Efek domino penerapan sekolah online diantaranya naiknya angka perkawinan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta lembaga pendidikan punya sensitifitas tinggi memberikan hak pendidikan anak.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan penerapan sekolah daring tak bisa dihindari ketika pandemi Corona melanda. Namun sekolah daring menurutnya bukan single faktor. Rita menilai, ada beberapa faktor lain yang menjadi pemicu seorang anak diputuskan harus menikah dini akibat kehamilannya.
"Saya kira sekolah daring bukan single faktor ya. Ada isu lain seperti kurangnya pengasuhan orang tua, kurangnya edukasi kesehatan reproduksi sehingga anak terlibat pergaulan bebas yang menyebabkan kehamilan. Kultural beberapa daerah yang lebih baik anak dinikahkan ketika hamil dan ada juga yang orang tuanya tidak punya alternatif kegiatan lain selama pandemi," kata Rita dihubungi detikJatim, Rabu (15/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyoal sekolah daring selama pandemi, Rita menambahkan, pihak lembaga pendidikan harus punya sensitifitas tinggi. Misal anak sering tidak hadir ketika pembelajaran online berlangsung, pihak sekolah harus tahu alasannya. Jika diperlukan home visit, justru akan menemukan solusi bersama antara orang tua dengan pihak sekolah.
"Sekolah jangan hanya sekedar mengejar target kurikulum saja. Ini mendidik gitu lho. Hak setiap anak mendapatkan pendidikan terbaik. Misal kendalanya di teknologi atau tools pembelajaran, ya sekolah harus lebih fleksibel dan inovatif," tandasnya.
Pendidikan, lanjut dia, bukan sekedar belajar mata pelajaran. Namun bagaimana seorang anak bisa berkembang pengetahuan, pola pikir dan peradabannya. Termasuk di dalamnya norma agama dan norma sosial di lingkup masyarakatnya.
"Nah soal PA tetap meloloskan perkawinan anak padahal P2TP2A tidak memberikan rekendasi berupa dispensasi kawin, dalam PerMA memang disebut dapat meminta. Bukan wajib," ungkapnya.
Untuk itu, saat ini sedang dirumuskan peraturan pemerintah agar rekomendasi dispensasi kawin dari P2TP2A dapat menjadi prasyarat terjadinya perkawinan anak.
"Way outnya, beberapa daerah seperti Kalimantan selatan dan Lombok Tengah itu membuat MoU dengan KUA. Dan cara ini memang terbukti menurunkan angka perkawinan anak. Tapi ya berpotensi ada pernikahan siri jadinya," pungkasnya.
(iwd/iwd)