Pernahkah kamu mendengar tentang Kori Kamandungan di Keraton Solo? Gerbang ini bukan hanya pintu masuk, tetapi juga simbol perjalanan batin yang penuh makna. Terletak di dua sisi keraton, Kori Kamandungan Lor dan Kidul, keduanya memiliki peran yang sangat berbeda dalam menandai tahapan spiritual seseorang.
Kori Kamandungan Lor adalah gerbang pertama yang mengajak pengunjung untuk merenung dan mengoreksi diri sebelum memasuki area sakral Keraton. Sementara itu, Kamandungan Kidul menandakan langkah menuju kedewasaan batin, di mana seseorang siap menghadapi ruang-ruang lebih suci.
Penasaran dengan makna mendalam yang tersembunyi di balik perbedaan kedua gerbang ini, detikers? Simak lebih lanjut untuk mengetahui simbolisme dan filosofi yang ada di balik Kori Kamandungan Lor dan Kidul, serta bagaimana Keraton Solo mencerminkan perjalanan hidup manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin utamanya:
- Kori Kamandungan Lor adalah gerbang transisi pertama, mengajak seseorang untuk merenung dan mengoreksi diri sebelum memasuki kawasan sakral Keraton Solo.
- Kori Kamandungan Kidul berfungsi sebagai gerbang yang menandai tahapan kedewasaan batin dan kesiapan untuk melangkah ke ruang lebih suci.
- Penataan keraton yang memisahkan kedua gerbang ini mencerminkan perjalanan spiritual hidup manusia yang dimulai dengan koreksi diri dan berakhir pada pencapaian kesadaran tertinggi.
Apa Itu Kori Kamandungan di Keraton Solo?
Menurut Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih dan Siti Fatonah dalam Dimensi Estetika dan Identitas Budaya Keraton Surakarta, Kori Kamandungan adalah gerbang penting yang menjadi pintu masuk menuju Kedhaton, yaitu kawasan inti keraton yang paling suci. Gerbang ini berada setelah Kori Brajanala, dan menjadi batas antara area luar dengan ruang sakral tempat raja bersemayam.
Secara bahasa, menurut Jilanaura Abiyya Kusuma dalam Studi Komparatif Gapura Halaman Keraton Kasunanan Surakarta, kata 'kori' berarti pintu atau gerbang. Sementara 'kamandungan' berasal dari kata 'mandhung', yang berarti berhenti sejenak. Makna berhenti di sini tidak hanya berhenti secara fisik, tetapi berhenti di dalam batin, yaitu waktu bagi seseorang untuk merenung, mengingat diri, dan menata hati sebelum melangkah lebih jauh.
Oleh karena itulah, saat seseorang melewati gerbang ini, ia tidak sekadar berjalan menuju ruang raja. Ia juga diajak untuk mengoreksi sikap dan tingkat kesopanan, mengingat perbuatan masa lalu, memohon ampun atas kesalahan, dan mensyukuri rahmat yang diterima.
Masih menurut penelitian Marlina dan Nilasari yang dikutip oleh Muhadiyatiningsih dan Fatonah, makna kamandungan juga berkaitan dengan kesadaran bahwa manusia pasti akan kembali kepada asalnya, yaitu Tuhan. Maka Kori Kamandungan menjadi penanda perjalanan batin, bukan sekadar bangunan.
Di dalam ruang gerbang ini juga terdapat kaca besar yang disebut kaca wirangi atau kaca pengilon. Menurut Kusuma, kaca ini dipasang agar setiap orang yang masuk bercermin, baik secara lahiriah maupun batiniah.
Bercermin secara lahiriah maksudnya adalah memperbaiki kerapian pakaian dan sikap. Sementara bercermin dalam hal batiniah adalah memeriksa niat, menahan hawa nafsu, dan merendahkan hati.
Selain itu terdapat simbol lingga dan yoni, yang menurut Muhadiyatiningsih dan Fatonah mengingatkan bahwa hidup berasal dari perpaduan laki-laki dan perempuan dengan izin Tuhan. Simbol itu juga bermakna bahwa hawa nafsu adalah ujian terbesar yang harus dikendalikan sebelum seseorang mencapai kesempurnaan jiwa.
Perbedaan Kori Kamandungan Lor dan Kori Kamandungan Kidul
Menurut Annisah Ayu Wulandari dkk dalam Surakarta Palace Spatial Organization, Kori Kamandungan memiliki dua sisi, yaitu lor (utara) dan kidul (selatan). Keduanya memiliki fungsi dan makna berbeda dalam struktur ruang dan simbolisme.
1. Kori Kamandungan Lor
Kori Kamandungan Lor berada di bagian utara kompleks dan menjadi area peralihan antara ruang publik menuju kompleks utama yang hanya dapat diakses keluarga kerajaan. Di tengah kawasan ini terdapat halaman luas yang juga berfungsi sebagai jalan umum. Pada sisi timur dan barat halaman tersebut berdiri bangunan yang dahulu merupakan barak prajurit.
Pada masa lalu, barak bagian timur digunakan oleh prajurit Kasunanan Solo, sedangkan barak bagian barat ditempati oleh pasukan KNIL pada era kolonial Hindia Belanda. Kini, bangunan-bangunan itu telah beralih fungsi menjadi kantor.
Sebagai pintu peralihan dari ruang luar ke ruang yang lebih sakral, Kori Kamandungan Lor menjadi titik awal seseorang meninggalkan unsur duniawi dan mulai menata sikap sebelum memasuki kawasan kedhaton. Makna simbolik 'kamandungan' sebagai tempat berhenti untuk merenung, muncul di sini.
Seseorang yang melewati gerbang ini diajak untuk mengoreksi diri, menimbang perbuatan, dan menyiapkan hati sebelum melangkah lebih dalam. Kehadirannya menandai awal perjalanan batin menuju pengenalan diri dan pemurnian sikap.
2. Kori Kamandungan Kidul
Masih menurut Wulandari dkk, Kemandhungan Kidul terletak di sebelah selatan Kori Gadung Mlathi, dan berfungsi sebagai pintu masuk keraton dari arah selatan. Di pintu ini terdapat ornamen-ornamen dekoratif yang sarat makna, salah satunya ornamen bunga melati yang melambangkan kesucian. Area di sekitar pintu ini lebih terbuka bagi masyarakat, tidak seketat Kemandhungan Lor yang menjadi batas menuju area paling inti.
Secara simbolik, berdasarkan penafsiran perjalanan ruang yang dijelaskan oleh Muhadiyatiningsih dan Fatonah, bagian Kamandungan Kidul ini menggambarkan tahap lanjutan dalam perjalanan batin manusia. Jika Kamandungan Lor adalah titik awal untuk berhenti dan mengoreksi diri, maka Kamandungan Kidul adalah tahap ketika seseorang telah melatih pengendalian diri dan memasuki kedewasaan batin.
Di titik ini, manusia dianggap mulai mampu menjaga kemurnian hati dan perilaku. Oleh karena itu, manusia tersebut dianggap siap melangkah ke ruang-ruang yang lebih suci seperti Sri Manganti dan Sasana Sewaka, tempat penyatuan antara kesadaran diri dengan tujuan hidup spiritual.
Kompleks Keraton Solo Menggambarkan Alur Hidup Manusia
Secara umum, Keraton Kasunanan Solo terbagi menjadi beberapa kompleks utama, mulai dari Tugu Pamandengan/Alun-alun Lor hingga Alun-Alun Kidul, dengan Kompleks Kamandungan Lor dan Kompleks Kamandungan Kidul sebagai bagian penting di antara kompleks lainnya. Penataan bangunan Keraton ini memiliki makna filosofis mendalam yang berpusat pada perjalanan hidup manusia.
Perjalanan dari Alun-alun Utara menuju Kedhaton (inti keraton) melambangkan siklus hidup manusia yang dimulai dan berakhir dengan perjumpaan dengan Tuhan, atau dikenal dalam filosofi Jawa sebagai 'sangkan paraning dumadi' (asal dan tujuan penciptaan).
Kamandungan Lor yang terletak di jalur ini berfungsi sebagai gerbang atau ruang transisi penting menuju Kedhaton. Ini merefleksikan salah satu tahapan penting dalam perjalanan spiritual menuju kesadaran tertinggi.
Sebaliknya, perjalanan dari Kedhaton menuju Alun-alun Selatan melambangkan proses kehidupan manusia menuju keabadian atau kelanggengan (alam sunyosuri). Di jalur ini, Kamandungan Kidul menjadi gerbang atau ruang transisi yang menandai tahapan menuju alam baka.
Secara keseluruhan, penataan ini juga menyiratkan kontrol diri. Semakin manusia mendalami pengalaman hidup, ia semakin mampu mengendalikan hawa nafsu dan menyeimbangkan pandangan terhadap dunia dan akhirat. Tanaman di Sitihinggil Utara bahkan ditanam atas petunjuk spiritual untuk menciptakan harmonisasi dan melindungi keraton dari pengaruh non-materiil.
Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa Kori Kamandungan bukan hanya sebuah gerbang, yang juga menggambarkan perjalanan batin manusia dalam menata diri. Cobalah untuk melihat setiap elemen dalam Keraton Solo dengan pandangan yang lebih dalam, karena setiap detil memiliki makna yang kaya.
(sto/dil)











































