Biang Macet Perempatan Gedangan Sidoarjo yang Tak Kunjung Teratasi

Sorot

Biang Macet Perempatan Gedangan Sidoarjo yang Tak Kunjung Teratasi

Tim detikJatim - detikJatim
Rabu, 17 Agu 2022 08:21 WIB
Macet di Perempatan Gedangan, Sidoarjo
Kemacetan di Perempatan Gedangan. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Masyarakat sebenarnya sudah sangat sadar, penyebab kemacetan hingga puluhan tahun di Perempatan Gedangan, Sidoarjo. Biangnya adalah lebar jalan dan volume kendaraan.

Fery Rizkiawan (33), warga Jalan Pisang, Sruni, Gedangan, Sidoarjo sejak SMA sudah merasakan betapa perjalanan Surabaya-Sidoarjo dan sebaliknya butuh batin ekstra untuk meredam emosi.

"Dulu saya kalau sekolah, berangkat jam 6 kurang 10 (pagi) itu masih terasa sepi. Sekarang jangan harap, saya antar anak sekolah di Jalan Siak Surabaya berangkat jam setengah 6 pagi. Itu aja sudah terasa ramai," beber Fery.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sehari-hari, Fery harus melewati perempatan Sruni yang super crowded untuk bisa keluar ke jalan besar. Menurutnya, kemacetan di Sidoarjo sekarang memang semakin parah.

Ia pun menyadari, volume kendaraan yang sudah lebih banyak dari 10-15 tahun lalu tidak diimbangi dengan pelebaran jalan. Ia pun menganggap wajar, ketimpangan itu membuat jalanan semakin penuh.

ADVERTISEMENT

"Volume kendaraan tambah banyak. Sementara jalannya, ya itu-itu aja. Wajar kalau tambah hari, tambah penuh jalannya," ungkap ayah dua orang anak ini.

Belum lagi, kata Fery, kawasan Gedangan itu termasuk kawasan industri. Banyak pabrik dan gudang yang memiliki kendaraan berat dan setiap hari lalu lalang bersamaan kendaraan pribadi.

"Karena area Gedangan itu kawasan industri, saban hari (jalanan) selalu dihiasi dengan truk-truk trailer. Tambah penuh," katanya.

Lepas dari 'jebakan batman' di perempatan Sruni, Fery kembali menemui simpul macet di Perempatan Gedangan. Traffic light di perempatan itu menurutnya membingungkan dan sering terjadi penumpukan kendaraan.

"Kalau lampu hijau, yang dari Surabaya maupun Sidoarjo itu sama-sama jalan. Tapi ada juga kendaraan yang belok ke arah Betro sama Keboansikep juga jalan, akhirnya numpuk di tengah itu," katanya.

Hingga akhirnya ia pun mengusulkan semacam solusi dari masyarakat awam yang berharap didengar pemerintah. Yakni tentang rekayasa lalu lintas yang lebih masuk akal baginya.

"Mungkin bisa disiasati, traffic light di Perempatan Gedangan yang belok ke Betro sama Keboansikep itu juga diatur lampu merah dan hijaunya," usul alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Pengamat transportasi membenarkan biang kemacetan yang disebut Fery. Baca di halaman selanjutnya.

Pandangan Pengamat Transportasi

Dr Dadang Suprianto Kepala Bidang Keselamatan Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sidoarjo mengamini masalah yang disebut Fery itu merupakan biang kemacetan di Perempatan Gedangan.

Ia menjelaskan, kewenangan di Perempatan Gedangan itu saling beririsan. Ada jalan nasional yang merupakan kewenangan pemerintah pusat dan jalan provinsi yang merupakan kewenangan Pemprov.

"Sekarang saja sebetulnya kalau Pemerintah Provinsi mau mengelola simpang itu dengan baik, fase-nya itu ditambah lah, ditingkatkan. Eksisting kan hanya 2 fase (2 lajur), kemudian terlawan (saling bertemu) semua itu pergerakan (kendaraannya)," ujarnya kepada detikJatim, Selasa (16/8/2022).

Terutama, kata dia, lebar jalan di kawasan Jalan Raya Sukodono. Meski sudah ada pelebaran di kaki-kaki simpang tersebut, menurutnya itu belum cukup. Bila hal itu dibiarkan terus, ekor kemacetan akan selalu panjang.

"Ya pasti nanti impact-nya terhadap tundaan panjang (antrean kendaraan), terutama dari Surabaya ke arah Sukodono itu. Sekarang ini di kaki-kaki simpang itu sebelah barat sudah dilebarkan hanya yang sisi timur menuju ke arah sidoarjo itu yang memang belum," ujarnya.

Tundaan atau antrean kendaraan itu pun sudah pasti berdampak pada arus lalu lintas di jalan nasional arah ke Sidoarjo. Kemacetan pun semakin menjadi-jadi.

Tidak hanya soal lebar jalan, Dadang juga membenarkan tentang kendaraan berat yang bercampur dengan kendaraan ringan di sepanjang Jalan Sidoarjo-Surabaya itu berdampak besar pada kemacetan.

"Memang kendaraan berat berat bercampur kendaraan ringan ini ya sudah itu kan juga apalagi sekarang kendaraan berat ini cukup banyak frekuensinya. Itu pasti berpengaruh sekali. Luar biasa itu impact-nya terhadap lalu lintas. Luar biasa." ujarnya.

Regulasi seperti mengatur jam keluar masuk truk di jalan nasional, menurutnya saat ini juga sudah tidak bisa diterapkan. Karena memang lokasi pergudangan maupun industri memang bersinggungan langsung dengan jalan.

"Akhirnya ya sudah, regulasi apa lagi yang harus diterapkan? Harusnya, ya, memang pergudangannya saja yang diarahkan ke arah luar (dari jalan nasional gedangan). Supaya nanti kendaraan yang ada di perkotaan itu tidak terpengaruh," katanya.

Sebetulnya, kata dia, pemerintah sudah menyiapkan lokasi pergudangan seperti SIER di dekat kawasan Lingkar Timur. Seharusnya, lokasi industri dan pergudangan yang ada sudah bergeser ke sana.

"Seperti Rungkut SIER itu sehingga tidak lagi bersinggungan dengan kendaraan pribadi. Tapi entah kenapa tidak jalan. Harusnya ada penekanan dari provinsi dan nasional, industri tidak boleh berada di daerah dengan lalu lintas padat seperti itu," ujarnya.

Menurutnya, masalah kendaraan berat itu yang berkaitan dengan relokasi industri dan pergudangan itu perlu dipikirkan pemerintah dan dijalankan. Selama ini, wacana pemindahan itu telah tenggelam.

"Itu memang belum ada kajian lagi antara pemkab, pemprov maupun pemerintah pusat. Cuma kalau ada kajian di Bappeda Sidoarjo itu saya menyuarakan atas nama Masyarakat Transportasi di Sidoarjo. Kalau kajian resmi memang belum ada," ujarnya.



Hide Ads