Aneka Ria Srimulat untuk pertama kalinya pentas permanen di Jakarta pada 1981 di Taman Ria Remaja, Senayan. Sebelumnya, grup lawak itu telah bangkit dari 'sakit keras' di THR Surabaya sejak masuknya Asmuni dkk dari grup Lokaria pada 1976 dan sempat sukses besar di Surakarta.
Hari itu, 10 Oktober 1981, pelawak Asmuni, Gepeng, Triman, Paul, Tikno, Slamet "Martini" Haryono, Rudy Hartamin, Jujuk, Sofia, Kisbandiah, Indri, Yanti Sarpin, dan Ani Asmara mengibarkan Panji Srimulat di Senayan.
Seperti dicatat Herry Gendut Janarto dalam buku Teguh Srimulat Berpacu dalam Komedi dan Melodi (1990), Sabtu malam itu Taman Ria Remaja Senayan yang biasanya tenang dan sepi menjadi riuh dan gegap gempita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Luar biasa. Penonton meluap. Sekitar 800 tempat duduk penuh terisi. Belum terhitung yang harus berdiri. Harga karcis yang 'hanya' Rp 2.000 dan Rp 1.000 bukan problem buat masyarakat Ibu Kota. Malah, deret kursi kelas satu yang justru lebih dulu amblas terjual," catat Herry.
![]() |
Sejumlah pelawak Ibu Kota tak henti-hentinya memberi ucapan selamat kepada pemimpin Aneka Ria Srimulat Teguh Slamet Rahardjo atas pertunjukan hari itu. Mereka di antaranya Bagio, Darto Helm, Diran, Ateng serta pelawak Ibu Kota lain di masa itu.
Namun, sebagaimana kisah perjalanan sukses lainnya, apa yang diraih Srimulat pada hari itu tidak dilalui secara mulus. Ada sejumlah peristiwa selama setahun sebelumnya yang menguji mental dan menguras air mata para pelawak Srimulat.
Peran penting Asmuni, penyanyi kelahiran Diwek, Jombang yang banting setir menjadi pelawak dan memperkuat Srimulat cukup menonjol dalam sejumlah peristiwa yang dilalui dalam kurun waktu tersebut.
Selama 2 tahun sebelum memiliki panggung tetap di Senayan itu, Teguh sudah mendekati pengelola sejumlah tempat agar Srimulat punya panggung tetap di Jakarta. Mulai dari Taman Ismail Marzuki (TIM) hingga Gedung Jetro di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Semuanya gagal.
Pada awal 1980 Teguh mendapat angin segar ketika pengusaha yang mengontrak sebuah lantai di Proyek Pasar Senen mengajaknya bekerja sama. Impian manggung secara tetap di Jakarta ada di depan mata. Oleh sebab itu, ia memboyong sejumlah pelawak yang kemudian disebut "Tim Jakarta".
Tapi manusia memang hanya bisa berencana. Pengelola Proyek Senen, PT Pembangunan Jaya ternyata tidak setuju Srimulat menetap di sana. Salah satunya karena alasan keamanan dan ketertiban. Teguh pun mengambil keputusan cepat.
Ia percayakan rencana aksi yang dia susun secara kilat untuk kelanjutan Tim Jakarta kepada Asmuni. Berikut kutipan dialog itu seperti diabadikan oleh Herry Gendut Janarto di dalam bukunya.
"Wah, As, gagal lagi. Bagaimana kalau kamu bawa anak-anak keliling di Jawa Timur," ucap Teguh kepada Asmuni, membicarakan nasib Tim Jakarta. "Memang bagus begitu, Pak... daripada dibubarkan nanti susah mengumpulkan mereka lagi."
![]() |
Rombongan Tim Jakarta segera cabut dari Ibu Kota. Mereka terdiri dari 15 pelawak, 8 pemusik, 10 penyanyi, dan sejumlah tukang kayu dan listrik untuk urusan properti panggung dan peralatan elektronik.
