Membunyikan petasan atau meriam bambu menjadi tradisi sebagian warga Sumenep saat menyambut saudara atau tetangga yang baru pulang dari Tanah Suci. Namun tak disangka, tradisi ini memakan korban. Seorang lansia tewas usai terkena ledakan petasan ini.
Peristiwa ini terjadi di Desa Banuaju Barat, Kecamatan Batang-batang, Sumenep pada Sabtu (1/10) pagi. Sejumlah warga hendak menyambut saudaranya saat pulang umrah. Lalu, Kamsidin (60), warga Dusun Gunung Ettung, Desa Candi, Dungkek, Sumenep, bertugas menyalakan petasan.
Nahas, Kamsidin harus meregang nyawa. Ia meninggal dunia usai terkena ledakan petasan. Tubuh Kamsidin gosong. Ia juga menderita luka parah di perut, dada hingga kepala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu budayawan Sumenep, Ibnu Hajar menyebut, sebenarnya tradisi menyambut orang datang haji dan umrah itu bukan merupakan budaya baru di masyarakat pinggiran. Namun, hal ini bukan merupakan tradisi asli masyarakat Madura.
"Jadi menyambut orang datang haji atau umrah, kedatangan mempelai pengantin juga ada tradisinya, ini dipengaruhi oleh tradisi China, bukan budaya Madura asli," ungkap Ibnu.
Menurut Ibnu, pihak kepolisian hingga pemerintah sempat melarang tradisi ini. Bahkan, tradisi menyalakan petasan itu sudah mulai meredup, meskipun tidak hilang sepenuhnya.
"Tapi akhir-akhir ini pascareformasi mulai ada lagi, jadi era 80-an 90-an itu memang ramai kayak gitu itu (tradisi petasan), ini sudah menjadi tradisi menjadi budaya tidak hanya di daerah timur daya (kejadian tadi), tapi terutama di Sumenep secara umum begitu," imbuhnya.
"Jadi tidak hanya tradisi bagaimana menyambut ketika datang haji atau umrah, tapi juga manten. Misalnya mempelai pengantin pria ketika mau masuk ke mempelai perempuan, artinya tidak bilang mercon tapi rentengan panjang itu yang meledaknya terus menerus itu, ini sudah lama menjadi tradisi membudaya di masyarakat kita," lanjutnya.
Warga setempat, Rusdiono (34) menyebut tradisi ini memang kerap dilakukan warga saat ada acara penting. Tak hanya saat menyambut kerabat sepulang umrah hingga haji, namun tradisi ini juga digelar saat pesta pernikahan.
"Setiap ada keramaian seperti kedatangan haji, kedatangan umrah dan pesta pernikahan pasti ada penyambutan dengan petasan, meriam bambu kalau di desa disebut beddhil," ungkap Rusdiono, Sabtu (1/10/2022).
Ia menambahkan, tugas menyalakan petasan ini tak bisa dilakukan sembarang orang. Karena tak semua orang bisa menyalakan meriam bambu ini.
"Biasanya warga bikin sendiri atau ngundang warga yang biasa membuat meriam atau beddhil, bahkan biasanya ketika mau berangkat (haji atau umrah) juga ada kegiatan main petasan atau meriam beddhil itu di rumah warga yang punya hajat," imbuhnya.
Senada, warga lainnya, Mashudi (35) menyebut, tradisi ini sudah biasa dilakukan warga. Ia menambahkan, petasan ini memang sengaja dibunyikan untuk menyambut salah satu warga yang baru saja pulang menunaikan ibadah umrah.
"Korban terkena ledakan petasan seperti meriam bambu saat menyambut jemaah umrah yang baru datang," imbuhnya.
Penjelasan polisi soal luka di tubuh korban. Baca halaman selanjutnya!