Saat sidak di lapangan Wakil Wali Kota (Wawali) Surabaya Armuji kerap menjadikannya konten di media sosial. Respons pro dan kontra mengalir dari warga. Baru-baru ini warga merasa kecewa dengan konten Armuji yang menurut mereka tidak sesuai fakta, hingga mereka melakukan demo ke Balai Kota.
Menurut Pakar Hukum dan Dosen Prodi Hukum FISH Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Tamsil warga memprotes konten wawali itu mungkin karean menganggapnya kurang etis. Di mana protes warga ini masuk dalam kategori moralitas.
"Ini sebenarnya (protes warga) lebih pada ketidakpantasan atau ketidakpatutan yang dilakukan seorang wawali. Itu kan lebih ke wilayah moral, wilayah etika," kata Tamsil saat dihubungi media, Jumat (18/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, munculnya protes warga kemungkinan karena merasa pembangunan infrastruktur di kampungnya dipermalukan dengan konten Armuji. Alasan warga, jika memastikan kelancaran pembangunan infrastruktur sudah menjadi tugas pejabat pemkot.
"Warga merasa pejabat (Armuji) ini (sidak proyek) sudah menjadi tugas dia (wawali). Warga merasa boleh lah seperti itu (diunggah ke media sosial), tapi jangan terlalu digembar-gemborkan," ujarnya.
Lalu, warga juga merasa konten itu tidak pantas atau kurang etis apalagi sampai diunggah ke medsos. Mengingat sidak Armuji masih berkaitan dengan urusan pemerintahan.
Ia menduga, medsos yang digunakan Armuji itu untuk konten tanpa ada penjelasan. Artinya, sidak yang dilakukan itu mewakili pribadi atau representasi sebagai Wakil Wali Kota Surabaya.
"Jadi, dia (wawali) dalam hal ini mengalami sanksi moral," jelas ujarnya.
Jika melihat dari segi perspektif hukum, Tamsil menilai konten yang mendapat protes warga ini, bisa diseret ke ranah pidana. Apabila pihak seperti pekerja kontraktor atau warga yang terekam dalam konten video merasa dipermalukan, bisa melaporkannya.
"Menurut saya kalau kontraktornya merasa dipermalukan, atau kalau ada pihak di dalam konten merasa dipermalukan, silahkan (lapor) kalau menurut saya," pungkasnya.
Ia pun menukil Pasal 45 UU ITE ayat (3). Pasal tersebut terkait setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan.
Tidak hanya itu, termasuk di antaranya bila muatan informasi itu berisi pencemaran nama baik seperti dimaksud di Pasal 27 ayat (3), maka pembuatnya bisa dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.
(dpe/iwd)