Miris, Sekolah Daring Jadi Faktor Utama Naiknya Perkawinan Anak di Blitar

Miris, Sekolah Daring Jadi Faktor Utama Naiknya Perkawinan Anak di Blitar

Erliana Riady - detikJatim
Selasa, 14 Jun 2022 13:50 WIB
Kabid PPA DPPKBP3 Pemkab Blitar Lyes Setyaningrum Ari tunggal
Kabid PPA DPPKBP3 Pemkab Blitar Lyes Setyaningrum Ari tunggal (Foto: Erliana Riady)
Blitar -

Miris. Pelaksanaan sekolah daring efek pandemi Corona menjadi faktor naiknya angka perkawinanan anak. Fakta juga mengungkap beberapa anak dilahirkan tanpa adanya pernikahan kedua orang tuanya.

Data dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Blitar mencatat terjadi kenaikan angka yang sangat signifikan adanya perkawinan anak selama pandemi.

Tahun 2020, sebanyak 27 anak menikah di usia antara 14-16 tahun. Kemudian di tahun 2021, angka ini sedikit turun menjadi 22 perkawinan anak. Dan tahun 2022 ini, sejak awal Januari sampai awal Juni, tercatat sudah ada 34 perkawinan anak terjadi di Kabupaten Blitar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Angka ini yang kami monitor dari permohonan dispensasi nikah yang kami rekomendasikan ke Pengadilan Agama (sePA). Tapi kami mendapat informasi juga, ada dispensasi nikah yang kami tolak, namun perkawinan tetap dilaksanakan. Padahal kami tidak pernah mendapat laporan itu dari PA," ujar Kabid PPA DPPKBP3 Pemkab Blitar Lyes Setyaningrum Ari tunggal kepada detikJatim, Selasa (14/6/2022).

Lyes mengungkapkan masa sekolah daring menjadi faktor utama terjadinya perkawinan usia dini ini. Anak tidak punya aktivitas lain dan lebih banyak menghabiskan waktunya bermain gadget. Media sosial, disebut Lyes, menjadi media asupan anak tanpa adanya kontrol dan pengawasan dari orang tua mereka.

ADVERTISEMENT

"Hampir semua kasus yang kami tangani, kondisi orang tua sibuk bekerja. Anak yang tidak sekolah lebih sering main HP dan mendapat kenalan di medsos. Berlanjut ke perjumpaan secara fisik yang menjurus hubungan intim hingga menyebabkan kehamilan," ungkapnya.

Kehamilan di luar perkawinan sah, lanjutnya, menjadi dasar anak-anak ini kemudian meminta dispensasi nikah ke pihaknya. Lyes mengakui, dari angka dispensasi nikah yang direkomendasikan hampir 90 persen karena adanya kehamilan.

"Namun ada juga yang hamil tapi kami tidak berikan dispensasi nikah. Ini dari hasil asesmen kami kepada kedua belah pihak keluarga. Mengingat baik calon ibu atau bapaknya masih usia anak-anak. Belum produktif dan berpenghasilan sendiri. Lalu bagaimana mereka akan merawat anaknya jika lahir kelak," tandasnya.

Lalu bagaimana solusi dan nasib jabang bayi yang ada dalam kandungan si anak, Lyes menjawab, diputuskan dari hasil mufakat kedua belah pihak keluarga. Jika pihak keluarga bersedia dan dinilai mampu merawat bayi, maka akan diserahkan kepada keluarganya.

"Tapi jika kedua keluarga tidak mampu, baik secara material maupun inmaterial, kami dampingi sang calon ibu sampai melahirkan. Kemudian nanti ada prosedur sesuai hukum dan aturan yang berlaku, bayi bisa diadopsi keluarga lain yang menginginkan anak. Tentu harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan," kata Lyes.

Terkait tidak adanya laporan dari PA yang meloloskan perkawinan anak berlangsung tanpa rekom dispensasi dari dinasnya, Lyes berkoordinasi langsung dengan semua KUA di wilayah Kabupaten Blitar.

"Kami menunggu data dari KUA ini. Nanti kalau semua KUA sudah menyampaikan data ke kami, akan ada penguatan koordinasi dengan PA. Karena prosedurnya, PA meminta calon pengantin anak mendapatkan rekom dari P2TP2A. Lalu surat kami tembuskan langsung ke hakim PA. Tapi kami tidak dapat laporan apakah perkawinan anak ini tetap diloloskan atau ditolak sesuai dengan rekomendasi kami," pungkasnya.

HIngga pukul 13.45 WIB, pihak PA belum merespons pesan yang dikirimkan detikJatim untuk klarifikasi.




(iwd/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads