Cerita DJ dan SPG Terjun ke Prostitusi Online Demi Duit Instan dan Kebutuhan

Cerita DJ dan SPG Terjun ke Prostitusi Online Demi Duit Instan dan Kebutuhan

Ardian Fanani - detikJatim
Minggu, 06 Mar 2022 12:27 WIB
Ilustrasi perdagangan orang/prostitusi (Fuad Hashim/detikcom)
Foto: Ilustrasi perdagangan orang/prostitusi (Fuad Hashim/detikcom)
Banyuwangi -

Bisnis prostitusi online melalui aplikasi tampaknya cukup menjanjikan bagi mereka yang terjun di dalamnya. Mereka beralasan karena kebutuhan ekonomi yang mendesak.

Ditambah lagi pandemi COVID-19 membuat minat terjun ke dunia gelap tak terelakkan. Fenomenanya justru semakin semarak di balik keinginan untuk mendapatkan uang secara cepat dan dirasa mudah meski harus mengesampingkan moral dan risiko.

Adalah AS (28) warga Banyuwangi yang selama dua tahun terakhir menjadi bagian dari daftar nama wanita yang memasukkan dirinya sendiri ke dalam list aplikasi percakapan (MiChat) yang biasa digunakan oleh para pria hidung belang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah dua tahun ini. Setelah adanya pandemi saya balik dari Bali karena tidak punya pekerjaan," ujar AS kepada detikJatim, Minggu (6/3/2022).

AS menceritakan awal mula dirinya terjun di bisnis terlarang itu tak lepas dari dampak domino pandemi COVID-19. Ibu satu anak itu dulunya adalah seorang disk jockey (DJ) yang kerap tampil di beberapa klub malam di Bali.

ADVERTISEMENT

"Ada 3 club yang kontrak saya. Tapi setelah pandemi, kontrak diputus dan saya harus balik ke Banyuwangi," katanya.

Untuk menyambung hidup, dirinya menjual alat DJ untuk membuka bisnis seblak di Kecamatan wilayah Selatan Banyuwangi. Bisnis itu berjalan cukup baik awalnya. AS bisa mendapatkan omzet hingga Rp 4 juta per bulanya dari bisnis makanan berbahan kerupuk mentah itu. Tapi, perlahan AS mulai tergoda untuk mendapatkan hasil yang lebih besar.

"Langsung coba. Kebetulan di Banyuwangi, saat itu aplikasi prostitusi online tengah menjadi tren baru. Berawal dari coba-coba, saya akhirnya mulai terjun. Mulai jalan (menginap) dari satu hotel ke hotel lainya untuk melayani orang-orang itu (user)," tambahnya.

Saat ini, kata AS, dirinya melayani pelanggan di rumah kos-nya. Selain lebih bebas, dirinya mengaku lebih irit dibandingkan menginap di hotel.

"Kalau kos ya lebih murah per bulan gitu. Paling mahal Rp 1 juta. Sementara kalau hotel itu ya per hari bisa Rp 200 sampai Rp 300 Ribu per malam. Mending uangnya dibuat yang lain," pungkasnya.

Hal yang sama diungkapkan oleh D (30). Warga Banyuwangi ini terpaksa pulang dari Bali juga karena pandemi. Wanita yang sudah 5 tahun bekerja sebagai wanita panggilan di Bali ini juga memanfaatkan aplikasi percakapan itu.

"Ngaku ke suami kerja di Bali jadi SPG. Tapi ya gitu jadi panggilan. Kalau di Banyuwangi sekarang lebih dekat. Tapi ya tetep ngaku kerja SPG di Banyuwangi. Suami tidak tahu," katanya.

D mengaku ingin sekali berhenti bekerja seperti ini. Niatan itu muncul juga karena banyaknya orang iseng di aplikasi percakapan hingga penawaran 'sadis' tentang harga yang dipatoknya. Namun kembali dirinya beralasan belum adanya ekonomi yang mencukupi, membuat dirinya belum beranjak dari kubangan dosa itu.

"Banyak yang nawar sadis. Hampir 50 persen dari harga. Kelak pasti usai. Tapi saat ini masih mengumpulkan modal dulu. Pingin buka salon kecantikan,"pungkasnya.




(iwd/iwd)


Hide Ads