Lara Ati merupakan film komedi yang tengah tayang di bioskop. Film ini relate dengan kehidupan banyak orang.
Sebab, film karya Bayu Skak ini menceritakan soal pekerjaan, cinta yang tidak direstui, hidup penuh tekanan hingga tentang solidaritas pertemanan.
Lara Ati menggambarkan sepenggal kisah hidup Bayu Skak. Selain sebagai sutradara, Bayu juga menjadi pemeran utama pria bernama Joko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sinopsis Film Lara Ati Karya Bayu Skak |
Ceritanya, Joko patah hati. Ia juga sumpek dengan pekerjaan yang tak sesuai dengan passion-nya. Tekanan datang dari orang-orang di sekitarnya.
Joko merupakan warga Peneleh, Surabaya. Ia bekerja di sebuah bank dan cukup memiliki jabatan. Namun hati kecilnya tak bisa dibohongi. Ia tidak menikmati pekerjaan tersebut.
Film ini terasa relate karena dalam dunia nyata pun, banyak sekali orang yang merasakan apa yang dirasakan Joko. Mereka terpaksa mengejarkan pekerjaan yang tidak dicintainya.
Sehingga pada akhirnya muncul kalimat 'berjalan tak seperti rencana adalah jalan yang sudah biasa, dan jalan satu-satunya jalani sebaik-baiknya'. Itu merupakan lirik lagu FSTVLST berjudul GAS.
Lirik lagu tersebut tidak berlaku di film Lara Ati. Sebab, Joko memberanikan diri untuk meraih mimpinya. Ia meninggalkan jabatan di Bank dan memilih bekerja sebagai desain grafis.
Masalah pekerjaan kemudian menumpuk dengan masalah percintaan. Sang kekasih, Farah memilih bertunangan dengan lelaki pilihan Abahnya.
Baca juga: Merasakan Surabaya Vibes di Film Lara Ati |
Dalam kesedihannya, Joko dipertemukan kembali dengan teman masa kecilnya, Ayu. Mereka bertemu di sebuah kafe di Surabaya. Ayu sedang mengalami masalah dengan pacarnya, Alan.
Masalah percintaan membuat mereka jadi akrab kembali. Mereka saling curhat dan sepakat untuk saling membantu kehidupan cinta dan karier masing-masing.
Menjadi teman senasib, Joko dan Ayu bertekad untuk memperbaiki hidup. Ketika Joko CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali) dengan Farah, tak lama Ayu mengetahui maksud Farah dan keluarganya. Di mana Farah menerima kembali Joko karena sudah naik jabatan dan mantan tunangannya terjerat korupsi.
Sebaliknya, Joko mengetahui Alan yang hanya memanfaatkan kekayaan Ayu. Akhirnya Joko dan Ayu menyadari bahwa mereka saling mencintai.
Joko dan Ayu kemudian menjalani hubungan. Bisnis Ayu pun berjalan lancar dan Joko menjadi desain grafis usaha cokelat milik Ayu.
Bagi warga Jatim khususnya Surabaya, film ini sangat relate. Selain syuting di Kota Pahlawan dan menggunakan bahasa Suroboyoan, film ini juga menampilkan sejumlah legenda ludruk. Mulai dari Cak Kartolo, Ning Tini, Cak Tono, Cak Sapari dan masih banyak yang lainnya.
(sun/sun)