Selama ini kasus fungsi seksual pada pria sering dikupas. Namun jangan salah, seorang perempuan juga perlu mendapat perhatian. Perempuan mempunyai hak sebagai subjek. Bukan saja sekadar asal terjadi dalam menjalankan fungsi seksual.
Di RS Ibu Anak (RSIA) Kendangsari Merr Surabaya pasien perempuan dengan kasus vaginismus selama 10 bulan ada 50 orang.
"Dulu mungkin 15 tahun lalu hanya mendapatkan 1-2 pasien, tapi sejak Desember sampai sekarang catatan klinik saya ada sekitar 50 pasien," kata Spesialis Kandungan & Kebidanan RSIA Kendangsari Merr, Dr dr Eighty Mardiyan Kurniawan SpOG(K) kepada detikJatim, Kamis (6/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan pasien yang datang, jelas dia, bukan hanya Surabaya saja. Namun datang dari luar kota. Mereka merasa ini bisa diobati, mereka datang ke tempat praktik kami melakukan pengobatan.
"Itu awal pertama kami meyakini fungsi seksual perempuan itu adalah sesuatu yang harus diselesaikan bersama-sama," tambahnya.
Dahulu mindsetnya "suami minta, sudah, selesai". Tapi ternyata, di balik itu semua, sebelum perempuan orgasme, hingga kepuasan seksual, sampai merasakan intim dengan suami, itu merupakan perjalanan panjang.
"Mulai dari keluarnya hasrat atau keinginan untuk melakukan hubungan seksual, kemudian timbul atau arousal respons fisik akibat adanya hasrat dan rangsangan," ujarnya.
"Buat seorang perempuan awalnya tidak merespons jika hanya lihat gambar, mungkin lebih banyak terespons jika ada physical touch keintiman. Jika sudah mulai terangsang, itu akan ada rasa arousal hal fisik sebagai respons terangsang. Mulai muncul misalnya payudara tegang, putingnya tegang, detak jantungnya naik, nafasnya naik, sampai akhirnya bisa mendapatkan orgasme dan sampai pada sexual satisfaction," tambah Dosen dan Staf Departemen Obstetri dan Ginekologi FK Unair.
Lalu bagaimana menurut WHO soal gangguan fungsi seksual pada perempuan? simak di halaman berikutnya
Dalam WHO, sebut Eighty, gangguan fungsi seksual itu adalah gangguan yang sebenarnya meliputi banyak hal. Seperti psikologi, sosial, kultural dan lain-lain, semua memberikan konsekuensi bahwa penyelesaiannya tidak hanya secara physical, obat-obatan, tetapi ada hal-hal lain harus diatasi bersama.
"Ada perempuan yang memang tidak memiliki hasrat, ada yang hasratnya rendah. Ada gangguan disfungsi arousal, dia sudah berhasrat tapi tidak bisa "basah" (klimaks), itu arousalnya terganggu dan harus dicari. Ketiga adalah ketidakmampuan sampai orgasme. Keempat gangguan pada pain nyeri ternyata banyak dialami perempuan dengan segala sebabnya," tegasnya.
Dia pun menyarankan pasien melakukan pemeriksaan agar diagnosis tepat sehingga bisa melakukan pengobatan dengan tepat.
"Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, terutama kepada pasien yang ada kaitannya dengan hormonal. Karena fungsi hormonal sangat mempengaruhi fungsi seksual, baik laki-laki maupun perempuan," tambahnya.
Sementara dalam bukunya berjudul "Fungsi Seksual pada Perempuan", pihaknya berharap semua perempuan mendapat pengobatan yang tepat dengan sumber yang benar.
Sementara dokter spesialis andrologi, dr Supardi SpAnd (K) mengharapkan buku uroginekologi ini bisa menjadi sumber informasi yang jelas pada era saat ini. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang tidak jelas. Sebab dengan informasi yang jelas ini akan mengetahui seksual seseorang dengan pasti dan jelas pada sumber yang benar.
"Kalau orang lain mengatakan ilmu kesehatan mata paham "mata adalah jendela dunia" kalau dibidang saya andrologi "penis adalah kesehatan dasar dari pada tubuhmu" kalau penismu tidak bisa berdiri, berarti dalamnya pasti ada masalah, karena itu darah. Perempuan kalau bisa dijabarkan, berarti kalau kamu tidak bakal mendapatkan kepuasan seksual jangan-jangan ada masalah dalam tubuhmu yang lain. Itu poin saya," kata dr Supardi.