Pelecehan seksual terhadap anak bisa terjadi di mana pun. Beberapa waktu lalu seorang pria mencium anak di sebuah toko di Sidayu, Gresik. Pelecehan oleh pria bernama BU asal Surabaya itu terekam CCTV dan viral di media sosial. Kapolsek setempat sempat menyebut bahwa itu bukan merupakan pelecehan karena 'tidak sampai membuka baju'. Namun sesuai perundang-undangan yang berlaku itu termasuk perbuatan pelecehan seksual.
Ada banyak penjelasan tentang definisi pelecehan seksual, terutama yang telah diatur di dalam Undang-Undang 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Cukup gamblang dijelaskan di dalam naskah akademik RUU TPKS yang disusun Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), mengenai pengertian atau definisi pelecehan seksual, termasuk yang dapat menimpa anak.
Definisi pelecehan seksual
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut naskah akademik RUU TPKS yang disusun Komnas Perempuan disebutkan bahwa pelecehan seksual merupakan istilah umum yang kerap digunakan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kekerasan seksual. Padahal pelecehan seksual adalah bagian dari kekerasan seksual.
Artinya, tindakan pelecehan seksual itu merupakan bagian dari sejumlah kekerasan seksual yang bisa menimpa siapa saja dan semua golongan. Termasuk terhadap laki-laki, perempuan, anak-anak, juga para disabilitas.
Lebih lanjut, Komnas Perempuan membagi tindakan pelecehan seksual itu menjadi tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik, dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.
Tindakan yang dimaksud termasuk juga siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
Pada penjelasan naskah akademik RUU TPKS juga dijelaskan dengan gamblang bahwa colekan atau sentuhan di bagian tubuh yang bersifat seksual, sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, termasuk dalam tindakan pelecehan seksual. Dalam kasus yang terjadi di Gresik, yang mana pria mencium anak yang menjadi korban hingga dua kali, tindakan mencium itu termasuk pelecehan seksual.
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan bahwa apa yang terjadi di Sidayu, Gresik itu termasuk dalam kategori pelecehan seksual sebagaimana telah diatur di dalam UU TPKS.
"Itu sebenarnya masih termasuk dalam kategori pelecehan seksual karena ada unsur ketidaknyamanan yang dirasakan oleh korban. Jadi kalau melihat contoh si anak (di Gresik) itu sebenarnya dia itu tidak nyaman, tapi dia tidak mampu mengatakan karena ada relasi kuasa cukup besar. Karena pelakunya orang dewasa. Mungkin juga dia (korban) ketakutan tapi tidak terkatakan," ujarnya kepada detikJatim, Jumat (24/6/2022).
Diam Bukan Berarti Setuju
Ilustrasi/(Foto: Zaki Alfarabi / detikcom)
|
"Dia (si anak) itu juga enggak nangis. Kalau nangis kan waktu itu seketika juga orang tuanya tahu. Menurut saya, (pelaku) tidak melakukan pelecehan," sebut Khairul kepada detikJatim beberapa waktu lalu.
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini yang akrab dianggap Rini menegaskan bahwa sikap diam si anak bukan berarti setuju dengan tindakan pelaku yang tiba-tiba menciumnya.
"Kan, macam-macam ya orang yang mendapatkan pelecehan ada yang dia bisa teriak ada yang dia diam saja. Ada yang dia lari. Dalam konteks si anak itu sebenarnya dia mau lari tapi kemudian ditarik lagi oleh si bapak itu, kan?. Kapolsek itu, kan, bilang si anak diam saja. Si anak tidak berteriak. Si anak tidak lari. Itu diam bukan berarti setuju. Karena diam itu bisa jadi karena secara psikologis dia tidak mampu untuk mengatakan," ujarnya.
"Karena itu keunikan setiap korban. Ada yang dia diam membeku tidak tahu mau melakukan apa, ada yang dia melawan, ada yang berteriak. Pada konteks anak ini terlihat sekali konteks relasi kuasanya. Anak itu baru sekitar 8 tahun, laki-laki itu sudah dewasa. Itu relasi kuasanya besar sekali," ujarnya.
Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Ilustrasi/(Foto: ilustrasi/thinkstock)
|
Tidak hanya pelecehan seksual secara fisik, pelecehan seksual nonfisik berkembang dengan difasilitasi teknologi informasi. Sebagaimana disebutkan di dalam Naskah Akademik RUU TPKS yang disusun Komnas Perempuan, beberapa bentuk kekerasan seksual nonfisik ada beberapa contoh.
"Beberapa di antaranya seperti diminta mengirimkan foto/video porno, pengambilan foto/video tanpa persetujuan, dikirimkan/diperlihatkan foto atau video porno, komentar seksis dan ancaman penyebaran foto/video porno," demikian penjelasan dalam naskah tersebut.
Sedangkan di dalam pasal 5 UU TPKS, yang dimaksud dengan perbuatan seksual secara nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
Sementara itu dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang TPKS bahwa pelecehan seksual baik nonfisik maupun fisik termasuk di dalam jenis tindak pidana kekerasan seksual.
Berikut ini jenis TPKS yang diatur dalam UU TPKS tersebut:
- Pelecehan seksual nonfisik
- Pelecehan seksual fisik
- Pemaksaan kontrasepsi
- Pemaksaan sterilisasi
- Pemaksaan perkawinan
- Penyiksaan seksual
- Eksploitasi seksual
- Perbudakan seksual dan
- Kekerasan seksual berbasis elektronik
TPKS juga meliputi:
- Perkosaan
- Perbuatan cabul
- Persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak
- Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban
- Pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual
- Pemaksaan pelacuran
- Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual
- Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga
- Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
- Tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.