Di Kampung Setono, RT 02/RW 02, Laweyan, Solo, terdapat sebuah bunker yang dulunya digunakan sebagai tempat menyimpan harta benda dan bersembunyi. Bunker tersebut kini sudah ditinggal pemiliknya dan menjadi lokasi wisata.
Bunker Setono berada di salah satu rumah di RT 02/02 Kampung Setono. Saat detikJateng tiba di sana, sekilas rumah tersebut terlihat seperti rumah adat Jawa biasa.
Bunker tersebut berada di ruang kedua. Di ruangan tersebut, terlihat lubang berukuran 0,5 X 1 meter untuk masuk ke dalam bunker.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikJateng mencoba untuk turun ke bawah melihat isi dalam bunker. Untuk turun, terdapat empat anak tangga yang bisa dimasuki satu orang. Saat detikJateng menjajal masuk, bunker tersebut dalam kondisi kosong.
Bunker tersebut berukuran 2x2 meter dengan tinggi sekira 2 meter. Tidak terdapat apa-apa di dalam bunker tersebut selain pencahayaan dengan warna lampu warna kuning.
Di ruangan yang disebut Sitinggil itu, juga terdapat tiga lemari lawas. Dua lemari terletak di sisi utara dan satu lemari di sisi selatan.
Pengelola pariwisata Laweyan yang juga Pokdarwis, Widiharso mengatakan rumah tersebut dulunya milik pengusaha batik yang bernama Wiryosupadmo. Ia mengatakan bangunan tersebut dibangun sekira tahun 1700-an.
"Dilihat dari kayu dan bangunan terlihat seperti tahun 1700-an di era Mataram, apalagi ini semua masih asli, bunker ini peninggalan pengusaha yang merupakan pasangan suami istri," katanya ditemui di Bunker Setono, Senin (15/9/2025).
Widi mengatakan, bunker tersebut dulu berfungsi sebagai menyimpan harta benda serta sebagian connecting door. Selain milik Wiryosupadmo, rumah-rumah yang berada di sekitar sana juga mempunyai bunker yang menjadi milik pribadi.
"Bunker itu berfungsi ganda. Selain untuk menyimpan harta benda juga sebagai connecting door dan di wilayah sini memang banyak, banyak banget tapi memang yang bisa diekspos yang kita lihat adalah di bunker ini. Karena yang lainnya sudah milik private,"ungkapnya.
Widi mengatakan, dulunya di rumah tersebut ada aktivitas seperti biasanya yakni membatik. Sayangnya, Wiryosupadmo bersama sang istri tidak mempunyai keturunan untuk melanjutkan.
"Beliau tidak punya anak, jadi memang kita sudah tidak berhubungan dengan keluarga, sudah nggak tahu keluarganya," ungkapnya.
Usai Wiryosupadmo meninggal dunia, istrinya membawa seorang pembantu bernama Muryadi dan tinggal di sini. Tapi pada tahun 2023, Muryadi meninggal dunia dan dipulangkan ke Wonogiri.
"Di sini itu ada yang ngikut dulu namanya Pak Muryadi ada ngikut di sini dan akhirnya waktu sakit dari warga ya kita kembalikan kepada keluarganya. Karena dia bukan keturunan atau ahli waris yang ada di sini," bebernya.
Rumah tersebut, kata Widi mempunyai luas 550 meter persegi dan masih menjadi destinasi wisata yang berada di Laweyan. Meski berada di tengah-tengah rumah, Widi menyebut bahwa biasanya ditutupi oleh lemari atau tempat tidur.
"Kalau bunker kan dulu dulu diklamuflase ya, biasanya di atasnya ada almari atau tempat tidur gitu saja. Maka dulu kalau bunker ini cuma ditutup papan gitu terus ada meja," bebernya.
Hal serupa juga pernah disampaikan pengelola bunker Setono, Sutanto. Sutanto bilang, bunker ini dulunya memiliki dua fungsi. Yaitu untuk berlindung dari bahaya dan untuk menyimpan harta.
"Kalau ada rame-rame dulu itu (seperti) rampok, bisa langsung masuk bunker lewat kolong. Di halaman depan itu kan ada kerikil-kerikil, jadi kalau ada orang masuk itu tahu (karena) ada suaranya," ujar Sutanto saat diwawancara detikJateng, September 2024 lalu.
"Dulu zaman (penjajahan) Jepang, kalau ada (tentara) Jepang itu penghuni juga bisa masuk sini. Tapi fungsi utamanya bunker itu untuk menyimpan perhiasan, harta," imbuhnya.
Sutanto juga menepis kabar bahwa bunker ini dulunya sempat terhubung dengan bunker-bunker di rumah lain.
"Oh nggak, bukan, bukan gitu. Kalau bunker itu ya tetep berhenti di situ (tidak terhubung dengan bunker lain). Kalau yang (dikabarkan) nyambung itu, maksudnya rumah yang belakang itu ada sisa tanah, di sana ada pintu," terang Sutanto.
"Jadi ketika ada apa-apa, orangnya lari ke belakang kemudian bisa tembus ke rumah sebelahnya. Kalau bunkernya ya susah (jika dibuat terhubung). Menerobos mau tembus ke mana?" sambung dia.
Dikelola Warga
Rumah milik Wiryosupadmo kini dikelola oleh warga dan juga Kelurahan Laweyan. Meski dikelola warga, Widi menyebut tidak ada tarif yang dipatok.
"Warga yang mengelola, kalau tarif selama ini kan kita belum menerima tarif ya. Jadi istilahnya ya kalau ada yang berkunjung berempati dengan apa ya monggo sajalah untuk ninggalin untuk apa," bebernya.
Selain itu, kata Widi, warga juga membersihkan rumah tersebut baik dari luar maupun dalam rumah.
"Ya cuma bersih-bersih aja. Ya di dalam sama luar nyapu-nyapu gitu terus untuk kegiatan sebulan atau 2 minggu sekali ya untuk kegiatan ibu-ibu Posyandu. Biar nggak kosong gitu ya," pungkasnya.
(aku/alg)