Solo memiliki beberapa masjid yang usianya tak lagi muda dan dijadikan untuk wisata religi. Sejarah, lokasi, dan daya tariknya menarik untuk diketahui.
Masjid-masjid ini bahkan telah ada sejak zaman kerajaan, tetapi arsitektur dan kekhasannya masih dipertahankan hingga sekarang. Beberapa di antaranya merupakan hasil akulturasi dari dua budaya yang berbeda yang justru menjadi sesuatu yang unik.
Berikut detikJateng rangkumkan lima masjid tertua di Solo yang informasinya dikutip dari laman resmi Pemkot Solo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masjid Tertua di Solo untuk Wisata Religi
1. Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Surakarta terletak di kompleks Alun-alun Utara Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Masjid ini memiliki sejarah yang terkait dengan pemindahan Keraton Kartasura ke Surakarta pada tanggal 17 Februari 1745 oleh Pakubuwana II.
Keistimewaan masjid ini terletak pada fakta bahwa seluruh kayu bangunannya diambil dari Masjid Agung Kartasura. Di mana saat itu kota Kartasura telah hancur akibat peristiwa Geger Pacinan.
Proses pengambilan kayu dilakukan sesuai dengan pola Masjid Agung Demak, di mana masyarakat pada masa itu meyakini bahwa kayu-kayu tersebut tidak boleh ditinggalkan di ibu kota yang telah mengalami kehancuran. Selain itu, kemudahan dalam pemindahan kayu juga karena bangunan Masjid Agung Kartasura tidak permanen dan terbuat dari kayu.
Hingga kini, Masjid Agung Surakarta di sisi barat Alun-alun Utara sering dijadikan tempat ibadah oleh pengunjung dan wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia. Keberadaannya juga menjadi tempat yang nyaman untuk melepas lelah atau beristirahat.
2. Masjid Laweyan
Masjid Laweyan menjadi salah satu situs bersejarah di Kota Solo yang terhitung sebagai masjid tertua karena berdiri sekitar tahun 1546 pada masa pemerintahan Kerajaan Pajang. Lokasinya terletak di Jalan Liris I, Pajang, Laweyan. Nama lain dari Masjid Laweyan adalah Masjid Ki Ageng Henis.
Dalam sejarahnya, Ki Beluk, seorang pemuka agama Hindu, mendirikan pura di pinggir Sungai Kabanaran. Ia pun bersahabat dengan Ki Ageng Henis, penasehat Kerajaan Pajang pada masa Sultan Hadiwijaya. Hingga akhirnya Ki Beluk dan murid-muridnya tertarik pada Islam melalui dakwah Ki Ageng Henis.
Setelah memeluk Islam, Ki Beluk menyumbangkan tempat tersebut untuk dibangun masjid. Dengan arsitektur menyerupai pura dan dua belas pilar utama dari kayu jati kuno yang masih tegak berdiri, masjid ini menjadi daya tarik dengan makam Ki Ageng Henis dan kerabat kerajaan yang berada di kawasan masjid tersebut.
Dengan luas tanah sekitar 162 meter persegi, Masjid Laweyan hingga sekarang terus terjaga dengan baik dan masih menjadi tempat ibadah yang aktif digunakan oleh masyarakat dengan penuh kesakralan.
3. Masjid Al Wustho
Masjid Al Wustho menjadi bagian tak terpisahkan dari kompleks Puro Mangkunegaran di Solo. Masjid ini terletak di Jalan Kartini, Ketelan, Banjarsari. Keunikan bangunannya terletak pada dinding tebal dan kaligrafi mencolok, membuatnya mudah dikenali oleh setiap pengunjung.
Masjid ini didirikan atas inisiatif KGPAA Mangkunegoro I (1725-1795), awalnya bernama Masjid Mangkunegaran di Kauman. Pada era KGPAA Mangkunegoro II (1796-1835), masjid dipindahkan dekat Puro Mangkunegaran dan dikelola oleh para abdi dalem.
Meskipun telah berusia ratusan tahun, Masjid Al Wustho tetap mempertahankan keaslian arsitekturnya, termasuk tembok, mimbar, menara, gapura (markis) dan bedug. Keindahan gapura dengan kaligrafi menjadi ciri khas istimewa dari Masjid Al Wustho.
4. Masjid Al Fatih Kepatihan
Masjid Al Fatih Kepatihan, yang terletak di Jalan Pamedan, Kepatihan, Solo, berada di sebelah selatan Kantor Kejaksaan Negeri Surakarta. Masjid bersejarah ini didirikan pada tahun 1312 H/1891 M, sebagaimana terukir dalam angka Arab 1312 H di pintu utama.
Pembangunan masjid ini merupakan inisiatif Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, Pepatih Dalem, atas perintah Pakubuwono IX. Dikisahkan bahwa pembangunan masjid ini juga sebagai mahar lamaran PB IX kepada salah satu putri, yang kemudian menjadi istrinya.
Awalnya, bangunan masjid hanya satu ruangan, yang sekarang menjadi ruang sholat utama. Di dalamnya terdapat empat saka guru dan diperkuat oleh delapan saka rawa dari kayu jati. Di sebelah kanan dan kiri mihrab masjid Al Fatih, terdapat jendela besar dengan kusen dan daun jendela dari kayu jati dilengkapi dengan terali besi.
5. Masjid Darussalam
Masjid Darussalam terletak di Jalan Gatot Subroto, Jayengan, Serengan. Masjid ini menonjolkan gaya arsitektur unik yang mencampurkan elemen-elemen dari budaya Jawa dan Sumatera. Hal ini dikarenakan masjid ini didirikan oleh komunitas Banjar perantau di Solo sekitar tahun 1900.
Masjid Darussalam saat ini telah menjadi tujuan wisata religi yang populer di kalangan warga dari berbagai wilayah. Komunitas Banjar yang sekarang banyak menetap di Kampung Jayengan, Solo, tetap mempertahankan warisan tradisi pembuatan dan pembagian bubur Samin.
Setiap bulan Ramadhan, mereka secara rutin memasak ribuan porsi bubur tersebut untuk dibagikan kepada masyarakat dan jamaah masjid sebagai hidangan berbuka puasa.
Demikian informasi mengenai lima masjid tertua di Solo meliputi sejarah, lokasi, dan daya tariknya untuk dijadikan wisata religi. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Muthia Alya Rahmawati peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ams/ams)