Cak Eko Londo Pernah Ditolak Masuk Srimulat Karena Terlalu Ganteng

Cak Eko Londo Pernah Ditolak Masuk Srimulat Karena Terlalu Ganteng

Tim detikJatim - detikJatim
Sabtu, 28 Mei 2022 14:10 WIB
Eko Londo alias Eko Tralala Pelawak Srimulat
Eko Londo alias Eko Tralala Pelawak Srimulat/(Foto: Nadia/detikJatim)
Surabaya -

Cak Eko Tralala alias Cak Eko Londo, Pelawak Srimulat kelahiran Surabaya yang bernama asli Eko Untoro Kurniawan pernah ditolak masuk ke grup lawak legendaris itu dengan alasan terlalu ganteng. Lho, kok? Gimana ceritanya sih?

Pria kelahiran Agustus 1957 itu masuk ke Srimulat Jakarta sekitar tahun 1986 silam. Sebelum bergabung dengan Srimulat Jakarta ia sempat melamar ke Srimulat Surabaya tapi ditolak karena terlalu ganteng.

"Waktu daftar di Surabaya, saya sempat ditolak oleh Sutradara Pak Martopo Almarhum. 'Enggak bisa, Pak Eko, sampeyan itu terlalu ngganteng.' Berarti dalam analisa saya pelawak iku lak elek-elek. Tapi lek tak delok ancene akeh sing elek pelawak itu (kalau dilihat memang banyak yang jelek, pelawak itu)," ujarnya ketika berkunjung ke detikJatim, Jumat (27/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak menyerah mendapat penolakan dari Almarhum Martopo, Eko terus ngebeng. Ia terus mempelajari bagaimana lawakan para pemain Srimulat di atas panggung. Ia terus belajar, karena cita-citanya memang menjadi pelawak. Hingga suatu hari pada 1986 itu, ia nekat ke Jakarta menemui Teguh Slamet Rahardjo.

"Saya itu ngebeng. Selalu ngebeng. Lihat. Jadi srimulat main itu saya lihat. Karena belajarnya pelawak itu dari melihat. Oh humornya di sini. Nah suatu saat saya ke Jakarta, nemoni Pak Teguh sendiri. 'Gelem ta koen dadi pelawak?' Lho, cita-cita saya ini jadi pelawak, Pak. 'Yowis, pelawak Londo ga ono ndek Indonesia, mek koen tok. Sukses koen, mene-mene'. Itu Pak Teguh bilang begitu," katanya.

ADVERTISEMENT

Pertama kali masuk Srimulat itulah ia mendapat nama panggung Eko Londo. Tapi ia di Jakarta hanya sebentar. Sekitar 1988, kondisi Srimulat semakin karut marut. Pada saat itulah Eko memutuskan untuk mundur bersama Gogon, bersamaan ketika Mamiek dipecat. Hingga akhirnya pada 1989 pihak Taman Ria Remaja Senayan benar-benar menutup pintunya bagi rombongan Aneka Ria Srimulat.

"Srimulat, kan, bubar. Saya enggak tahu perkara utang opo liane. Enggak tahu saya. Setelah srimulat Jakarta bubar, saya disuruh ke Surabaya. Pak Teguh yang menjamin. Akhirnya Saya main di Surabaya. O, tak entekno (tak habiskan). Duer, duar, saya manggung pakai nama Eko Handai Taulan Hawai Five O John Tralala la la la...," katanya.

Eko Londo alias Eko Tralala Pelawak SrimulatEko Londo alias Eko Tralala Pelawak Srimulat/Foto: Nadia/detikJatim

Dari nama panjang itulah pada akhirnya pihak televisi yang membuatkan program untuk Eko menyingkat nama panggungnya menjadi Eko Tralala. Tapi nasib Srimulat di THR Surabaya tak kalah rumitnya. Maka Eko bersama Almarhum Mamiek dan Almarhum Gogon membentuk grup yang mereka namai Sumirat, yang sempat bersaing dengan Batik Grup (Basuki, Timbul, Kadir).

"Itu zamannya night club. Saingan sama grupnya Basuki itu, Batik Grup. Sempat juga kita berkelahi karena main bareng di suatu tempat. Ya, namanya juga persaingan. Tapi setelah antem-anteman yo wis mari. Wis enggak ono urusan maneh," ujarnya.

Mengenai kenapa Srimulat Surabaya akhirnya bubar seperti nasib Srimulat di Jakarta. Eko Londo mengatakan faktornya banyak. Salah satunya adalah lokasi THR yang semakin terpinggirkan seiring dengan kemajuan zaman, juga berdirinya mal di depan kompleks gedung kesenian tersebut.

"Faktor banyak. Salah satunya pemerintah Surabaya saat itu. THR ditaruh di belakang, malnya ditaruh di depan, buesar kayak gitu. Juga kemajuan teknologi dan perubahan zaman. Sekarang sudah canggih, ada televisi, ada handphone. Malah sekarang ada YouTube. Hiburannya sudah semakin banyak. Ya, mungkin sudah waktunya Srimulat tidak lagi ditonton, waktu itu," katanya.

Satu hal yang kenang sampai saat ini. Menurutnya, grup lawak Aneka Ria Srimulat bisa bertahan dan berjaya begitu lama, sejak tahun 60-an hingga akhir 80-an, serta berkembang dari Surabaya ke Solo, ke Semarang, bahkan mampu merebut hati masyarakat di Ibu Kota, semua karena para pelawak di panggung Srimulat bisa menyatu dan menjadi 'senyawa' (seperti satu nyawa).

"Kalau teman-teman di Srimulat itu yang jelas kami itu senyawa. Jadi omongan dia kita tahu, omongannya kita dia tahu. Makanya srimulat itu bertahan karena bisa senyawa. Kuncinya improvisasi. Dagelan enggak atek mikir. Tapi untuk bisa senyawa itu ada garis besarnya. Jadi kita sudah tahu cerita dan peran masing-masing," ujarnya.

Ke-'senyawa'-an Srimulat itu tak lepas dari buah pemikiran Teguh Slamet Rahardjo. Di tangan Sang Maestro itulah lawak Srimulat di masanya menjadi tidak pernah kering. Ceritanya selalu baru, selalu terasa segar, padahal dalam praktiknya tidak ada naskah seperti skenario film yang perlu dihafalkan. Semua mengalir seperti kehidupan dan menghidupi masing-masing pelawak itu sendiri.




(dpe/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads