Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu melanjutkan, banyak transaksi besar atau jatah per kepala dari pemerintah untuk pembangunan Papua.
"Untuk Papua mendapat Rp 14,7 juta per penduduk. Untuk Papua Barat Rp 10,2 juta per kepala penduduk. Kalimantan yang kaya raya dan sumbangannya besar cuma Rp 4,9 juta per kepala penduduk," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu, Mahfud berharap kasus korupsi Lukas Enembe yang saat ini diproses di KPK agar tidak dipolitisir. Dia meminta hukum tetap harus ditegakkan.
"Jadi Papua itu, negara menurunkan banyak sekali, tapi rakyatnya tetap begitu-begitu. Oleh sebab itu kita ambil korupsinya, jangan main-main, ini penegakan hukum!" tukas Mahfud.
Pada kesempatan ini, Mahfud menegaskan, kasus Lukas Enembe murni kasus hukum. Ia sudah terbukti melakukan korupsi. Pihak KPK juga telah mengantongi sejumlah saksi dan barang bukti.
"Kasus Lukas Enembe sekali lagi saya tegaskan adalah kasus hukum, bukan kasus politik dan itu atas perintah undang-undang dan aspirasi masyarakat Papua," imbuh Mahfud Md.
Mahfud menyebut, bahwa temuan dugaan korupsi Lukas Enembe senilai Rp 1 miliar hanya merupakan bukti awal. Menyusul kemudian pemblokiran uang tunai dari rekening Lukas senilai Rp 71 miliar.
"Satu miliar itu bukti awal yang sudah menjerat dia (Lukas). Sementara dugaan korupsinya banyak sekali, ada Rp 566 miliar dan ada Rp 71 miliar kontan yang sekarang kita tahan, kita blokir," beber Mahfud.
Seperti diberitakan, PPATK menyampaikan hasil analisis transaksi keuangan terkait Gubernur Papua Lukas Enembe yang kini tersangka di KPK. PPATK menemukan transaksi setoran tunai kasino judi menyangkut Lukas Enembe.
"Sejak 2017 sampai hari ini, PPATK sudah menyampaikan hasil analisis, 12 hasil analisis kepada KPK," kata Ketua PPATK Ivan saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9).
(hil/dte)