Kisah Nenek di Malang Berjalan Pincang Menyambung Hidup dari Anyaman Bambu

Kisah Nenek di Malang Berjalan Pincang Menyambung Hidup dari Anyaman Bambu

Tim berbuatbaik - detikJatim
Senin, 22 Agu 2022 15:02 WIB
Paniyem
Langkah Nenek Paniyem asal Malang yang menyambung hidup dari anyaman keranjang bambu. (Foto: Dok. berbuatbaik.id)
Malang -

Sepotong bambu ia genggam erat saat berjalan. Ia mengandalkan bambu itu untuk menatih langkahnya yang hati-hati ketika menuruni jalan yang licin. Butuh usaha ekstra bagi Paniyem untuk berjalan karena cacat sejak lahir yang membuat tumit kirinya tak bisa menjejak sempurna.

Meski berjalan dengan pincang, raut semangat tetap terpancar dari wajahnya. Pagi itu, nenek 71 tahun tersebut berjalan ke kebun tetangga. Ia bersemangat karena tetangganya sudah membolehkan dirinya memotong dan mengambil sendiri sejumlah bambu berdiameter cukup besar.

"Kakinya ini ngilu, yang kiri ini kalau dikasih sandal lepas terus," kata Paniyem kepada tim yang mendampinginya kala itu seperti dilansir dari berbuatbaik.id, Senin (22/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PaniyemPaniyem. (Foto: berbuatbaik.id)

Setelah bambu itu terpotong, ia segera memotong dan menghaluskan bambu itu agar siap dianyam menjadi keranjang. Setiap malam, Paniyem memilah dan menganyam keranjang bambu untuk dijual keliling desa Sumbertangkil, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, keesokan harinya.

Berkilo-kilo jarak harus ia tempuh untuk menjajakan banyak keranjang. Tapi tidak banyak yang laku. Sementara harga keranjang yang ia buat hanya Rp 20 ribu. Kalau sedang tak mujur, Paniyem hanya bisa menyantap mi instan yang ia masak di dapur rumahnya yang terlihat tidak layak.

ADVERTISEMENT

Dapur itu sudah sangat reyot, dindingnya sudah roboh tersapu tanah longsor di belakang rumahnya. Perabotan dapur pun tak lagi layak dipakai. Kondisi itu diperparah dengan bau kotoran hewan yang menguar dari kandang kambing di belakang dapurnya.

Sejak kecil kehidupan Paniyem memang keras. Sejak usia sekolah dia harus membantu keluarganya yang buruh tani. Ia sebenarnya pernah merantau ke Sumatera, mencari penghasilan di sana hingga sukses membuat rumah di kampungnya.

PaniyemPaniyem. (Foto: berbuatbaik.id)

Sayangnya, dia kehilangan aset berharga itu karena dijual keluarganya. Karena itu, dia hanya bisa pasrah kehilangan semuanya dan hanya tinggal di rumah berdinding kayu yang berlubang dan rapuh, dengan atap yang bocor saat hujan. Selain itu, tak ada kamar mandi di rumah itu.

Karena tak punya kamar mandi itulah Paniyem sering menahan buang air kecil. Dia malu harus menumpang terus ke kamar mandi tetangga. Hasilnya, saat ini ia menderita sakit darah tinggi, asam urat, hingga kolesterol.

Paniyem tak bisa berharap banyak dari orang-orang di sekitarnya. Kehidupan anak-anaknya pun sama-sama susah. Dari 6 anaknya, hanya Subroto yang tinggal dekat dengan Paniyem.

"Cita-cita pertama ke ibu itu cuma mau benerin rumah Ibu. Itu aja. Ini sebenarnya ada angan-angan sama temen-temen semua pemuda di sini mau mengajak cari kayu buat benahi rumah Ibu lagi. Tapi teman-teman bilang gini, kalau dikasih kayu tetap dihabiskan rayap lagi. Gitu katanya. Apa sedikit demi sedikit saya kumpulkan aja buat beli bata, ya?" Kata Subroto.

PaniyemPaniyem. (Foto: Dok. berbuatbaik.id)

Buruh bangunan itu hanya mencoba untuk berbakti kepada ibunya. Sedangkan sebagai manusia, Subroto dan Paniyem layak mendapatkan bantuan dari orang lain.

Karena itu, mari mewujudkan kehidupan yang penuh belas kasih dan kebaikan dengan saling membantu. Anda yang tergerak untuk merealisasikan mimpi Subroto dan membantu Paniyem agar kembali sehat dan hidup lebih baik bisa berdonasi melalui berbuatbaik.id.

Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan. Jika Anda ingin berdonasi untuk Mbah Paniyem, langsung klik di sini.




(dpe/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads