Kota Malang -
Kasus korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe membuat Mahfud Md geram. Ia pun buka-bukaan besarnya dana yang diterima Lukas Enembe selama ia menjabat. Mahfud pun menyinggung dana otonomi khusus (otsus) Papua yang dinilainya tak jadi apa-apa.
Mahfud merinci, dana yang dikeluarkan pemerintah selama Otsus Papua cukup besar. Jumlahnya mencapai Rp 1000,7 triliun, yang digelontorkan sejak 2001. Zaman Lukas Enembe memimpin, jumlahnya mencapai lebih dari Rp 500 triliun.
Namun, dengan besarnya dana ini, Mahfud menyayangkan banyak rakyat di Papua yang tetap miskin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak jadi apa-apa, rakyatnya tetap miskin, marah kita ini. Negara turunkan uang sampai Rp 1000,7 triliun melalui dana Otsus. Rakyatnya miskin sejak ada Undang-undang Otsus. Sejak zaman Lukas Enembe itu Rp 500 triliun lebih, rakyatnya tetap miskin," tegas Mahfud saat ditemui di Kampus Unisma, Kota Malang, Jumat (23/9/2022).
Mahfud pun menyayangkan pembangunan Papua yang masih jalan di tempat karena dana Otsus dikorupsi.
"Sekarang di Papua itu ada infrastruktur jalan dan lain-lain, itu proyek PUPR, pemerintah pusat. Proyek PUPR, saya sudah cek. Yang dari dana Otsus banyak yang dikorupsi," jelas Mahfud.
Ia mengatakan, memang tidak semua dana Otsus Papua itu dikorupsi. Tapi, tetap saja hal itu berimbas pada perkembangan pembangunan di Papua. "Tentu tidak semuanya, tetapi banyak yang dikorupsi seperti ini. Bayangkan Rp 1.000,7 triliun," tambahnya.
Menteri kelahiran Sampang, Madura itu menambahkan, rakyat Papua dan Indonesia berhak marah. Sebab, dana triliunan yang harusnya dipakai untuk pembangunan malah tidak jadi apa-apa.
"Rp 1.000,7 triliun itu tidak jadi apa-apa, rakyatnya tetap miskin," ungkap Mahfud.
Baca halaman selanjutnya!
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu melanjutkan, banyak transaksi besar atau jatah per kepala dari pemerintah untuk pembangunan Papua.
"Untuk Papua mendapat Rp 14,7 juta per penduduk. Untuk Papua Barat Rp 10,2 juta per kepala penduduk. Kalimantan yang kaya raya dan sumbangannya besar cuma Rp 4,9 juta per kepala penduduk," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Mahfud berharap kasus korupsi Lukas Enembe yang saat ini diproses di KPK agar tidak dipolitisir. Dia meminta hukum tetap harus ditegakkan.
"Jadi Papua itu, negara menurunkan banyak sekali, tapi rakyatnya tetap begitu-begitu. Oleh sebab itu kita ambil korupsinya, jangan main-main, ini penegakan hukum!" tukas Mahfud.
Pada kesempatan ini, Mahfud menegaskan, kasus Lukas Enembe murni kasus hukum. Ia sudah terbukti melakukan korupsi. Pihak KPK juga telah mengantongi sejumlah saksi dan barang bukti.
"Kasus Lukas Enembe sekali lagi saya tegaskan adalah kasus hukum, bukan kasus politik dan itu atas perintah undang-undang dan aspirasi masyarakat Papua," imbuh Mahfud Md.
Mahfud menyebut, bahwa temuan dugaan korupsi Lukas Enembe senilai Rp 1 miliar hanya merupakan bukti awal. Menyusul kemudian pemblokiran uang tunai dari rekening Lukas senilai Rp 71 miliar.
"Satu miliar itu bukti awal yang sudah menjerat dia (Lukas). Sementara dugaan korupsinya banyak sekali, ada Rp 566 miliar dan ada Rp 71 miliar kontan yang sekarang kita tahan, kita blokir," beber Mahfud.
Seperti diberitakan, PPATK menyampaikan hasil analisis transaksi keuangan terkait Gubernur Papua Lukas Enembe yang kini tersangka di KPK. PPATK menemukan transaksi setoran tunai kasino judi menyangkut Lukas Enembe.
"Sejak 2017 sampai hari ini, PPATK sudah menyampaikan hasil analisis, 12 hasil analisis kepada KPK," kata Ketua PPATK Ivan saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9).