Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony yang mengatakan bila diperlukan pemkot membuat kawasan percontohan KTR. Tetapi harus benar-benar menjalankan dengan komitmen bila ingin Perda dan Perwali berjalan konsisten.
"Komitmen pemkot yang ingin menjadikan Surabaya bebas asap rokok. Di tempat umum tidak sembarangan melakukan itu. Penerapan seperti di negara maju, Singapore dan lainnya tidak sembarangan tempat (merokok)," katanya kepada detikJatim, Jumat (17/6/2022).
Salah satu kawasan yang cocok adalah di Jalan Tunjungan. Karena Jalan Tunjungan merupakan pusat kota yang jadi jujugan warga.
"Perlu ada trigger untuk menjadi alasan kuat agar masyarakat kembali patuh terhadap pembatasan rokok. Jalan Tunjungan bagus menjadi kawasan percontohan, disediakan tempat atau bilik khusus merokok. Selain itu juga prioritas di RS, pendidikan, olahraga, tempat umum, perkantoran. Wali kota (bisa) memberikan penekanan," jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa pemberlakuan Perda KTR 2/2019 dan Perwali 110/2021 mulai longgar. Padahal dahulu saat kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini banyak diapresiasi dan disambut baik.
"Ini kan dalam rangka menjadikan Surabaya jadi lebih sehat. Tentang pelaksanaannya selama ini kita masih belum melihat penegak perda berjalan konsisten. Setelah beberapa waktu lalu digelorakan Pemkot Surabaya pada zaman Bu Risma," ujarnya.
"Di zaman Pak Eri seolah-olah tenggelam, tidak jadi isu yang konsentrasi banyak pihak, bahkan relatif dilupakan. Kami melihat di beberapa tempat banyak pihak yang melakukan pelanggaran, apakah di tempat khusus, kadang-kadang masih banyak di RS, lingkungan pendidikan, kantor, pemerintahan, melonggar," tambahnya.
Mengenai sanksi, Thony merasa hal itu menjadi sangat penting. Karena ketika ada aturan maka harus ada sanksi yang diterapkan. Jika Pemkot Surabaya memberikan contoh yang baik, maka masyarakat akan mengikuti.
AH Thony mengatakan bahwa berdasarkan data Dinkes Surabaya saat ini penyakit terbanyak di RS yang ada di Surabaya adalah Ispa atau saluran pernafasan. Salah satu penyebab sesak nafas menurutnya bisa karena rokok.
Ia menyarankan agar sanksi bagi pelanggar aturan bisa berupa penyitaan KTP. Lebih tepat lagi diberikan sanksi sosial, tetapi dengan sosialisasi terlebih dahulu.
"Pemberian sanksi ini macam-macam. Ada teguran, peringatan sampai denda. Sebelum denda, masyarakat harus tahu diambil KTP-nya. Tapi harus jera mengambil di mana. Maka itu akan menjadi efek jera. Tidak harus langsung didenda, tapi disita dulu. Sanksi sosial," pungkasnya.
(dpe/iwd)