Kemiskinan Ekstrem Surabaya, Dinsos Kroscek Data Warga Penerima Bantuan

Kemiskinan Ekstrem Surabaya, Dinsos Kroscek Data Warga Penerima Bantuan

esti widiyana - detikJatim
Senin, 17 Okt 2022 10:28 WIB
Kadinsos Surabaya Anna Fajriatin
Kadinsos Surabaya Anna Fajriatin. (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya - Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya mengkroscek data warga miskin yang berhak menerima bantuan. Kroscek dilakukan dengan cara menjaring warga yang bukan KTP Surabaya maupun warga ber-KTP Surabaya yang tinggal di luar kota. Pemkot Suabaya ingin bantuan kepada warga miskin bisa tepat sasaran.

Kadinsos Surabaya Anna Fajriatin mengatakan, langkah ini dilakukan agar bantuan yang diberikan pada warga tepat sasaran.

"Dari data itu kita cocokkan. Sebab, itu yang akan menjadi dasar intervensi untuk pengentasan kemiskinan ekstrem di Surabaya dan untuk pemberian intervensi tahun 2023 terkait semua program di pemkot," ujar Anna, Senin (17/10/2022).

Anna mengatakan, hasil kroscek tersebut didapati sebanyak 23.532 warga Surabaya masuk dalam data kemiskinan ekstrem. Data ini akan dijadikan pedoman pemberian bantuan pada warga.

"Hasil dari kroscek yang dilakukan, 23.532 masuk ke dalam data kemiskinan ekstrem," imbuh Anna.

Selanjutnya, Anna menambahkan, pihaknya akan mencocokkan data tersebut dengan data MBR melalui aplikasi Cek-In Warga Surabaya. Pencocokan ini untuk melihat apakah warga tersebut ada di Surabaya atau berdomisili di Surabaya.

Sedangkan proses pemberian bantuan akan diatur dalam Perwali MBR, di mana saat ini tengah dirancang oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk disesuaikan dengan Pergub dan Pemerintah Pusat. Lalu, di dalam Perwali juga akan disebutkan kriteria apa saja yang dianggap sebagai kategori keluarga miskin.

"Ada Perwali yang juga melandasi bahwa data ini menjadi dasar pemberian (bantuan) semua program yang akan diberikan oleh pemkot. Maka, pak wali kota selalu menyampaikan untuk dicek lagi, artinya apakah warga itu benar pindah atau tidak," jelasnya.

Tak hanya itu, Anna menyebut, sempat ditemukan warga KTP Surabaya yang menerima bantuan, tetapi tidak tinggal di Surabaya. Hal ini dikhawatirkan akan memicu kecemburuan sosial di lingkungannya.

"Kalau status pekerjaannya belum berubah, maka yang sebelumnya masih tertulis belum bekerja akan terus mendapatkan bantuan. Itu bisa mencelakakan dirinya, misalnya RT datang ke rumahnya karena warga itu dapat bantuan tetapi tidak ada, maka bisa dialihkan kepada warga yang lain," tambah Anna.


(hil/dte)


Hide Ads