sempat diabadikan oleh sejumlah orang dan diunggah ke media sosial.
Ia sangat menyayangkan adanya tarikan dan dorongan yang dilakukan petugas gabungan saat mengajaknya untuk mengungsi. Hal itu juga membuatnya menjadi merasa tidak nyaman.
"Saya diperlakukan seperti maling saja. Saya kan sebenarnya gak mau (menolak ajakan mengungsi dari petugas gabungan) karena saya menunggu arahan dari pak ustaz," kata dia.
Sementara pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Nurul Barokah Al-Hidayah Ustaz Nur Holis menerangkan bahwa unsur pemaksaan itu membuatnya geram dan memutuskan untuk menolak ajakan petugas gabungan.
"Di video saya dibilang menolak (mengungsi), ya saya menolak kalau (ajakannya) pakai kekerasan. Santri saya ditekan dan didorong-dorong, lah itu saya gak suka," terangnya.
Menurut Nur, ajakan petugas untuk mengungsi saat erupsi Gunung Semeru pada tahun 2021 dirasa lebih humanis dibandingkan kemarin.
"Tahun kemarin (2021) meski lebih parah dibandingkan sekarang, petugas gabungan yang datang memberikan penyampaian untuk mengungsi lebih baik," kata dia.
Sedangkan terkait penolakan mengungsi sejak erupsi di Gunung semeru, dianggap belum terlalu berbahaya. Sehingga dirinya memutuskan untuk tetap bertahan meski ponpesnya terletak di kawasan zona merah.
"Saya melihat itu tidak berbahaya. Cuman masalah asap (pada saat erupsi Gunung Semeru), saya melihat di sini lava tidak ada itu alasan saya (tetap bertahan di ponpes)," terangnya.
Menurut Nur, di Ponpes yang baru didirikannya sejak 3 tahun lalu telah menyiapkan kendaraan roda empat untuk persiapan evakuasi ketika situasi Gunung Semeru semakin parah.
"Saya sudah siapkan pikap untuk mengangkut para santri ketika kondisi memang gawat. Tapi sejauh ini saya belum memperkirakan jika erupsi yang terjadi bakal dahsyat dari tahun lalu," tandasnya.
(dpe/iwd)