Pakar ITS Sebut Gempa Cianjur Bukan Disebabkan Pergeseran Sesar Cimandiri

Pakar ITS Sebut Gempa Cianjur Bukan Disebabkan Pergeseran Sesar Cimandiri

Denza Perdana - detikJatim
Selasa, 22 Nov 2022 21:15 WIB
Pakar ITS Amien Widodo
Lokasi Gempa Cianjur M 5,6 pada 21 November. (Foto: Istimewa/dok BNPB)
Surabaya -

Peneliti senior di Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo MSi menegaskan bahwa Gempa Cianjur bukan akibat pergeseran Sesar Cimandiri seperti disebutkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Sesar itu menurutnya belum diketahui.

Gempa magnitudo 5,6 terjadi pada Senin (21/11) itu menurut Amien akibat terjadinya pergeseran lempeng tektonik yang bergerak dan menekan wilayah Indonesia sejak jutaan tahun lalu. Amien menyatakan bahwa sumber gempa darat dari sesar aktif itu belum diketahui secara pasti.

Amien merunut dengan peta sesar yang ada. Menurutnya, di dekat Cianjur memang terdapat sesar Cimandiri yang membentang sejak Teluk Pelabuhan Ratu hingga Cianjur. Sesar itu pernah mengguncang Sukabumi pada 2001 silam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun, letak sesar yang berada jauh di sebelah utara tempat kejadian itu (Sesar Cimandiri) dipastikan bukan penyebab dari gempa Cianjur kali ini. Penyebab gempa kemarin itu mungkin sistem sendiri," ujar Amien kepada detikJatim, Selasa (22/11/2022).

Amien menjelaskan perlu adanya kajian lebih lanjut. Karena apa yang disampaikan Dwikorita menurutnya juga masih merupakan hasil kajian awal yang perlu dibuktikan lebih lanjut.

ADVERTISEMENT

"Dia juga ngomong, kan, 'ini mungkin pergeseran Cimandiri', tapi mungkin juga tidak, kan bisa begitu statemennya dia. Nah, nanti perlu ada penelitian sendiri. Istilahnya itu diukur lagi sekitarnya, nanti bisa lihat jalurnya seperti apa," ujarnya.

Seperti disebutkan oleh BMKG gempa di Cianjur akibat adanya patahan geser. Menurut Amien, patahan geser itulah yang bisa diketahui dan menjadi bahan kajian menggunakan peralatan geofisika yang memadai.

Pakar ITS Amien WidodoPakar ITS Prof Amien Widodo. (Foto: Istimewa/dok ITS)

"Dengan alat-alat geofisika itu kita bisa melihat pola pergeseran di situ di mana. Karena kalau Sesar Cimandiri, itu letaknya jauh sekali. Puluhan kilo lah dari lokasi (Cianjur). Mestinya itu (sistem) sendiri. Dari pusgem (pusat gempa nasional) juga kan sudah membuat jalur sesar-sesar tadi, nah di situ itu belum ada. Di tempat sesar itu belum ada," katanya.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa gempa magnitudo 5,6 di Cianjur yang terasa kuat di Jakarta diduga akibat dari pergerakan Sesar Cimandiri.

"Diduga ini merupakan pergerakan dari Sesar Cimandiri jadi bergerak kembali," ujarnya, Senin (21/11/2022).

Gempa itu, jelas Dwikorita berpusat di sekitar Sukabumi-Cianjur. Dia mengatakan gempa itu terjadi akibat patahan geser.

"Merupakan gempa yang diakibatkan patahan geser dengan magnitudo 5,6," ujarnya.

Gempa di Cianjur dilaporkan terjadi Senin siang pukul 13.21 WIB. Titik koordinat gempa ada di 6,83 LS dan 107,06 BT dengan kedalaman 10 km.

Pusat gempa di 10 km barat daya dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Ingatkan mitigasi bencana dan pemetaan sesar gempa. Baca di halaman selanjutnya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 22 November 2022 sore pukul 17.00 WIB, tercatat korban jiwa akibat gempa sebanyak 268 orang. Baru 122 orang yang sudah teridentifikasi.

Selain itu ada ratusan orang mengalami luka dan ribuan orang mengungsi akibat bencana. Lainnya, ada ribuan bangunan yang mengalami kerusakan ringan hingga berat.

Peristiwa gempa itu cukup terasa guncangannya. Meskipun tergolong berkekuatan kecil, posisi peristiwa gempa yang dangkal menyebabkan kerusakan bangunan yang berada di atasnya.

"Untungnya, gempa yang terjadi itu tidak berpotensi tsunami karena sumber gempa berasal dari daratan," ujar Amien Widodo yang juga Dosen Departemen Teknik Geofisika ITS.

Ia mengatakan bahwa gempa merupakan suatu peristiwa yang tidak bisa diprediksi kemunculannya. Tetapi berkaca dari peristiwa gempa yang telah melanda Indonesia beberapa kali, menurutnya hal itu bisa menjadi acuan mitigasi bencana.

Mitigasi sendiri, kata dia, dibagi menjadi dua jenis. Yakni mitigasi struktural yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan mitigasi nonstruktural yang berfokus pada edukasi masyarakat.

Lebih lanjut, Amien juga menjelaskan pertolongan gempa berdasarkan hasil survei gempa Kobe 1995. Menurut survei itu pertolongan berasal dari diri sendiri 35%, keluarga 32%, tetangga 28%, dan sisanya 5% dari luar.

"Jadi dapat disimpulkan, tanggung jawab terbesar akan keselamatan kita berada pada diri sendiri. Maka tanamkanlah pengetahuan tentang gempa agar bisa selamat," ujarnya.

Tak hanya itu, Amien juga berharap pemerintah lebih memetakan sesar yang ada di Indonesia dan menyusun langkah bagaimana semestinya jarak dan model rumah warga dibangun agar tahan guncangan gempa.

"Perlu diingat, gempa pada dasarnya tidak membunuh, tetapi bangunan lah yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Sehingga pemetaan perlu dilakukan," ujarnya.

Amien juga berharap masyarakat bisa mendapatkan literasi kebencanaan yang tepat. Sehingga masyarakat tidak sampai berpikir bahwa bencana merupakan takdir, azab, bahkan kutukan.

"Penumbuhan pengetahuan akan ancaman di sekitar akan mengurangi risiko bencana," pungkas Amien.

Halaman 2 dari 2
(dpe/iwd)


Hide Ads