Meski terjadi perputaran uang yang begitu besar di bisnis rongsokan, risiko di dunia bisnis ini tidak bisa dibilang kecil. Persaingan yang ketat kerap diikuti beragam ancaman yang harus dihadapi. Tak sedikit pelaku bisnis ini yang tadinya kawan, bahkan masih saudara, berbalik menjadi lawan.
Seperti dikisahkan Kaji AT, salah satu bos rongsokan di Demak, Surabaya. Bisnis yang ia geluti sejak 1998 silam tak semulus saat ini. Sebelum mengenal ulama dan tokoh agama, dulu ia sering kali cekcok dan hampir mengalami duel maut dengan rekan bisnisnya.
"Semua pekerjaan ada risiko, ya. Kalau di bisnis ini biasanya memang persaingannya keras. Dulu hampir carokan (bacokan), karena saya pernah kena tipu RP 150 juta. Barang saya dibawa tapi nggak dibayar-bayar," kata AT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kerabatnya lantas menyarankan AT membawa masalah itu ke meja hijau. Ia harus berurusan dengan pihak kepolisian saat melapor dan menyiapkan pengacara untuk menuntaskan masalah itu ke jalur hukum.
"Ya Alhamdulillah, ada saudara saya yang mengingatkan agar kasus itu dibawa ke jalur hukum saja. Akhirnya saya bawa pengacara dan polisi untuk menyelesaikan itu. Tapi banyak juga yang enggak selesai dan saya akhirnya belajar mengikhlaskan. Itu setelah saya ketemu guru-guru saya," kata AT.
Kaji KL warga Bulak Banteng, Surabaya menyatakan hal senada. Kini ia menjalani bisnis jual beli rumah. Namun dirinya tidak memungkiri bahwa uang yang dipakai modal jual beli rumah adalah hasil dari bisnis rongsokan yang ia geluti sejak muda.
"Sekarang sudah enggak jadi pengepul lagi, saya sekarang jual beli rumah. Iya memang dulu saya bisnis rongsokan dan hasilnya saya pakai modal untuk usaha jual beli rumah ini," kata KL saat ditemui usai melakukan pengajian rutin.
Ia tidak menyangkal ketika ditanya tentang persaingan keras di bisnis rongsokan. Saat usianya menginjak 40 tahun dan masih menjalani bisnis rongsokan, tidak sekali dua kali ia mendapat ancaman dari pesaing bisnis rongsokan lainnya.
Kaji KL sempat mendapat teror gegara dikira menyerobot peluang pebisnis rongsokan lain. Simak lengkap di halaman selanjutnya.
Terlebih dalam urusan harga. Besi hasil bongkaran pabrik atau limbah pabrik seperti tembaga dan aluminium, misalnya. Ketika harga yang dia berikan lebih tinggi, tidak tertutup kemungkinan bos rongsokan lain menjadi tidak suka.
"Kalau ancaman, ya, pasti ada. Malah seluruh pengepul pasti merasakan itu. Dulu waktu jadi pengepul besi hasil bongkaran pabrik itu saya pernah dapat ancaman, tapi saya langsung lapor polisi," kata KL.
Pengalamannya, KL sempat dihubungi pabrik yang menanyakan harga jual besi bekas bangunan kepadanya. Harga yang ia tawarkan ternyata sesuai dengan keinginan pihak pabrik sehingga terjadi kerja sama. Ternyata ada bos rongsokan lain yang sudah menawarkan harga tertentu kepada pabrik.
"Ya mana kita tahu ada kesepakatan sebelumnya. Pihak pabrik, kan, juga cari harga paling bagus. Dari mulut ke mulut akhirnya menghubungi saya, lalu saya sebut harga semestinya. Ternyata harga dari saya lebih tinggi sehingga pabrik menjual ke saya. Lalu saya dapat teror telepon hingga SMS. Saya laporkan saja ke polisi," kata KL.
Baik Haji KL maupun Haji AT saat ini tak ingin terlibat dalam persaingan yang terlalu mengambil risiko hingga mempertaruhkan nyawa. Terlebih, setelah hadir dalam rutinan majelis yang ia ikuti selama ini, keduanya sering mengalah dan sering kali merelakan apa yang belum menjadi rejekinya.
"Kalau sekarang saya sering mengikhlaskan, kalau mau ya silahkan ambil. Karena sejak rutin ikut majelis, saya jadi mengerti jika rezeki selalu tahu di mana dirimu berada," tutup AT.