Manuskrip serta artefak kuno yang tersimpan di Museum Radyapustaka ternyata tidak hanya menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke Kota Solo. Museum ini ternyata juga pernah mencuri perhatian Presiden pertama RI, Sukarno.
Presiden yang akrab disapa Bung Karno itu pernah hadir langsung di museum tertua di Indonesia itu pada 11 November 1953. Dia datang untuk meresmikan patung Ranggawarsita yang dipasang di halaman museum.
"Bagi Bung Karno, Radyapustaka Solo merupakan museum yang memiliki nilai penting sehingga Beliau bersedia hadir dalam peresmian tersebut," kata pakar sejarah dari Universitas Sanata Dharma, Heri Priyatmoko, Sabtu (10/12/2022).
Salah satu hal yang dianggap penting, lanjutnya, adalah nilai sejarah dan kebudayaan koleksi Radyapustaka yang bisa membangkitkan nilai nasionalisme masyarakat.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah kegiatan pelestarian budaya yang berlangsung cukup lama di museum tertua di Indonesia itu.
"Museum Radyapustaka tak sekadar melestarikan benda peninggalan budaya tapi tetap terus berusaha melestarikan kebudayaannya," kata Heri.
![]() |
Sejak awal berdiri di 1890, Museum Radyapustaka menyimpan banyak manuskrip kuno yang sangat berharga. Pada saat itu pengelola museum secara rutin menyelenggarakan diskusi dan kajian untuk menyelami semua ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya.
Mereka membentuk Perkumpulan Paheman Radyapustaka untuk mengelola museum sekaligus menghidupkan kajian-kajian di tempat tersebut.
"Sehingga Radyapustaka tidak hanya sebuah museum, namun memiliki posisi yang bahkan lebih penting dibandingkan perguruan tinggi. Ilmuwan dari dalam dan luar negeri berdatangan untuk belajar dan melakukan penelitian," kata Heri.
Manuskrip kuno yang tersimpan di Radyapustaka beberapa di antaranya karangan seorang pujangga terkenal asal Solo, Ranggawarsita. Tokoh yang terkenal dengan karya Serat Kalatidha itu dianggap layak untuk dibuatkan patungnya dan dipasang di halaman museum.
Hal itu yang membuat Bung Karno memberi perhatian khusus kepada Radyapustaka sehingga bersedia datang langsung ke museum itu untuk meresmikannya patung Ranggawarsita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Radyapustaka Rumuskan Penulisan Aksara Jawa
Budaya literasi yang hidup di Museum Radyapustaka pada masa lampau membuat tempat ini menjadi tempat perkembangan sastra yang cukup penting.
Salah satu jejak yang ditinggalkan adalah penyeragaman penulisan aksara Jawa melalui sebuah kesepakatan berbagai daerah di Jawa pada tahun 1922 di Museum Radyapustaka.
"Kesepakatan yang kemudian disebut sebagai Ejaan Sriwedari ini berhasil melakukan standarisasi penulisan dengan aksara Jawa," kata salah satu pengelola Museum Radyapustaka, Totok Yasmiran.
Menurut Totok, sebelum Ejaan Sriwedari itu disusun, penulisan aksara Jawa masih berbeda-beda di beberapa daerah.
Kemudian para ahli dari Keraton Kasunanan Solo, Keraton Kasultanan Yogyakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran berinisiatif memilih Radyapustaka untuk menggelar musyawarah.
Selanjutnya, pada 9 Desember 1922, mereka berhasil menyatukan cara penulisan aksara Jawa melalui Ejaan Sriwedari. Hal itu membuktikan arti pentingnya posisi Museum Radyapustaka sebagai pusat perkembangan sastra dan ilmu pengetahuan.
(ahr/rih)