Selain Asmuni komposisi pelawak Tim Jakarta adalah pelawak pilihan dari Surabaya dan Surakarta. Sebut saja Paimo, Totok Hidayat, Atmo Lim Ban Po, Abimanyu, Triman, Paul, Gepeng, Subur, Tikno, Ismiyati, Nunung, dan sebagainya.
Teguh menyerahkan Tim Jakarta kepada Asmuni agar diajak safari ke kota-kota di Jawa Timur. Pada momen ini lah peran penting Asmuni tidak perlu diragukan lagi.
"Bukan tanpa alasan Teguh menunjuk Asmuni sebagai pimpinan rombongan keliling. Pelawak senior ini sangat menguasai medan Jawa Timur. Pengalaman panggungnya sebagai pemain Sandiwara Seni Drama Ribut Rawit, pimpinan Ludruk Gaya Baru, dan pelawak Lokaria adalah jaminan mutu. Dibantu oleh Dadang Sugiatno dan Gendon sebagai pengurus harian, mulai lah 'Tim Jakarta' berkelana di Jawa Timur akhir April 1980," catat Herry.
Tragedi Pertama
Tim Srimulat Jakarta meraih sukses besar selama safari di Jatim. Mulai dari Malang, Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Mojokerto, Mojoagung, Kertosono, dan Jombang. Penonton setempat selalu menyambut hangat.
Safari keliling mulai merambah Semarang, Jawa Tengah. Saat itu lah rangkaian tragedi dimulai. Salah satu pelawak paling kerempeng di Srimulat Tikno mengalami kecelakaan lalu lintas saat perjalanan pulang dari Jombang ke Solo.
Bus yang ia tumpangi selip menabrak pohon. Tikno luka berat. Mata kanannya luka parah hingga bola matanya terpaksa diganti kaca. Tapi acara di Gedung Pandanaran, Semarang harus tetap berlanjut. Selama 2,5 bulan Srimulat tampil di sana penonton selalu berjubel.
Tragedi Kedua
Pada Maret 1981 setelah sebulan manggung di Tulungagung, Tim Jakarta bersiap tampil di Madiun. Asmuni dan kawan-kawannya Tim Surabaya memanfaatkan libur 2 hari untuk menengok keluarga di Asrama THR Surabaya.
Begitu juga pelawak dari Solo seperti Gepeng, Subur, dan Nunung, yang juga pulang ke kotanya. Sedangkan Abimanyu, pelawak asal Malang, pamit ke Asmuni karena memilih tandang ke Panggung Bale Kambang di Surakarta.
![]() |
Setelah manggung di Surakarta, Abimanyu bersama Tony pengusaha hiburan rekan setia Srimulat dan dua orang lainnya yang naik sedan Fiat 1300 putih milik Abimanyu berniat menyusul ke Madiun. Dalam perjalanan itulah tragedi terjadi.
Di Desa Sidowayah di luar Kota Ngawi, sedan kecil yang dikemudikan Tony beradu muka dengan sebuah truk dari arah berlawanan. Abimanyu meninggal dunia pada tragedi itu.
"Sedan mungil itu ringsek berat. Tony, pengusaha hiburan yang sudah seperti keluarga sendiri di lingkungan Srimulat meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Ngawi. Wiwik, istri Tony, menderita luka parah. Sedang Yanti, pemain Srimulat Surabaya, putri pelawak Sarpin, koma dua hari suntuk. Pipi dan keningnya harus dijahit. Sungguh mengerikan peristiwa 11 Maret 1981 itu!" Kata Herry Gendut Janarto di dalam bukunya.
Begitulah, tragedi telah mewarnai perjalanan menuju lembaran baru kesuksesan Srimulat di Taman Ria Remaja, Senayan, Jakarta. Tragedi pilu yang telah membawa pergi salah satu pelawak terbaiknya itu tidak akan pernah terlupakan oleh pelawak lainnya. Termasuk Asmuni.
(dpe/dte)