Bicara Kepemimpinan, Haedar Nashir Sebut Visi Pemimpin Negara Adalah Kebangsaan

Bicara Kepemimpinan, Haedar Nashir Sebut Visi Pemimpin Negara Adalah Kebangsaan

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 01 Sep 2022 04:03 WIB
Ketum PB NU Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum PP Muhammadyah Haedar
Gus Yahya dan Haedar Nashir (Foto: Esti Widiyana)
Surabaya -

Universitas Surabaya (Ubaya) menggelar studium generale atau kuliah tamu 2022-2023 bertajuk 'Menakar Indonesia ke Depan: Harmoni Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia'. Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir hadir sebagai pembicara.

Ketua Panitia Studium Generale 2022-2023 Seri 3, Amirul Ulum mengatakan tema yang diambil menyesuaikan momen kemerdekaan ke-77 RI yakni membahas tentang toleransi dan merawat Indonesia dari segi kerukunan beragama.

"Pembahasan ini juga dapat menjadi insight baru bagi calon pemimpin bangsa agar mampu membawa Indonesia hidup berharmoni di tengah keberagaman yang ada," kata Amirul, Rabu (31/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membahas tentang keberagaman, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar menegaskan bahwa pemimpin negara tidak bisa memimpin dengan visi pribadi. Melainkan harus berdasarkan visi kebangsaan.

"Masa depan negara ini ditentukan dari seberapa jauh modal berbangsa dan bernegara yang dimiliki masyarakat. Modal inilah yang harus dibangun, dikembangkan, dan dirawat. Masyarakat bersama pemerintah harus mempunyai rancang bangun masa depan yang merupakan akumulasi dari politik, ekonomi, agama, dan sebagainya," katanya.

ADVERTISEMENT

Sedangkan, Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan sudut pandangnya tentang harmoni kehidupan beragama. Gus Yahya menyebut sikap toleransi antar sesama dalam perbedaan adalah pemenuhan mandat proklamasi.

"Kita bisa rukun kalau kita punya rasa persaudaraan, kemanusiaan, dan kebangsaan. Sehingga, kumpulan orang yang berusaha merusak Indonesia harus dibubarkan. Jangan memperalat agama dan identitas-identitas lainnya sebagai senjata politik," ujar Yahya.

Sementara Rektor Ubaya, Dr Ir Benny Lianto mengatakan, topik yang dibahas pada studium generale kali ini sesuai dengan visi Ubaya. Yakni ingin mencetak pemimpin nasional yang berkarakter dan memiliki integritas melalui dunia pendidikan.

"Melalui acara ini, Ubaya ingin mengajak mahasiswa, civitas akademika, serta seluruh masyarakat untuk mewujudkan kebinekaan dan keberagaman potensi bangsa. Ini adalah modal sosial untuk mewujudkan Indonesia maju," kata Benny.

Benny menyebut diskusi bersama dua tokoh ormas terbesar di Indonesia itu diharapkan bisa menghasilkan pemikiran yang holistik apabila masyarakat dihadapkan dengan sejumlah tantangan. Seperti radikalisme, intoleransi, atau terorisme.

"NU dan Muhammadiyah adalah dua sayap Garuda yang telah teruji komitmennya terhadap 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sikap inilah yang ingin Ubaya tekankan kepada para civitas akademika dan masyarakat luas untuk bisa hidup berdampingan dalam perbedaan," jelasnya.

Benny mengatakan kegiatan dan materi-materi yang didiskusikan dalam generale 2022-2023 itu akan didokumentasikan. Salah satunya dalam bentuk buku.

"Selama kurang lebih satu tahun ke depan akan digelar forum serupa guna membahas tema besar Menakar Indonesia ke Depan. Di tiap bulannya, Ubaya akan mengundang tokoh nasional dan pejabat publik untuk mendiskusikan tema tersebut dari bidang dan sudut pandang pembicara," urainya.

Benny berharap melalui studium generale seri tiga, masyarakat dapat memiliki wawasan yang lebih dalam tentang harmoni kehidupan di tengah perbedaan.

"Semoga civitas akademika Ubaya dapat semakin menghayati pesan kebhinekaan. Selain itu, mereka juga dapat menerapkan toleransi antar sesama dan meningkatkan kepedulian untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan bangsa di masa depan," pungkasnya.




(iwd/iwd)


Hide Ads